Makanan merupakan sarana
untuk mendukung identitas. Yang dimakan seseorang dengan cara mereka
mencerminkan budaya mereka. Indonesia memiliki banyak ragam kuliner, dua
diantaranya diakui sebagai paling enak. Lalu kenapa Indonesia tidak menadikannya
sebagai alat untuk nation branding?
Hari-hari
ini, dunia terlibat dalam persaingan sengit untuk berebut sumber
daya, relokasi bisnis, investasi asing, pengunjung dan penduduk. Dalam
dunia perdagangan yang semakin liberal, strategi harus berkonsentrasi
menghasilkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Dalam konteks ini, Kotler
(2002, p.253), menekankan pentingnya suatu negara untuk menciptakan
sumber keunggulan
bersaing.
Dalam
menciptakan keunggulan bersaing tersebut, pola lama mungkin masih diperlukan
meski harus direhabitalisasi karena bisa jadi yang lama itu menjadi makin
kurang efektif di lingkungan yang semakin demokratis seperti sekarang ini. Dengan
kata lain, globalisasi telah mengubah permainan, dan maraknya media social
membuat permainan itu berubah lagi.
Secara historis, negara-negara yang hanya memperhatikan pasar dalam negeri, terbelenggu oleh keterbatasan pasar, pariwisata, dan ekspor yang hanya mengandalkan produk tradisional untuk pasar tradisional. Di sisi lain, bila mereka ingin masuk ke pasar global, mereka harus memperhatikan keunggulan bersaingnya. Terkait dengan konsep keunggulan kompetitif bangsa, pakar strategi bersaing, Michael Porter mengatakan bahwa kemakmuran nasional itu dibuat, tidak diwariskan. Bila kita berpegang pada paradigm itu, maka keunggulan kompetitif suatu negara merupakan kapasitas suatu negara untuk menarik perusahaan (baik lokal maupun asing) menggunakan negara tersebut sebagai platform berbisnis. Yang lebih penting lagi, kapasitas tersebut seyogyanya memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan bangsanya.
Menurut Kotler (2002, p.253), banyak alasan yang membuat negara-negara harus mengelola nation brand mereka sehingga bisa menarik wisatawan, pabrik, perusahaan, dan sebagainya. Kemajuan pesat globalisasi mengharuskan setiap negara, kaya atau miskin, bersaing dengan negara lain berebut pangsa konsumen dunia, wisatawan, investor, mahasiswa, pengusaha, olahraga internasional dan acara budaya, perhatian dan rasa hormat media internasional, pemerintah, dan rakyat negara lain (Anholt, 2007), orang-orang berbakat serta mencari pasar untuk ekspor mereka.
Secara historis, negara-negara yang hanya memperhatikan pasar dalam negeri, terbelenggu oleh keterbatasan pasar, pariwisata, dan ekspor yang hanya mengandalkan produk tradisional untuk pasar tradisional. Di sisi lain, bila mereka ingin masuk ke pasar global, mereka harus memperhatikan keunggulan bersaingnya. Terkait dengan konsep keunggulan kompetitif bangsa, pakar strategi bersaing, Michael Porter mengatakan bahwa kemakmuran nasional itu dibuat, tidak diwariskan. Bila kita berpegang pada paradigm itu, maka keunggulan kompetitif suatu negara merupakan kapasitas suatu negara untuk menarik perusahaan (baik lokal maupun asing) menggunakan negara tersebut sebagai platform berbisnis. Yang lebih penting lagi, kapasitas tersebut seyogyanya memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan bangsanya.
Menurut Kotler (2002, p.253), banyak alasan yang membuat negara-negara harus mengelola nation brand mereka sehingga bisa menarik wisatawan, pabrik, perusahaan, dan sebagainya. Kemajuan pesat globalisasi mengharuskan setiap negara, kaya atau miskin, bersaing dengan negara lain berebut pangsa konsumen dunia, wisatawan, investor, mahasiswa, pengusaha, olahraga internasional dan acara budaya, perhatian dan rasa hormat media internasional, pemerintah, dan rakyat negara lain (Anholt, 2007), orang-orang berbakat serta mencari pasar untuk ekspor mereka.
Disinilah
pentingnya konsep nation branding, sebab jika nation brand suatu
negara tidak baik, mereka akan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan pangsa
pasar global mereka. Pasar
potensial mereka akan menganggap produknya sama buruk dengan image negaranya. Dalam
konteks ini, terdapat garis pembeda antara konsep nation branding dan nation
brand. Dimana perbedaannya? Seprti disebutkan, pada dasarnya, sebuah
negara memiliki citra merek, baik dengan atau tanpa nation branding. Setiap
negara memiliki nama dan image
yang unik di dalam pikiran orang di dalam dan luar negeri, sehingga
negara tersebut
memiliki brand.
Sebuah nation brand adalah keseluruhan persepsi
suatu bangsa dalam pikiran para pemangku kepentingan (stakeholder)
internasional.
Disini bisa saja terkandung beberapa elemen seperti orang,
tempat, budaya / bahasa, sejarah, makanan, fashion, wajah-wajah terkenal
(selebriti), merek
global dan sebagainya. Dengan demikian, ada atau tanpa upaya sadar
berupa nation branding, setiap negara memiliki image di benak pikiran audiens
internasional
secara atau lemah, jelas atau samar.
Nation branding pada dasarnya merupakan upaya untuk membuat suatu negara menjadi unik dan memastikan image-image unik tersebut menjangkau dan membenam di benak kelompok sasaran. Nation branding melibatkan promosi citra bangsa kepada audiens internasional untuk mendapatkan keuntungan bagi suatu negara baik politik, sosial dan ekonomi dan menciptakan keunggulan kompetitif.
Nation brand berfokus pada penerapan branding dan teknik komunikasi pemasaran untuk mempromosikan citra bangsa. Dengan menggunakan branding, nation brand mengkonfirmasi atau mengubah perilaku, sikap, identitas atau image dari suatu negara dengan cara yang positif. Namun demikian, nation branding berbeda dengan branding tradisional karena tidak ada produk atau jasa untuk dijual, tidak ada tujuan promosi yang sederhana. Tujuan nation branding adalah membuat orang melihat suatu negara sedikit berbeda dengan negara lainnya (Anholt, 2008).
Nation branding pada dasarnya merupakan upaya untuk membuat suatu negara menjadi unik dan memastikan image-image unik tersebut menjangkau dan membenam di benak kelompok sasaran. Nation branding melibatkan promosi citra bangsa kepada audiens internasional untuk mendapatkan keuntungan bagi suatu negara baik politik, sosial dan ekonomi dan menciptakan keunggulan kompetitif.
Nation brand berfokus pada penerapan branding dan teknik komunikasi pemasaran untuk mempromosikan citra bangsa. Dengan menggunakan branding, nation brand mengkonfirmasi atau mengubah perilaku, sikap, identitas atau image dari suatu negara dengan cara yang positif. Namun demikian, nation branding berbeda dengan branding tradisional karena tidak ada produk atau jasa untuk dijual, tidak ada tujuan promosi yang sederhana. Tujuan nation branding adalah membuat orang melihat suatu negara sedikit berbeda dengan negara lainnya (Anholt, 2008).
Nation branding bisa dikatakan tidak hanya
memusatkan pada upaya mempromosikan produk tertentu kepada pelanggan. Nation
branding memperhatikan keseluruhan image dari suatu negara, termasuk sejarah,
politik, ekonomi dan budaya. Suatu bangsa bukanlah suatu produk konvensional.
Nation brand menawarkan produk atau jasa yang tangible, melainkan sesuatu yang
mewakili dan mencakup berbagai faktor dan asosiasi, seperti tempat - geografi,
tempat wisata; sumber daya alam, produk-produk lokal; orang - ras, kelompok
etnis; sejarah; budaya; bahasa; dan sebagainya.(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar