Selain produk, strategi promo sangat menentukan dalam mendongkrak
pasar. Kuku Bima Ener-G misalnya. Iklan ya, tapi yang lebih penting adalah
pemilihan ikon. Promonya? Dia juga menggarap di tingkat retailer.
Tahun 2007 bisa ditasbihkan sebagai tahunnya para
brand-brand challenger. Simak bagaimana Yamaha Motor mempecundangi Honda.
Kemudian ada Kuku Bima Ener-G yang mulai menggerogoti pasar ExtraJoss, pembalut
wanita Softex yang mulai membayangi Laurier, minuman siap saji berasa jeruk
Alle-alle yang membuat market leader Frutang menjadi follower dan beberapa
merek lainnya termasuk Fatigon yang mulai menggeser Hemaviton.
Menariknya, bila diperhatikan, kalau selama ini kekuatan
promosi adalah di iklan, para brand penantang itu kini tidak sedahsyat pemimpin
pasar dalam bermain di iklan. Belanja iklan Kuku Bima misalnya, pada 2005 lalu
hanya Rp 21 miliar dan meningkat menjadi Rp 22,42 miliar pada enam bulan
pertama 2007 ini. Bandingkan dengan Extra Joss yang mencapai Rp 226,6 miliar
pada 2005 dan Rp 78,23 miliar pada semester pertama 2007.
Belanja iklan Market
Leader Vs Penantang (dalam Rp juta)
Gambaran ini
menunjukkan bahwa dalam beriklan, budjet yang besar bukan merupakan jaminan.
Buktinya, meski tidak mengandalkan budjet iklan namun penjualan Kuku Bima
melonjak drastis dalam dua tahun terakhir. Kuncinya adalah bagaimana mengemas
iklan itu sendiri. “Sejak kami menggunakan Mbah Marijan sebagai salah satu ikon
produk Kuku Bima, masyarakat semakin mengenal produk kami,” tutur Dirut PT Sido
Muncul (SM) – pemilik merek Kuku Bima -- Irwan Hidayat usai menerima penghargaan
tersebut dari majalah SWA dan MARS (29/7).
Mbah Marijan ternyata bertuah.
Sejak dijadikan bintang iklan produk Kuku Bima, mulai pertengahan 2006, penjualan
jamu kuat lelaki itu melonjak. Dalam sebulan, penjualan Kuku Bima Energi
mencapai 50 juta kemasan. Bandingkan dengan penjualan tahun sebelunya yang
hanya 15 juta kemasan. "Tahun 2005 penjualan jamu Kuku Bima Energi sekira
15 juta, enam bulan kemudian menjadi 28 juta kemasan. Setelah memakai Chris
John, tiga bulan kemudian naik menjadi 47 juta kemasan dan sebulan setelah
memakai Mbah menjadi 50 juta kemasan," kata Irwan seperti dikutip Pikiran
Rakyat (7/10/06).
Irwan berkeyakinan
bahwa iklan memang bukan satu-satunya cara mendongkrak pasar. Harga dan produk
juga merupakan varian penentu lainnya. “Sekarang ada 12 merek energy drink,
tetapi yang tidak bisa bertahan tidak kurang dari 8-9 merek. Sekalipun sudah
beriklan banyak, tetapi jika tidak dibarengi dengan produk yang berkualitas,
merek yang telah dikenal dan harga yang reasonable, tetapi saja tidak mampu
bertahan di pasar,” jelas Irwan. (Suara Pembaruan, 27/704)
Dari sisi produk, Kuku Bima Energy sebenarnya tidak berbeda
dari produk minuman energi lainnya. Sebagai diferensiasi, SM menambahkan
ekstrak ginseng pada produknya agar manfaat produk ini lebih terasa. Irwan
mengatakan, penambahan ginseng pada produk ini berdasarkan hasil riset yang
mereka lakukan sebelumnya: masih banyak konsumen yang mengeluhkan khasiat
produk-produk yang ada sebelumnya.
Selain itu, Irwan juga melihat celah lain. Irwan melihat
bahwa salah satu ciri pemain industri farmasi adalah selalu ingin untung besar.
Menurut Irwan – seperti dikutip SWA (9/12/04) untuk produk minuman energi,
rata-rata margin yang diambil pemain seperti Bintang Toejoe (produsen Extra
Joss) atau Tempo Scan Pacific (produsen Hemaviton) hampir 100%. Karena itu, tak mengherankan, rata-rata mereka
sangat berani menghambur-hamburkan uang dalam beriklan.
SM sendiri
menurutnya sudah sangat terbiasa dengan iklim di industri jamu yang memiliki
margin sangat rendah. Karenanya, SM memanfaatkan peluang ini untuk dapat
menjual produknya dengan harga yang lebih murah, paling tidak sampai tingkat
distributor atau pedagang eceran. “Pada akhirnya harga ke konsumen sebagian
besar memang sama dengan harga produk kompetitor, tapi dengan begitu kami
memberikan margin yang lebih besar kepada pedagang, dan ini setidaknya cukup
untuk membuat mereka mau menjual produk ini,” kata Irwan.
Menurut Irwan,
dengan menawarkan keuntungan yang lebih besar kepada pedagang, diharapkan mereka
mau mati-matian menjual produk ini. “Sekarang saja, sudah ada pedagang yang
sangat ekstrem tidak mau menjual produk lain,” ungkapnya. Dan karena itu, hanya
dalam waktu kurang dari 6 bulan, tingkat penetrasi Kuku Bima Energy sudah bisa
menyamai produk-produk lain. Padahal, SM boleh dibilang merupakan
pendatang baru di jalur distribusi ini.
Rempoa, 14 September 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar