Untuk membuat Indonesia berbicara di level dunia, harus
dilakukan upaya nation branding. Lalu apa yang harus dibranding? Keith Dinnie,
profesor di Temple University, dalam suatu seminar di Yonsei University di
Seoul dalam rangka promosi bukunya, Nation Branding: Concepts, Issues,
Practice menyebut Thailand sebagai salah
satu contoh negara yang menggunakan masakan untuk meningkatkan kesadaran citra
negara mereka dan merek nasional mereka. Pemerintah Thailand berusaha mempromosikan
masakan bangsanya dengan mengumumkan keterlibatannya untuk memastikan bahwa
makanan Thailand yang dijual di seluruh dunia adalah asli.
Salah seorang sahabat saya, Epi Taufik -- alumni IPB -
yang kini kuliah S3 di sebuah universitas di Jepang mengirim email ke saya
tentang pengalamannya di Bandara Bandara Internasional Suvarnabhumi, Bangkok.
"Sampai sekarang saya terngiang-ngiang aja tuch..kalau yg sudah sempat
mampir di Suvarnabhumi Airport mesti dengar suara yg berulang2, Kirain
dulu mah pengumuman rupanya cuma bilang
"Kitchen of the World" suara wanita itu teruuusss diulang-ulang
diantara pengumuman2. Mungkin itu salahsatu cara penanaman nation branding
mereka kepada bangsa lain."
Seharusnya, menurut Handito Hadi Joewono – pemerhati
pemesaran dari Arrbey -- makanan semisal yang di Jawa Tengah dan Jogjakarta
bisa dijadikan alat untuk membranding kota yang cukup potensial. Namun
sayangnya, pengelolaan yang ada selama ini terkesan sangat sporadic dan tidak sistemik. Ia menyarankan, Pemda Jawa Tengah melakukan
inventarisasi brand kuliner yang ada dan kemudian dilakukan rejuvinasi.
Penyegaran yang ia maksudkan bukan semata dari makannya, namun juga menyangkut
aspek lain. Misalnya desain
rumah/restoran, serta simbul-simbul budaya setempat.
Kuliner atau segala sesuatu yang menyangkut dapur dan
masakan, menurut Greg Richards, peneliti cultural tourism dari Tilburg
University Netherlands, bukan hanya
pusat tourist experience, tetapi juga karena keahlian memasak menjadi sumber penting dalam pembentukan
identitas, terutama dalam masyarakat
postmodern. Encyclopedia Britannica (2000) mendefinisikan keahlian memasak
sebagai: 'seni memilih, menyiapkan, melayani, dan menikmati makanan enak.'
Pada 1998 lalu, Donna R. Gabaccia menulis buku dengan
judul We are what we eat : ethnic food and the making of Americans. Dalam
pandangan Richards, makna makanan bukan sekadar fisik. Makanan juga menyiratkan
makna emosional. Ketika seseorang memilih makanan, secara tidak langsung dia
mengidentifikasi dirinya dengan sejenis makanan tertentu.
Seperti yang dikatakan Giddens (1990) dan Bauman (1997),
modernisisasi telah meningkatkan rasa
ketidakamanan sosial dan pribadi. Dengan disintegrasi struktur makna
yang selama ini dianggap mantap, seseorang kini berusaha mencari sumber
identitas baru yang menyediakan keamanan. Seperti yang dikatakan Hewison
(1987), warisan dan nostalgia
menyediakan sumber yang kaya tanda-tanda identitas, terutama di sektor
pariwisata.
Makanan juga menjadi faktor penting dalam pencarian
identitas. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Karena itu tidak
mengherankan bila makanan menjadi salah satu penanda identitas yang paling
luas. We are what we eat maknanya bukan sekadar dalam koridor fisiologis,
tetapi merambah ke ranah sensasi psikologis dan sosiologis. Setiap usaha mengubah
kebiasaan makan, dipandang sebagai sebuah serangan terhadap identitas nasional,
regional atau pribadi.
Di Gresik misalnya, ada tradisi cangkruk atau
nongkrong di warung kopi sambil ngobrol
ngalor ngidul. Tradisi ini sudah berlangsung puluhan tahun dan hingga kini
bertahan, bahkan berkembang. Tak heran
di Gresik kini terdapat ratusan bahkan ribuan warung kopi. Di beberapa sudut jalan kampung di beberapa
ruas jalan di Gresik, Anda akan menemukan kerumunan orang-orang - biasanya
laki-laki – beragam usia, mulai dari remaja hingga kakek-kakek. Mereka
duduk-duduk atau nongrong di warung kopi yang biasanya di ujung jalan kampung
atau di pinggir jalan sementara di sebelahnya berjejer motor dari segala merk
yang di parkir di pinggir jalan. Cangkruk, jagongan atau kongkow sambil ngopi
dan makan ketan tambah koyak kelapa dan bali atau semur belut di warung kopi
ini yang dilakukan tanpa ada janjian
(appointment) dulu dengan sebagai partner cangkruk ngobrol itu tak akan Anda
jumpai di tempat di belahan lain di
dunia ini.
Bagi warga luar Gresik, melihat kebiasaan ngopi
masyarakat Kota Pudak itu, terutama ngopi pukul 09.00 hingga pukul 12.00,
mungkin memunculkan penilaian bahwa warga Gresik malas. Dimaklumi karena siklus
hidup kebanyakan orang Gresik yang menggantungkan hidupnya sebagai pekerja home
industry ini memang berbeda dengan pekerja lainnya di luar Gresik. Siklus
normal adalah pagi hingga sore bekerja, malam istirahat, tidur. Sementara itu
warga Gresik baru tidur setelah salat Subuh.
Makanan memang merupakan sarana untuk mendukung
identitas. Yang dimakan seseorang dengan cara mereka mencerminkan budaya mereka.
Beberapa umat Katolik menghindari makan daging pada Jumat, sebagai tindakan
penyesalan, dan makan ikan. Jepang sangat mencintai ikan mentah. Sebagian orang
China mengkonsumsi anjing dan monyet. Umat Islam dan Yahudi tidak memakan
daging babi. Orang Hindu tidak memakan daging sapi. Orang Prancis makan kodok,
siput, kuda dan daging mentah. Arab memakan daging unta dan minum susu unta.
Aborigin makan belatung. Yunani minum susu domba. Beberapa suku-suku Afrika
minum darah. Suku Indian Yanamamo di Amerika Selatan memakan kutu yang dimasak
segar dan serangga goreng (Leigh 2000: 10).
Indonesia memiliki kekayaan kuliner yang luar biasa.
Bulan puasa lalu, saya iseng membrows internet mencari kuliner khas Gresik,
sebuah kabupaten tetangga Surabaya. Hasilnya mengejutkan, ada sekitar 20an
jenis kuliner mulai dari krawu, sego romo, obosh, gule kacang ijo, otak-otak
bandeng, harisha, srawut, jumeneg, dan sebagainya. September lalu, dua hidangan khas Indonesia,
rendang dan nasi goreng, masuk dalam jajaran teratas daftar makanan paling
lezat di dunia. Ini berdasarkan survei para pemerhati stasiun berita CNN, yang
dimuat di laman CNNGo. Survei itu dihimpun melalui akun CNN di laman jejaring
sosial Facebook.
Kepopuleran rendang, yang ada di urutan pertama, disusul
nasi goreng mengalahkan Massaman curry asal Thailand yang sebelumnya
ditasbihkan jadi makanan paling enak di muka bumi. “Setelah menjaring lebih dari 35.000 suara,
makanan paling enak di dunia bukan Massaman curry, yang kami sarankan, tapi
hidangan daging berbumbu yang pedas dari Sumatera Barat,” demikian hasil survei
yang dimuat situs CNN, 7 September 2011. Makanan asal Indonesia lainnya, sate,
juga masuk dalam daftar. Di urutan 14. Meski menjadi raja, jumlah makanan
Indonesia kalah dengan asal Thailand — yang genjar mempromosikan wisata,
termasuk kuliner, dengan dukungan maksimal dari pemerintah.Mengamati itu,
kenapa kita tidak membangun nation brand melalui kuliner?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar