Bagaimana respon bawah sadar konsumen terhadap
kemasan? Berikut adalah sebagian dari hasil studi yang dilakukan Dr. AK
Pradeep – pakar neuromarketing – seperti yang diungkapkan dalam buku The
buying brain: secrets for selling to the subconscious mind (John Wiley & Sons, Inc., 2010)
Sebuah kemasan,
khususnya untuk produk konsumsi, merupakan salah satu media komunikasi yang
penting. Di dalam kemasan, menurut Shimp (2000), ada suatu tendensi yang
disebut dengan pemindahan sensasi. Disini suatu kemasan pada dasarnya
mengkomunikasikan makna suatu merek melalui beragam komponen simbolik seperti
warna, desain, bentuk, ukuran, material fisik, serta informasi dalam label.
Kemasan dapat
menyampaikan pesan mengenai produk, brand, kategori produk, tipe konsumen,
maupun keuntungan yang ditawarkan oleh produk. Kemasan juga mampu menyampaikan
pesan terselubung. Sebagai contoh, warna, bentuk, ukuran, dan tekstur dapat
menimbulkan kesan mewah (emboss, foil, atau kertas yang tidak biasa). Kemasan
transparan, bentuk struktur yang tidak biasa, atau kemasan yang dapat digunakan
kembali (botol, tabung kaca, atau kotak) juga memberikan pesan yang berbeda.
Oleh karena itu
pemasar lebih banyak menggunakan kemasan untuk menegaskan diferensiasi merek
yang tidak bisa dicerminkan hanya oleh ciri-ciri fisik produk semata. Dalam
sebuah kemasan terdapat informasi mengenai bentuk fisik produk, label dan
sisipan (instruksi detail dan informasi keamanan untuk produk yang komplek atau
berbahaya yang terkandung dalam obat atau mainan) yang dapat digunakan konsumen
untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai suatu produk tertentu
yang ingin digunakannya.
Label merupakan
bagian dari kemasan dan mengandung suatu informasi tentang produk yang tercetak
pada kemasan. Dalam label konsumen dapat menemukan informasi mengenai nama
produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan
alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah yang
bersangkutan; tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa, klaim nutrisi terutama
untuk produk kesehatan, petunjuk penggunaan, dan keterangan lain untuk kondisi
spesial dan cara penggunaan, serta keterangan tentang halal.
Untuk sebuah
produk yang dijual, seorang desainer harus mengetahui produk tersebut dengan
sangat baik. Desainer harus memahami dengan baik akan kebutuhan, selera,
kesukaan, daya beli, dan kebiasaan membeli dari konsumen. Desainer juga harus
mengetahui kebutuhan dan masalah dari klien. Ambil contoh dari sisi gender. Disini ada perbedaan nyata antara motif
lelaki dan perempuan ketika berbelanja di sebuah toko.
Bagi laki-laki,
landmark di lingkungan terdekat adalah komponen penting dari pengalaman
berbelanja. Sementara itu
untuk pembelanja perempuan, konteks keseluruhan merupakan hal-hal yang lebih
penting. Kedua fakta ini menjadi alasan mengapa kemasan yang efektif tidak
hanya inti bagi pemasaran produk berhasil. Yang juga perlu dipikirkan oleh
pemasar adalah bagaimana pengaturan produk tersebut di dalam rak sebuah toko.
Masalah
pemasaran, tingkat persaingan, dan jumlah budget yang dimiliki klien juga harus
menjadi pertimbangan dalam merencanakan sebuah proyek desain. Sebab pada
dasarnya, sebuah kemasan
tidak pernah sendirian. Ia akan selalu dikelilingi oleh kemasan-kemasan yang
lain, biasanya dari produk sejenis/ kompetitor. Oleh karena itu, penting untuk
terlebih dahulu membandingkan kemasan-kemasan kompetitor tersebut dengan
kemasan yang dimiliki klien.
Di sisi lain,
”tantangan untuk menghasilkan desain kemasan yang progresif terletak pada
penghindaran biaya yang tinggi untuk mampu menghasilkan yang kemasan terbaik
bagi dari segi bahan maupun desainnya,” kata Suhardi Gunawan, Direktur PT Arisu
Graphic Prima. Sebab bila harga kemasan terlalu tinggi, maka beban biaya yang
harus ditanggung konsumen juga semakin tinggi.
Bila kemasan
dianggap sebagai stimuli, terdapat dua karakteristik penting yang turut
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kemasan. Pertama, kemampuan konsumen
membedakan stimuli, dan kedua, kemampuan menggeneralisasi dari satu stimulus
kepada stimulus yang lainnya. Umumnya konsumen yang loyal akan lebih mampu
mengenali perbedaan-perbedaan kecil dalam karakteristik produk berbagai merek.
Namun secara umum, kemampuan konsumen untuk membedakan ciri-ciri indrawi
seperti rasa dan perabaan bisa dikatakan sangat rendah.
Menurut
penelitian AK Pradeep seperti yang diungkapkan dalam buku The buying brain: secrets for selling to the subconscious mind (John
Wiley & Sons, 2010), otak pada dasarnya selalu mencari dan lebih menerima
sesuatu yang baru, selain tentu saja mencari sesuatu yang akrab. Karena itu,
ketika Anda melihat banyak merek, produk, dan kemasan di sepanjang salah satu
lorong supermarket rata-rata monoton atau tidak ada yang menonjol, Anda tidak
akan menemukan sesuatu yang baru. Pada sisi Anda sebagai pemasar, ini merupakan
peluang karena Anda akan dirangsang untuk mencipatakan desain kemasan yang
mencolok.
Sedapat mungkin,
kemasan memang harus tampil menarik agar mampu menarik perhatian calon konsumen.
Untuk itu dibutuhkan strategi kreatif yang merupakan konsep dan penerapan
desain kemasan berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil riset seluruh
aspek pemasaran untuk memaksimalkan daya tarik visual. Setelah strategi kreatif
diterapkan proses pengerjaan bisa dimulai, mencakup penerapan unsurunsur
visual yang akan
diterapkan ke dalam halaman kemasan.
Beberapa hal yang
dapat dilakukan mengenai strategi kreatif ini adalah dengan memodifikasi
sisi-sisi tertentu dari suatu produk. Warna misalnya. Pada dasarnya warna
memiliki kemampuan mengkomunikasikan banyak hal kepada konsumen. Studi yang
dilakukan Pradeep mengkonfirmasikan bahwa warna kemasan memiliki dampak yang
mirip mirip dengan bagaimana musik dampak otak.
Warna, seperti
musik, tampaknya memberikan tanggapan emosional yang tidak diartikulasikan.
Sebagai contoh, warna merah kerapkali digambarkan sebagai keaktifan,
merangsang, energik, dan penuh vitalitas.
Studi terhadap
pelacakan mata menunjukkan bahwa pembeli tidak pernah melihat dua-pertiga
produk di rak. Pada kondisi ini konsumen melihat warna jauh lebih cepat
daripada melihat bentuk atau rupa. Berbagai studi menunjukkan bahwa ketika
seorang pengunjung toko melewati suatu rak pajang produk, warnalah yang pertama
kali terlihat. Dengan daya pantul tinggi – ditambah kekontrasan terhadap
warna-warna pendukung lainnya, warna akan lebih terlihat dari jarak jauh.
Karena itu, permainan
warna dalam menciptakan suatu desain kemasan sangat direkomendasikan, karena
memilik daya tarik dan dampak yang lebih besar.
Blocking warna merupakan strategi yang sangat ampuh untuk menciptakan
kontras visual dan pengenalan merek. Secara khusus, studi yang dilakukan
Pradeep menemukan bahwa blocking warna berperan sangat penting untuk produk
atau merek baru yang lebih kecil dengan
facings terbatas.
Elemen kedua dari
sebuah kemasan adalah desain dan bentuk Desain merujuk pada pengorganisasian
berbagai elemen dalam kemasan. Desain kemasan yang efektif memungkinkan
terjadinya pergerakan mata yang sehat dan menyediakan titik
fokus bagi konsumen. Pradeep
menemukan bahwa menempatkan gambar, ikon, semantik, dan elemen branding dalam
suatu pola secara alami memfasilitasi pandangan dalam bentuk kurva lebih uggul
ketimbang dalam pola lurus.
Dengan kata lain,
ketika unsur-unsur kreatif yang sama diatur dalam pola lengkung, kemasan
mencapai respon tinggi dibandingkan dengan
kemasan yang memiliki elemen branding yang diatur dalam pola linier.
Pradeep juga menemukan bahwa unsur-unsur
branding yang diatur sedemikian rupa sehingga merangsang gerakan mata searah
jarum jam lebih efektif dari pada pengaturan elemen sama yang merangsang
gerakan mata berlawanan.
Bentuk juga
membangkitkan berbagai emosi tertentu dan memiliki konotasi spesifik. Suatu
bentuk kemasan berpengaruh pada penampilan volume kotak kemasan. Secara
umum, bila dua kemasan memiliki volume sama tapi bentuk berbeda , bentuk
kemasan yang lebih tinggi akan dipersepsikan konsumen memiliki isi yang lebih
banyak. Selain itu, studi yang dilakukan Pradeep, menemukan bahwa bentuk
kemasan menciptakan lebih dari sekadar daya tarik visual sederhana. Bentuk
kemasan juga dapat memperkuat kecenderungan alami otak untuk mensimulasikan
seseorang memegang kemasan tersebut dan menikmati produk
Hal adalah merek
atau logo. Identitas suatu produk sangat diperlukan. Hal ini untuk membedakan kemasan yang kita buat
dengan kemasan yang lain. Tujuan lain dengan adanya merek atau logo adalah
mengenalkan produk kita kepada masyarakat dalam bentuk nonproduk. Misalnya
dalam pamflet, spanduk dan alat komunikasi yang lain. Dengan adanya
simbol-simbol dalam merek atau logo, maka masyarakat akan cepat mengenali
produk kita. Membuat sebuah logo hendaknya yang simple, yang menggambarkan ciri
khas, mudah untuk dijelaskan, menggugah, mengandung keaslian dan tidak mirip
dengan logo-logo produk lain.
Selain itu, ilustrasi
merupakan salah satu unsur penting yang sering digunakan dalam komunikasi
sebuah kemasan karena sering dianggap sebagai bahasa universal yang dapat
menembus rintangan yang ditimbulkan oleh perbedaan bahasa kata-kata. Ilustrasi,
dalam hal ini termasuk fotografi, dapat mengungkapkan suatu yang lebih cepat
dan lebih efektif daripada teks. ”Imej dan ikon dalam sebuah kemasan
menyediakan oasis emosional,” tulis Pradeep.
Dia mencatat
bahwa imej yang muncul biasanya adalah yang konsumen telah lihat sebelumnya.
”Kami menemukan bahwa kemasan yang mewakili adegan, gambar, atau ikon yang
ditampilkan dalam iklan TV telah beresonansi sangat baik di pikiran konsumen
pikiran.” Sebuah
contoh klasik dari fenomena ini adalah wajah yang ditampilkan
pada kemasan yang
juga ditampilkan di TV. Ini mengingatkan konsumen ke sesuatu yang mereka telah
lihat sebelumnya, membawa gelar keakraban implisit dengan paket, bahkan jika
keakraban yang tidak diakui secara sadar.
Elemen kemasan
lain yang juga penting adalah tipografi. Dala konteks ini, teks pada produk
media merupakan pesan kata-kata, digunakan untuk menjelaskan produk yang
ditawarkan dan sekaligus mengarahkan sedemikian rupa agar konsumen bersikap dan
bertindak sesuai dengan harapan produsen. Type huruf harus disesuaikan dengan
tema dan tujuan dari produk itu sendiri. Maka disinilah diperlukan kejelian
dalam memilih huruf atau font yang sesuai atau menjiwai dari produk tersebut.
Yang menarik, temuan
Pradeep menunjukkan struktur font memainkan peran penting dalam kecenderungan
pop-out sebuah kemasan. Paket yang menarik, unik, atau "funky" font
menyampaikan rasa imajinasi dan rasa dari produk. Di sisi lain, terlalu sering
menggunakan font bisa menciptakan kekacauan dan mematikan perhatian dan
keterlibatan emosional. Akhirnya, arah font dalam sebuah teks di kemasan dapat
menjadi penting. Ini karena mata dan otak biasanya memandang hal-hal dari tepi
luar ke tengah. Mereka kurang memberi perhatian pada hal-hal yang bergerak dari
pusat ke tepi luar.
Lalu harus
bagaimana? Intinya, dalam merumuskan strategi desain, desainer harus memberi
perhatian pada pesan sebuah kemasan untuk disampaikan pada konsumen yang
potensial. ”Untuk mengembangkan kemasan yang baik, perlu dicari sebuah ide
besar,” Daniel Surya -- Juri Packaging Award 2010.
Design yang murah
tetapi menarik bisa saja dilakukan. Asalkan dalam membangun konsep brand design
harus diperhatikan: mulai membangun konsep brand atau produk yang berbeda dan
relevan dengan konsumen. menentukan pasar yang yang tepat bagi konsep brand
atau produk yang tepat. Bagaimana komunikasi brand nantinya juga sudah harus
dipikirkan dan buatlah design yang sesuai. ”Bagi saya konsep murah dalam segi
pembuatan tapi nanti jeblok di pasar itu merupakan pemborosan.,” kata Daniel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar