What Is Interactivity? Is It Always Such a Good Thing?
Esensi dari
brand activation adalah pengalaman, interaktif, ditargetkan, dan relasional.
Bagaimana semua itu bisa dicapai?
Ini
merupakan kali ketiga Majalah MIX-Marketing Communications
mereview
brand activation yang dilakukan oleh merek-merek di Indonesia. Sebelumnya,
kegiatan ini masuk dalam kategori the Most Impactful Marketing Event. Kenapa
brand activation? Ini karena ada idealism bahwa impact dari kegiatan merek itu
seyogyanya tidak hanya sebatas peliputan atau publisitas, melainkan
relationship antara merek dan pelanggannya.
Brand
activation dapat didefinisikan sebagai sebuah interaksi pemasaran antara
konsumen dan merek, di mana konsumen dapat memahami merek secara lebih baik dan
menerimanya sebagai bagian dari kehidupan mereka. Implikasinya, hubungan antara
merek dan pelanggannya seyogyanya berlangsung dalam dalam jangka panjang, tidak
untuk waktu yang pendek. Karena itu, dalam konsep, melalui brand activation
konsumen seyogyanya menikmati nilai tambah – dalam arti mampu menciptakan
pengalaman (eksperiensial) yang jarang bisa dicapai melalui iklan. Ini karena
brand activation bisa menjadi alat pemasaran dengan pada pemberian suatu
experiential kepada konsumen, dan
memperlakukan konsumsi yang berbasis emosional dan rasional sebagai suatu
pengalaman holistik (Schmitt, 1999).
Brand
activation merupakan sesuatu yang logis dan tak terelakkan. Sebab era dimana
produsen hanya memberitahu konsumen tentang apa yang ada dalam pikiran produsen
kini sudah lama kehilangan kekuatannnya. Konsumen sekarang memiliki pendapat
sendiri yang dibangun berdasarkan pengalaman mereka berinteraksi dengan merek.
Ini menyiratkan fenomena bahwa saat ini ada kebutuhan untuk menghubungkan
emosional merek dengan konsumen pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat dan
dengan cara yang benar, sehingga memotivasi komitmen konsumen.
Namun, hal
itu tidak berarti bahwa iklan TV tidak penting. Konsep ini hendaknya dilihat
sebagai efek dari perubahan di tingkat konsumen belakangan. Saat ini ada
kebutuhan yang meningkat untuk multi-dimensi kampanye dalam rangka untuk
membawa merek untuk hidup. “Konsumen
saat ini kurang responsif terhadap media tradisional. Interaksinya dengan
teknologi baru telah memberdayakan mereka sehingga mereka bisa mengontrol
bagaimana dan kapan (suatu merek, red) dipasarkan….Merek yang tidak
mengeksplorasi teknologi dan titik hubungan (connection point) baru akan
kehilangan sentuhannya " (Stengel, 2004).
Ketika ada keinginan
untuk memberikan sesuatu yang eksperiential, pengelola merek pemikirkan
bagaimana melibatkan unsur sensorik, emosional, kognitif, perilaku dan nilai-nilai
relasional yang menggantikan nilai fungsional dalam merek (Schmitt, 1999, hal
26). Dalam konteks ini, merek bukan hanya merupakan sesuatu yang intangible,
namun juga tangible. Seperti diketahui, esensi dari brand activation adalah
pengalaman, interaktif, ditargetkan, dan relasional.
Unsur-unsur
ini sangat relevan dalam lingkungan pemasaran modern. Interaktivitas merupakan
sebuah ekspresi dari apa yang dihasilkan oleh komunikasi. Ini tidak hanya
terjadi ketika berlangsung percakapan tatap muka, tetapi juga dapat merujuk
kepada interaksi yang dimediasi. Interaktivitas bukan hanya reaksi, melainkan
timbal balik, dimana mereka yang terlibat dalam komunikasi dapat berfungsi dan
berperan sebagai penerima dan pengirim pesan.
Beberapa
riset tentang pemasaran dan konsumen menunjukkan bahwa pengalaman terjadi
ketika konsumen mencari produk, saat mereka berbelanja dan menerima layanan,
dan ketika mereka mengkonsumsi merek tersebut (Brakus, Schmitt, dan Zhang,
2008).
Dalam
konteks produk, pengalaman terjadi ketika konsumen berinteraksi dengan produk,
misalnya ketika konsumen mencari dan meneliti produk dan mengevaluasinya (Hoch
2002). Karena itu, pengalaman produk berlangsung ketika terdapat kontak fisik
antara konsumen dan produk (Hoch dan Ha, 1986) atau kontak tidak langsung,
misalnya ketika produk ditampilkan di iklan (Hoch dan Ha, 1986; Kempf dan Smith
1998).
Ketika
konsumen mencari, berbelanja, dan mengkonsumsi merek, mereka dihadapkan pada
atribut produk yang hampir mirip kalau tak mau dikatakan sama. Akan tetapi,
ketika mereka berhadapan dengan rangsangan warna, bentuk, tipografi, elemen
desain, slogan, maskot, dan karakter merek – rangsangan ini muncul sebagai
bagian dari desain dan identitas merek (misalnya, nama, logo, signage),
kemasan, dan pemasaran (misalnya, iklan, brosur, situs Web) dan di lingkungan
di mana merek ini dipasarkan atau dijual (misalnya, toko, peristiwa) – saat
itulah tanggapan internal muncul. Tanggapan internal itulah yang disebut dengan
brand experience.
Pengalaman
juga terjadi ketika konsumen mengkonsumsi dan menggunakan produk. Pengalaman
konsumsi ini melibatkan dimensi hedonis, seperti perasaan, fantasi, dan
menyenangkan (Holbrook dan Hirschman 1982).
Singkatnya, pengalaman muncul dalam berbagai setting. Pertama,
pengalaman langsung yang paling sering terjadi adalah saat konsumen berbelanja,
membeli, dan mengkonsumsi produk. Kedua, pengalaman yang terjadi secara tidak
langsung-misalnya, ketika konsumen teterpa periklanan dan pemasaran, termasuk
situs web.
Karena
itulah brand experience berbeda dengan consumer delight. Consumer delight
ditunjukkan kenyataan bahwa pelanggan senang yang ditandai oleh adanya gairah
dan sikap positif. Keadaan ini bisa dianggap sebagai komponen afektif kepuasan.
Dengan kata lain, pelanggan senang merupakan hasil dari disconfirmasi positif
antara harapan dan kinerja produk. Sementara itu, pengalaman merek tidak hanya
terjadi setelah konsumsi. Experience terjadi ketika terjadi interaksi langsung
atau tidak langsung dengan merek. Selain itu, pengalaman merek tidak perlu
mengejutkan, namun hal itu bisa terjadi baik diharapkan atau tidak terduga.
Seperti
halnya iklan, pengalaman kognitif dari sebuah brand activation akan menimbulkan
efek antara lain menciptakan sebuah harapan terhadap merek. Dalam konteks
activation, ibarat berbelanja, pengalaman konsumen terjadi ketika mereka
berinteraksi dengan lingkungan fisik venue, personel, dan atmosfer bila
activation dilakukan dalam bentuk event.
Berkomunikasi melalui
brand activation yang melibatkan kegiatan promosi yang dirancang untuk
berkomunikasi dengan peserta dan memberikan nilai tambah, memberikan kesempatan kepada konsumen untuk
“menyatu” (engage, red) dengan
perusahaan, merek, produk dan
masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan interaksi konsumen dengan
tenaga penjualan, atmofer dan lingkungan fisik event mempengaruhi mempengaruhi perasaan, sikap
terhadap merek, dan kepuasan pelanggan
(Grace dan O'Cass 2004).
Disini, kegiatannya
sendiri menciptakan setting sosial untuk peserta dan membantu meningkatkan
keterlibatan peserta. Karena itu, peserta cenderung lebih menerima pesan-pesan
pemasaran dan gambar yang terkait dengan acara ketimbang melalui metode lain
(Paus dan Voges, 1999). Hasil ini bisa dicapai baik melalui kegiatan yang
diselenggarakan sendiri oleh perusahaan atau tidak, misalnya, melalui
sponsorship. (Sneath et al., 2006).
Anda
bayangkan bila menghadiri suatu event launching produk baru misalnya, Anda
didekati atau dikelilingi oleh tenaga penjual yang biasanya cantik-cantik,
kemudian Anda dijamu istimewa, suasanya luar biasa dan sebagainya, pembaca
acara menyampaikan pesan produk atau merek yang diulang-ulang, spanduk di kanan
kiri venue yang penuh pesan dan janji, sudah tentu menghasilkan ekspektasi dan
sikap pada Anda terhadap produk atau merek yang baru diluncurkan tersebut.
Persoalannya
sekarang adalah apakah produk atau merek yang diluncurkan itu sesuai dengan
harapan Anda? Biasanya, konsumen membeli suatu produk atas dasar ekspektasi
mereka terhadap kinerja produk untuk memenuhi harapan mereka. Emosi paska
mengkonsumsi muncul akibat dari adanya perbedaan yang dirasakan antara kinerja
yang diharapkan dan kinerja aktual (Oliver 1997).
Secara
khusus, apakah pelanggan merasa senang atau puas atau tidak puas akan sangat
tergantung pada tingkat harapan konfirmasi atau diskonfirmasi atas dimensi
manfaat yang dirasakan konsumen. Dengan kata lain, kalau merek atau produk itu
memberikan sesuatu yang melebihi harapan, Anda tentu tergoda untuk membeli
bahkan menyamaikan pengalaman Anda itu ke orang lain. Implikasinya, benahi dulu
merek atau produk Anda minimal sama dengan pesaing, baru kemudian Anda
melakukan brand activation.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar