Selebriti, Skandal, dan Kredibilitas
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dimensi kredibilitas presenter
Luna Maya sebagai bintang iklan terhadap minat beli sabun Lux . Penelitian ini
dilakukan setelah peredaran video mesra antara Luna Maya dan artis Penyanyi
Ariel Peterpan. Kedua artis tersebut bersama-sama membintangi iklan sabun Lux. Metodologi
yang digunakan adalah survey dengan menggunakan teknik purposive sampling kaena
respopnden yang dipilih adalah mereka yang pernah melihat iklan yang dibintangi
Luna Maya dan pernah melihat video mesranya dengan Arel. Hasil survei terhadap 100 responden pemuda
menunjukkan bahwa sikap sebagian besar publik ragu-ragu bila ditanya apakah
Luna Maya layak dipertahankan sebagai bintang iklan atau tidak. Meski secara
umum, kredibilitas Luna Maya sebagai bintang iklan sabun Lux mempengaruhi minat
beli responden. Dalam kaitannya dengan Luna Maya sebagai bintang iklan, dimensi
variabel independen dalam penelitian ini yang meliputi Cukup Terlatih, Jujur,
Terlihat Berkelas, Layak Dipertahankan, Memiliki Pengetahuan, Menggoda,
Memenuhi Syarat, Dapat Diandalkan, Tulus, Memiliki Keahlian, Terlihat Seksi,
Penampilan Menarik, Terlihat Cantik, Terlihat Elegan, Dapat Dipercaya, Memiliki
Pengalaman secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap minat beli
(Y). (3) Untuk semua indikator -- kecuali persepsi bahwa Luna Maya cukup
terlatih -- secara individual tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
minat beli.
Pendahuluan
Bintang televisi, aktor film,
dan atlit terkenal banyak digunakan dalam iklan majalah, maupun TV komersial
untuk mendukung suatu produk. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bintang
iklan (celebrity endorser) berperan sebagai orang yang berbicara tentang
produk, yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen yang menunjukkan
pada produk yang didukungnya (Shimp, 2003).
Selanjutnya, hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa penjualan produk meningkat akibat penggunaan selebritas
sebagai model iklan (celebrity endorser). Ketika Kuku Bima Energi menggunakan
Chris John dan Mbah Maridjan sebagai bintang iklannya, penjualannya meningkat
tajam. “Dalam tiga bulan terakhir, penjualan Kuku Bima Energi sudah mendekati,
bahkan sejajar dengan, market leader (Extra Joss Red.),” ungkap Irwan Hidayat,
Presiden Direktur PT Sido Muncul. (SWA, Oktober 2007)
Shimp (2003: ) mendefinisikan
selebriti sebagai tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang dikenal masyarakat
karena prestasinya di bidang yang berbeda dari golongan produk yang
didukungnya. Pada umumnya orang terpesona melihat orang yang kaya, sukses dan
terkenal, dan mereka bisa terkenal karena cantik atau ganteng dan mempunyai
keahlian tertentu. Mereka mempengaruhi pengagumnya dalam hal cara berpikir, apa
yang dibeli, digunakan, ditonton, dimakan, diminum, didengarkan, dan dalam
kegiatan dimana mereka terlibat. Selebritis banyak digunakan untuk
mengembangkan citra positif produk baru atau mengubah citra produk yang sudah
ada, karena untuk melakukan ini diperlukan pengaruh yang kuat. Selebritis
mempunyai kekuatan karena mereka menjadi idola banyak orang (Wiryawan dan Pratiwi, 2009: 242).
Para pengelola merek menggunakan
selebriti sebagai endorser karena beberapa alasan. Pertama, produk atau merek
memiliki makna yang berasal dari lingkungan budaya positif seperti yang
dikehendaki penciptanya. Lux misalnya, ingin dipersepsikan sebagai sabun
kecantikan. Makna budaya itu dicoba ditransfer ke produk atau merek dengan
memanfaatkan selebriti atau tokoh atau orang yang dianggap bisa mewakili makna
budaya yang diharapkan. Lux diposisikan sebagai sabun mandi kecantika. “Dengan
mandi perempuan menjadi lebih percaya diri, membangun mood yang baik untuk
memulai hari dan lebih siap untuk menghadapi hari-hari mereka,” demikian isi rilis yang disampaikan Unilever
sebagai pemilik merek, 3 November 2010.
Karena itu secara konsisten Lux
menggunakan model iklan para bintang cantik mulai dari Marini hingga yang
terakhir, Atiqah Hasiholan. “Perempuan Indonesia perlu tampil cantik dan
mempesona untuk membantu menambah rasa percaya dirinya sehingga dapat menjadi
inspirasi yang positif bagi perempuan lainnya,” demikian bagian lain dari isi
rilis yang disampaikan Unilever sebagai pemilik merek, 3 November 2010 tersebut.
Kedua, penggunaan selebriti bisa
mengangkat awareness iklan dan brand awareness. Menurut Agrawal dan Kamakura
(1995) konsumen lebih memilih barang atau jasa yang di-endors oleh selebriti
dibandingkan tidak. Ketiga, selebriti bisa mencipatakan brand personality melalui
iklan yang dibintanginya.
Brand personality -- yang didefinisikan sebagai seperangkat
kualitas dan karakter unik manusia yang diasosiasikan pada suatu merek --
memberikan keunggulan bersaing bagi merek tersebut. Ini karena brand
personality dapat membedakan suatu merek dengan merek pesaing (Knapp, 2001:
116)
Keempat, dari sudut budaya,
selebriti merupakan obyek yang memiliki makna karakter personifikasi yang khas
seperti kecantikan, cerdas, macho, feminin dan sebagainya. Penggunaan endorser
diharapkan dapat memberikan asosiasi positif antara produk dengan endorser.
Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau
citra tertentu yang dikaitkan pada suatu merek. Keterkaitan pada suatu merek
akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman untuk
mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai
sehingga membentuk citra tentang merek di dalam benak konsumen.
Citra yang baik merupakan salah
satu cara yang efektif di dalam menjaring konsumen, karena konsumen dengan
sadar atau tidak sadar akan memilih suatu produk yang memiliki brand image yang
positif, sehingga tercipta persepsi yang baik di mata konsumen.
Persepsi ini mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian yang pada
akhirnya dapat menciptakan loyalitas terhadap suatu merek produk tertentu. Evie
(2009) yang melakukan penelitian pada merek Buavita mendapati adanya pengaruh citra perusahaan dan citra merek
terhadap kepuasan dan loyalitas
konsumen.
Efektivitas dukungan selebriti tidak hanya bergantung pada persepsi
publik terhadap expertise (keahlian),
kepercayaan (trustworthiness), dan daya tarik (attractiveness) dan jenis
kelamin dari selebriti yang membintangi iklan tersebut. Efektivitasnya juga tergantung
pada jenis produk iklan yang dibintanginya. Bill Cosby misalnya berhasil
sebagai endorser untuk Kodak dan Coca Cola. Namun dia gagal sebagai endorser
untuk EF Hutton (McCracken, 1989). Ini berarti efektivitas slebritis sebagai
bintang iklan atau endorser tergantung pada hubungan sinergis atau kecocokan
merek yang didukung dan endorser selebriti (Kamins, 1990).
Daya tarik fisik seorang
selebriti (misalnya, Tom Selleck) terbukti dapat meningkatkan evaluasi produk
dan iklan responden hanya untuk daya tarik yang terkait dengan produk seperti
rumah atau mobil mewah namun dan tidak berpengaruh pada produk seperti komputer.
Temuan menunjukkan perlunya kecocokan antara gambar dari selebriti dan produk atau
merek yang didukungnya. Sebaliknya, dukungan yang akan meningkatkan citra
selebriti apabila karakteristik yang menonjol dalam citra merek pertandingan diperkuat
dengan karakteristik dari endorser
selebriti. Misalnya, orang mempersepsikan Winston Churchill sebagai bintang
iklan yang sesuai untuk mendukung produk cerutu, wiski, dan buku-buku (Levy,
1959).
Selebriti memiliki makna positif bagi konsume karena mereka membangun dirinya sendiri melalui perjalanan karir dan juga mengelola kehidupannya di mata publik secara hati-hati (McCracken, 1989). Karena itu, di balik keberhasilan penggunaan selebriti sebagai endorser merek, satu pertanyaan pemasaran strategis yang penting adalah apa yang terjadi jika selebriti yang bertingkah?
April 2010, Lux meluncurkan
iklan baru dengan mengusung tema “Catch
Me”. Iklan Lux kali ini menampilkan Ariel Peterpan dan Luna Maya sebagai
bintang iklan. Dalam iklan tersebut digambarkan bagaimana kedua insan yang
sedang dimabuk cinta ini tengah menunjukkan kekaguman satu sama lain.
Sebagai bintang iklan, Lux
bukanlah merek satu-satunya yang dibintanginya. Iklan merek lain seperti
komputer jinjing Toshiba dan Vitalong C juga dibintanginya. Dalam iklan Lux Catch Me, Luna tampil sebagai dirinya
sendiri, yakni sebagai seorang perempuan yang sangat nyaman dengan kecantikannya.
Kenyamanan tersebut didapatkan Luna setelah dia mandi yang merupakan awal dari
beautifying process dirinya setiap hari. Dan dalam iklan itu sangat terlihat
bahwa Ariel ”Peterpan”, sangat menyukai keharuman dari sabun mandi yang
digunakan oleh Luna.
Penampilan Luna Maya dan Ariel
Peterpan di iklan Lux merupakan kali pertama tampil bareng dalam sebuah iklan.
Keterlibatan pasangan ini di iklan sabun bermula ketika Lux hendak membikin
iklan sabun versi pasangan. Sebelumnya, produk sabun mandi ini pernah menampilkan
pasangan Teuku Rafly dan Tamara Bleszynski dalam sebuah iklannya.
Iklan Lux ini juga dibuat di
beberapa negara lainnya seperti di India, Thailand, dan Brasil. Jika di
Indonesia Lux memilih pasangan Luna Maya dan Ariel, maka di India LUX memilih
pasangan selebriti Aishwarya Raidan Abishek Bachan. Sedangkan untuk membintangi
iklan terbarunya di Thailand, LUX memilih pasangan C Siwat dan Amy Klinpratum
sebagai sebuah kampanye global yang diusung Lux. (www.okezone.com, 19 April 2010)
Namun awal Juni 2010 beredar
video adegan mesra bak suami isteri yang gambarnya mirip Luma Maya dan Ariel. Video
Luna-Ariel ini membuat banyak orang terperangah dan membicarakan. Ini
mengundang Presiden SBY dan Wakil Presiden Budiono – meski tidak secara
eksplisit menyebut video tersebut – berkomentar.
Paska beredarnya video mesra
Luna Maya - Ariel Peterpan, satu-persatu perusahaan menghentikan penayangan
iklan-iklan merek mereka yang dibintangi Luna Maya. "Iklan selanjutnya memakai
konsep baru dengan bintang global dari luar (negeri)," kata Maria
Dewantini Dwianto, juru bicara PT Unilever (http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/06/09/brk,20100609-253954,id.html)
Peristiwa ini merupakan
antiklimax dari pencapaian Luna Maya sebagai intang iklan. Sebab beberapa waktu
sebelumnya, Luna Maya terlibat perkara
dengan pekerja infotainment gara-gara pesan twitter-nya, banyak yang menganggap
bahwa karir Luna merosot. “Ada yang bilang kontraknya diputus oleh perusahaan
seluler (baca XL). Padahal, kontraknya saja yang memang sudah habis,” kata
Ariel seperti dikutip Bintang Indonesia
Online, 22 Maret 2010.
Namun, selang beberapa hari
setelah itu, Luna Maya tampil bersama dalam iklan sabun mandi Lux. Ini
menunjukkan bahwa Unilever sebagai pemilik merek Lux, tidak yakin benar bahwa
perkara Luna dengan pekerja infotainment menurunkan kredibilitasnya. Karena
itu, Luna masih dipercaya untuk membintangi iklan sabun mandi yang “dulu”
dipromosikan sebagai sabun mandi para bintang itu.
Tapi kali ini, setelah
tersandung kasus videonya bersama Ariel, Unilever menghentikan tayangan iklan
itu, meski baru tayang kurang dari dua bulan. Unilever sendiri saat mengumumkan
penghentian tayangan iklan tersebut tidak menyebut video tersebut sebagai
alasan. “Karena iklan itu itu sudah ditayangkan sejak 11 April lalu, maka
waktunya sudah berakhir. Berakhirnya saya kurang tahu, tapi akhir Mei atau
pertengahan Juni kalau nggak salah,” kata Media Relations Manager PT Unilever
Nurulita Novi Arlaida (Surya, 7 Juni 2007).
Ada kesan hati-hati – kalau tak
mau disebut ragu-ragu – dari pihak Unilever dalam menyikapi Luna Maya paska
peredaran video tersebut. Hal itu setidaknya dapat dilihat dari alasan Unilever
menghentikan penayangan iklan-iklan itu. Sebab seperti diketahui, saat iklan
Lux versi Luna Maya dan Ariel ditayangkan, respon publik positif. Bisa jadi karena
itu, Unilever merasa “sedih” bila iklan itu harus dihentikan.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ketika konsumen mempunyai anggapan kuat bahwa terdapat hubungan antara
merek dan selebriti, maka informasi negative tentang selebriti berdampak
negatif terhadap merek makin terkukuhkan (Erdogan & Baker 2000). Itu
sebabnya, ketika muncul kabar perselingkuhan pegolf Tiger Wood dengan banyak
perempuan, beberapa merek yang selama itu yang menjadikan Tiger Wood sebagai
endorser, satu persatu meninggalkannya (Businessweek, December 21, 2009).
Till and Shimp (1998) menilai
hal itu sebagai sesuatu yang wajar. Menurutnya, eksekutif periklanan dan
manajer merek yang bertanggung jawab untuk dalam membangun merek akan berusaha
menyelamatkan image merek yang dikelolanya manakala endorser-nya melakukan
tindakan yang menurut publik tidak layak. Tindakan mereka mungkin sepenuhnya
dibenarkan dengan alasan tersebut, tetapi prediksi teoritis berdasarkan model
jaringan asosiatif memori tidak selalu menunjukkan bahwa informasi negatif
tentang selebriti menyebabkan bahaya yang serius untuk sebuah merek yang sudah mapan.
Till and Shimp (1998), melalui
kajiannya membuktikan bahwa ternyata pangsa pasar Hertz tidak mengalami penurunan yang signifikan sejak muncul kabar
tentang adanya dugaan keterlibatan OJ Simpson dalam pembunuhan mantan istrinya
dan temannya. Demikian pula, Pepsi tidak
kehilangan nilai sahamnya setelah munculnya dugaan keterlibatan penyanyi Michael
Jackson dalam penganiayaan anak atau dugaan – yang kemudian terbukti – kasus perkosaan
yang dilakukan Mike Tyson.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sikap masyarakat terhadap Luna Maya sebagai endorser paska peredaran video mesra, Juni 2010. Kedua adalah ingin mengetahui apakah Luna Maya sebagai bintang iklan membuat orang berminat membeli produk yang iklannya dibintanginya.
Rempoa, 22 Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar