From Communications Tactics
To Brand-Building Strategy
Berbeda dengan
"inside-out" yang menekankan pada kriteria efisiensi biaya,
pendekatan outside-in berputar di sekitar orientasi konsumen. Ini
mengimplikasikan, sebelum melakukan kegiatan, marketer memulai dengan
mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang kehidupan dan kebiasaan gaya
hidup konsumen yang ditarget.
Butuh usaha ekstra untuk menuju SD Filial Tanak Petak Daya,
Desa Loloan, Kecamatan Bayan, Lombok Utara. Jalan berlubang dan penuh genangan
membuat kendaraan roda empat berjuang keras. Enam penumpang kenaraan tersebut
terpaksa turun dan jalan kaki menyeberangi jalan yang tertutup air dan
berlumpur itu.
Namun, kondisi itu tak menyurutkan enam staf TNT Express
Indonesia dan World Food Programme (WFP) mencapai SD yang jaraknya setengah jam
perjalanan dari Senaru (pusat wisata di kaki Gunung Rinjani). Di sekolah yang
dinding bangunannya terbuat dari anyaman bambu yang sudah bolong-bolong dan
atap rumbia itu mereka menyerahkan bantuan pangan.
Tak banyak yang disampaikan hari itu. Ada lima keping
biskuit yang sudah diperkaya dengan gizi tinggi, buku, bola, dan kaos. “Sudah
tiga bulan program bantuan ini dilakukan,” kata Andry Adiwinarso, Country
Director Sales & Marketing TNT Express. Hasilnya, dari tujuh anak yang
mengalami “kurang” gizi tiga bulan lalu, kini tinggal seorang.
Itu baru di satu SD. Sejak lima bulan lalu, TNT Express
bekerjasama dengan WFP memang giat melakukan program perbaikan gizi di Lombok.
Selain memberi bantuan pangan, TNT Express juga menggalang kerjasama masyarakat
untuk membangun check dam di Desa
Pangengat, Lombok Tengah. Dalam pembangunan dam yang diperkirakan bisa mengairi
65 hektar sawah ini TNT memberikan bantuan berupa beras. Beras ini kemudian
dibagikan kepada masyarakat sebagai upah kerja mereka ikut membangun dam.
Lho, apa hubungannya antara kurang gizi dan aktivitas bisnis
TNT yang bergerak di jasa logistik? “Filosofi bisnis kami adalah transfer
pengetahuan, dukungan di lapangan, kesadaran dan pengumpulan dana serta
tanggung jawab yang lebih,” kata Andry. Transfer pengetahuan misalnya dengan
mengirim staf ahli ke lokasi WFP di seluruh dunia – salah satunya ke Vietnam --
untuk memberikan pelatihan kepada staf WFP. Untuk dukungan di lapangan, TNT
terlibat dalam operasi WFP di berbagai lokasi bantuan terutama mengatur jalur
logistik. ”Saat terjadi bencana tsunami di Aceh misalnya, pesawat kita yang
pertama mendarat di lapangan udara Aceh dengan membawa bantuan untuk para
korban,” kata Andry.
Selintas, kegiatan itu tak ada hubungannya dengan
pembangunan merek. Namun bila ditelisik, kepiawaian TNT memanfaatkan contact
point membuat gaung kegiatan itu “didengar” target market TNT. “Kami memang
business to business. Karena itu kegiatan above
the line tak banyak. Yang kami
lakukan ya seperti ini,” kata Andry sambil sesekali memonitor BlackBerry dan
iPhone-nya.
Melalui gadjet
itu, Adry dan tim-nya terus mengkomunikasikan aktivitas sosialnya di Lombok ke
teman-teman dan rekan bisnis. Dengan kata lain, Andy mencoba memanfaatkan semua
contact point untuk mengkomunikasikan kegiatan sosial TNT hari itu ke semua
rekan bisnisnya. ”Nah...ini ada komen,” katanya saat membaca komen rekan
bisnisnya yang dikirim via gadjetnya.
Sepanjang tahun
1990-an, telah terjadi perubahan signifikan di industri periklanan dan
marketing communications. Pada garis terdepan ditandai dengan kemunculan,
pengembangan, dan penerapan pendekatan periklanan dan komunikasi pemasaran
"terintegrasi". Ciri yang membedakan integrated marketing
communications (IMC) dengan komunikasi lainnya, menurut Shimp (2002: 24),
adalah; komunikasi terpadu bertujuan untuk mempengaruhi perilaku, berawal dari
pelanggan dan calon pelanggan, menggunakan satu atau segala cara untuk
melakukan “kontak’, berusaha menciptakan sinergi dan menjalin hubungan.
Mempengaruhi perilaku berarti komunikasi pemasaran harus
melakukan lebih dari sekadar mempengaruhi kesadaran merek atau memperbaiki
perilak konsumen terhadap merek. Sebaliknya, kesuksesan IMC membutuhkan
usaha-usaha komunikasi yang diarahkan kepada peningkatan beberapa bentuk respon
berupa perilaku konsumen. Untuk mencapai tujuan itu, perusahaan harus mengenali
karakter dan kebutuhan pelanggan dan calon pelanggannya.
Kemudian bagaimana pesan dari IMC itu disampaikan,
perusahaan menggunakan seluruh bentuk komunikasi dan seluruh “kontak” yang
menghubungkan merek atau perusahaan dengan pelanggan, sebagai jalur penyampai
pesan yang potensial. Yang dimaksud “kontak” disini adalah segala jenis media
penyampai pesan yang dapat meraih pelanggan dan menyampaikan ymerek yang
dikomunikasikannya melalui cara yang mendukung.
Semua elemen komunikasi tersebut (iklan, tempat pembelian,
promosi penjualan, event, dan lain-lain) harus berbicara dengan satu suara.
Disini koordinasi merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan citra
merek yang kuat dan utuh, serta dapat membuat konsumen melakukan aksi.
Akhirnya, pembinaan hubungan adalah kunci dari terjalinnya hubungan antara
merek dan planggannya.
Sejak beberapa tahunlalu, IMC telah mengubah praktik
periklanan dengan memperluas definisi iklan, memfasilitasi perubahan signifikan
dalam anggaran komunikasi pemasaran dan promosi, peningkatan penekanan pada
akuntabilitas, dan mendorong permintaan untuk teknologi komunikasi baru dan
interaktif.
Meskipun pendekatan yang terintegrasi untuk komunikasi
pemasaran telah mengharuskan perubahan di semua fungsi utama dari sebuah iklan,
pengaruh yang paling terlihat dan mendalam adalah pada makin seringnya
melibatkan media dan praktek pengiriman pesan. Secara konseptual, jika tidak
operasional, adopsi perspektif IMC meningkatkan pentingnya pengambilan
keputusan tentang media yang digunakan.
Ini memberi gambaran bahwa sejak IMC diperkenalkan, semakin
banyak pemasar telah menggantikan pendekatan "inside-out" ke
pendekatan pengambilan keputusan media
"outside-in". "Inside-out" merupakan pendekatan yang
lebih mengutakan identifikasi dan memilih saluran media dan kendaraan yang
scara kuantitatif memberikan dampak kepada jumlah orang (audiense) terbesar
dengan biaya per seribu orang terendah. Ini merupakan karakter dari pendekatan
yang menggunakan media massa tradisional.
Berbeda dengan "inside-out" yang menekankan pada
kriteria efisiensi biaya, pendekatan outside-in berputar di sekitar orientasi
konsumen. Ini mengimplikasikan, sebelum melakukan kegiatan, marketer memulai
dengan mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang kehidupan dan kebiasaan
gaya hidup konsumen yang ditarget.
Dengan demikian, mereka tidak berusaha untuk memaksimalkan
jangkauan dan frekuensi dalam anggaran yang sudah ditentukan. Tujuan utamanya
adalah pencocokan media dan saluran pengiriman pesan dengan gaya hidup kelompok
sasaran dan kebiasaan konsumsi. Dengan kata lain, konsep ini berasumsi bahwa
mencapai "orang yang tepat" adalah lebih penting daripada mencapai
sejumlah besar orang yang kemungkinan belum tentu memberikan respon positif.
Dalam perencanaan media misalnya, pendekatan
"outside-in " iklan dan komunikasi pemasaran telah melahirkan minat
dalam model dan kerangka kerja media yang mencoba untuk menghubungkan informasi
tentang pemirsa yang ditarget dengan
data penggunaan media. Tidak hanya model-model seperti biasanya yang
menghasilkan konseptualisasi media yang lebih luas (yaitu, sistem pengiriman
pesan vs saluran media), kerangka IMC mengidentifikasi empat elemen yang sering
membedakan pola berpikir berdasarkan konsep IMC, yakni perencanaan media yang
mencakup banyak media dan kendaraan; penggunaan database konsumen untuk memandu
perencanaan dan pemilihan media; lebih paa penggunaan individu, ketimbang
kelompok, informasi konsumen untuk memandu pengambilan keputusan tentang media;
dan lebih menekankan pada pengukuran perilaku untuk mengevaluasi media dan
saluran pengiriman pesan.
Titik pusat untuk mencapai “terpadu” atau pendekatan
"outside-in " untuk menyeleksi media dan pengambilan keputusan adalah
gagasan tentang mencari peluang terbaik untuk berbicara dengan konsumen yang
ditarget dengan cara dan waktu yang mereka inginkan.
Menurut Schultz (1994), pemasar dan pengiklan harus belajar
untuk menggunakan semua bentuk komunikasi yang, pertama, relevan dan kedua,
diantara semua bentuk komunikasi yang relevan itu mana yang paling memungkinkan
konsumen menerimanya. Salah satu kesalahan terbesar di bidang media adalah
hal-hal seperti biaya per seribu orang yang mampu dicapai. Sebab hal ini tidak
membuat perbedaan tentang bagaimana Anda dapat menyampaikan pesan secara murah.
Cara itu tidak menjawab problem utama komunikasi yang efektif, yakni tentang apakah
konsumen benar-benar mendapatkannya, kapan mereka benar-benar bisa menerima
pesan? Dan kapan pesan itu bisa diterima sehingga penerima pesan benar-benar
merasa bahwa pesan yang diterimanya itu relevan?”
Dari gambaran itu, inti dari pendekatan "outside-in"
dalam perencanaan dan pengambilan keputusan media adalah konsep "brand
contact". Konsep ini -- yang mengasumsikan bahwa saluran distribusi,
lingkungan pemasaran, dan publisitas produk sebagai media yang penting dan
relevan dalam dalam perencanaan – memaksa manajer dan perencana media untuk
mengambil peran baru dan memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu
membuat dan mengelola komunikasi merek secara total.
Beberapa pemerhati pemasaran dan komunikasi pemasaran telah
memberikan beberapa contoh bagaimana sebuah konsep brand contact dapat
digunakan oleh pemasar dan pengiklan. Penggunaan konsep yang produktif dan
efisien, mengasumsikan bahwa pemasar dan perencana media memiliki kemampuan
untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menilai berbagai cara konsumen
berinteraksi dengan merek.
Tantangannya adalah, pertama, bagaimana pemasar dan
perencana media memanfaatkan brand contact tersebut. Kedua, kemampuan untuk
mengidentifikasi beberapa peluang paling signifikan yang muncul.
Tantangan-tantangan dan peluang yang kemudian digunakan untuk mencapai tujuan.
Ketiga - mengajukan rekomendasi untuk mengembangkan dan memanfaatkan brand contact secara lebih efektif.
Lombok, 26 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar