Agensi periklanan atau biro iklan merupakan mitra yang sangat menentukan berhasil tidaknya strategi pemasaran dan penjualan. Tapi bagaimana cara memilih agensi yang baik?
Ketika promosi Campaign 55-nya gagal mengangkat penjualannya, McDonald's Corp. (McD) langsung ingin mengganti kampanyenya penjualnnya di Amerika Serikat. Kampanye yang dirancang agency Leo Burnett USA, Chicago, itu gagal karena kurang spesifik menjelaskan bahwa sebenarnya saat itu McD melakukan diskon.
"Sebenarnya, kampanye itu adalah suatu promosi harga, namun tidak menjelaskan sedikitpun soal harga," kata Ron Paul, bos Technomic, sebuah perusahaan konsultan restoran. Sebaliknya, dalam Campaign 55, McD terkesan lebih menonjolkan soal kualitas dan sebagainya. Padahal, hal yang sama juga dilakukan oleh pesaingnya, Burger King.
McDonald pun menghentikan kampanye itu dan membuka pitching bagi agensi lainnya. McD bisa saja manimpakan penyebab kegagalannya pada kampanye yang dirancang Burnett. Sebab dalam pikiran para eksekutif McD, pihaknya menyediakan produk diinginkan konsumennya. Di sisi lain, McD juga menyadari bahwa ada pemain lain yang mungkin menyediakan produk yang lebih unik.
Karena itu, ketika tender dibuka, Burnett tetap ikut. Namun, pilihan jatuh ke agency DDB Needham Worldwide yang lebih menekankan pada kampanye brand dan warisan McD. Dengan banner "Did somebody say McDonald's?", McDonald ingin merebut hati konsumen loyal dengan memberikan insentif atau point bagi para konsumennya. Dan rupanya para ekskutif McD suka akan hal ini.
Memilih agensi memang bukanlah persoalan gampang. Banyak faktor yang harus dilihat karena secara tak langsung, perusahaan produsen -- mempertaruhkan nasibnya -- seperti penjualan McD tadi -- pada agensi yang merancang kampanye pemasarannya.
Ada beberapa perusahaan yang 'fanatik' baik karena hubungan kepemilikan atau kontrak. Untuk mendapatkan strategi dan taktik kampanye yang pas dan bisa mendukung penjualan, mereka menyerahkan kampanye pemasarannya kepada suatu perusahaan tertentu.
Ada pula yang sekadar melihat kebesaran suatu agensi. Karena banyak perusahaan yang memakai agensi A -- karena jumlah kliennya banyak misalnya -- maka perusahaan lain ikut-ikutan memilih agensi tersebut. Namun, banyak pula perusahaan membuka pitching.
Dengan proses ini, perusahaan dapat mengevaluasi antara program kampanye yang ditawarkan dengan strategi yang telah ditetapkan. Yang dikhawatirkan adalah, bisa saja proposal yang diajukan bagus namun pada tingkat eksekusinya jelek. Itu bisa terjadi karena berbagai persoalan. Misalnya, karena SDM pelaksana yang kurang mumpuni. Atau bisa pula perhitungan dalam prosposal itu akal-akalan.
Untuk itu, menurut konsultan pemasaran Rhenald Kasali, sebaiknya perusahaan sebelum menggelar pitching melibatkan tenaga konsultan pemasaran. Langkah ini perlu agar perusahaan terhindar sedini mungkin dari kesalahan memilih biro iklan.
Sekedar Anda tahu, konsultan pemasaran galibnya sangat paham dengan aneka trik dan situasi pasar. ''Konsultan pemasaran diperlukan, karena saat ini saya masih banyak melihat biro iklan yang kurang smart. Mereka cuma bisa membuat iklannya tapi konsep dan strategi yang mereka buat sangatlah lemah,'' jelas Rhenald serius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar