Dewasa ini semakin
banyak pilihan media atau contact point yang bisa digunakan dalam program
marketing communications. Bagaimana memilih contact point yang membuat program
marcomm efektif, tergantung pada jenis pasar produk dan siklus hidup produk.
Apalagi?
Komunikator pemasaran selalu dihadapkan pada persoalan
penentuan tanggapan yang diharapkan dari audiens. Yang berlaku umum selama ini
adalah pemasar mungkin menginginkan tanggapan kognitif (cognitif), pengaruh
(affective), dan perilaku (behavior). Artinya, pemasar mungkin ingin memasukkan
sesuatu ke dalam pikiran konsumen, mengubah sikap konsumen, atau mendorong
konsumen untuk bertindak.
Proses ini mengasumsikan bahwa pembeli melewati tahap
kognitif, pengaruh dan perilaku sesuai dengan urutan tersebut. Namun bagaimana yang sebenarnya terjadi tergantung
pada tingkat keterlibatan konsumen. Misalnya, urutan
mempelajari-merasakan-melakukan cocok jika audiens sangat terlibat dengan suatu
kategori produk yang memiliki diferensiasi yang tinggi, misalnya dalam
pembelian mobil.
Urutan lainnya,
melakukan-merasakan-mempelajari relevan jika audiens memiliki keterliban yang
tinggi tetapi menganggap tidak ada atau sedkit diferensiasi dalam kategori
produk itu, misalnya dalam pembelian lebar aluminium. Lainnya adalah urutan
mempelajari-melakukan-merasakan yang relevan jika audiens memiliki keterlibatan
yang rendah dan menganggap hanya ada sedikit diferensiasi dalam kategri produk
itu, misalnya dalam pembelian garam.
Setelah
menentukan tanggapan yang diinginkan dari audiens, komunikator selanjutnya
mengembangkan pesan yang efektif. Idealnya, suatu pesan harus menarik perhatian
(attention), mengembangkan ketertarikan (interest), membangkitkan keinginan
(desire), dan menggerakkan tindakan (action).
Intinya, dalam
menyusun program komunikasi yang
efektif, aspek terpenting adalah memahami proses terjadinya respon dari
konsumen. Misalnya dalam hal konsumen melakukan pembelian suatu produk, maka
diperlukan pemahaman mengenai usaha promosi yang dapat mempengaruhi respon
konsumen tersebut.
Belakangan banyak
perusahaan yang menyadari kuatnya pengaruh dari “faktor ucapan” atau “perkataan
dari mulut ke mulut” yang berasal dari saluran pakar dan sosial. Mereka mencari
berbagai macam cara untuk mendorong saluran-saluran agar memberikan rekomendasi
terhadap produk dan merek jasa mereka. Ini karena pada umumnya, pembeli mencari
informasi yang banyak dan mencari informasi di luar media masa guna memperoleh
rekomendasi dari pakar atau kenalan sosialnya. Perilaku pembelian seperti ini
umumnya berlaku untuk produk yang mahal, berisiko, atau jang dibeli.
Selain itu, upaya
mencari rekomendasi juga dilakukan manakala konsumen ingin membeli produk yang
memberikan sesuatu yang berkaitan dengan status dan selera penggunanya. Disini
pembeli akan berkonsultasi dengan orang lain untuk menghindari rasa malu.
Itu sebabnya
beberapa perusahaan mengembangkan model di luar AIDA dengan menambahkan elemen search dan share ke dalam objective perencanaan komunikasi mereka. Search
berarti konsumen akan mencari informasi sebelum melakukan pembeli.. Sedangkan
share, konsumen bersedia merekomendasikan merek kepada orang lain manakala
mempunyai pengalaman yang memuaskan.
Pada pakar komunikasi
Elmo Lewis pada 1898 memperkenalkan konsep AIDA yang diterima secara luas
sebagai acuan para praktisi dalam menyusun sebuah rencana kampanye komunikasi.
Konsep ini attention atau awareness. Sebagai tahap awal sebuah program harus
menarik minat target audiens/attention mereka. Kedua, interest atau menarik minat target audiens. Ketiga, desire
sebagai tahap dimana target audience merasakan bahwa suatu program memenuhi hasrat
dan kebutuhannya. Keempat, action atau tahap dimana suatu program dapat
menimbulkan tindakan dari target audiens melakukan suatu tindakan yang
diharapkan si pengirim pesan.
Karena
perkembangan itu, agency Dentsu misalnya mengembangkan model AISAS (awareness,
interest, share, action, dan share) dalam menentukan tujuan komunikasi.”AISAS
lahir seiring berkembangnya WEB 2.0,” kata Tanadi Santoso, Presdir sekaligus
pemilik SAM Design. Menururt Tanadi, konsep ini benar-benar beda dengan
sebelumnya. Tanadi mengandaikan bahwa kalau dulu orang diceritakan akan
mendengarkan, tapi sekarang mereka akan ikut bicara. Semua orang saat ini
berpartisipasi dalam komunikasi. ”Sebagai marketer kita yang harus mengarahkan
agar bisa menciptakan image positif bagi brand,” kata Tanadi.
Dengan memahami
proses tersebut, pemasar dapat melakukan tugas perencanaan komunikasi secara
lebih baik. Misalnya, seperti diketahui, internet kini menjadi sumber penting
bagi konsumen yangingin mendapatkan informasi tentang suatu produk. Karena itu,
beberapa merek kini mulai masuk ke Google atau Yahoo. Dengan kata lain, kini
banyak merek yang memanfaatkan fasilitas search engine optimalization (SEO),
agar ketika konsumen mencrai informasi melalui Google misalnya informasi tentang
mereknya muncul dalam pencarian itu.
Media yang
dipergunakan oleh praktisi public relations juga makin luas dengan adanya
praktek social media release, video news release (semisal melalui Youtube) dan
sebagainya. Melalui media-media tersebut pesan tidak disapaikan secara monolog
tapi memunginkan terjadinya dialog karena tersedianya fasilitas komentar, hak
jawab dan sebagainya. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar