Anda
tahu MD, pejabat Citibank Jakarta yang ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim
Polri, beberapa bulan lalu? Awalnya, dia memang hanya dikenal nasabahnya. Namun
kini bak selebriti, dia seakan berubah menjadi pesaing Gayus Tambunan, oknum
pegawai pajak yang diduga memiliki kekayaan luar biasa dari “permainan” pajak.
Sampai minggu kemarin, hampir setiap hari media dan public menggunjingkan MD
yang disangka membobol Rp 20 miliar dana nasabah Citibank.
Modus operandi yang dilakukan pelaku sebagai karyawan bank adalah dengan sengaja telah melakukan pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa slip transfer. Kepolisian RI mengimbau para nasabah bank agar sering mencek dananya yang disimpan di bank. "Kita mengimbau kepada nasabah terhadap simpanannya di bank harus selalu cek dan ricek," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam di Jakarta, Kamis.
Kenapa ada imbauan untuk secara rutin mengecek saldonya? Menurut Brett King, penulis buku Bank 2.0: how customer behaviour and technology will change the future of fi nancial services (Marshall Cavendish Business, Singapore, 2010) ini, dalam beberapa tahun terakhir ada fenomena tentang perilaku nasabah bank yang cukup mencengangkan. Ternyata hampir 90 persen dari transaksi harian perbankan saat ini dilaksanakan secara elektronik.
Deregulasi mau
tidak mau telah mempertinggi volatilitas pasar modal dan mata uang, hambatan
masuk yang rendah, margin produk yang lebih rendah, dan berita utama seputar isu-isu
seperti t pengambilalihan dan bonus membuat bank seakan memperlemah predikatnya
sebagai investasi "blue chip" dibandingkan masa sebelumnya. Pelanggan
juga semakin vokal dan mudah marah ketika perbankan masuk ke pelanggan yang
memiliki dana bukan kelas premium. Kemarahannya bisa jadi tidak dieujudkan
protes ke jalan melainkan melalui social media seperti Twitter dan blog yang
berpeluang meningkatkan buzz negative.
Perubahan perilaku nasabah yang
terjadi dengan cepat disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, psikologi
aktualisasi diri, dan kedua, inovasi dan adopsi teknologi atau yang dikenal
sebagai difusi. Kecepatan dan laju perubahan
perilaku tersebut merupakan sesuatu yang mempercepat, bukan memperlambat.Karena
itu, pada kondisi ini, lembaga perbankan mempunyai tak banyak waktu untuk
bereaksi dan mengantisipasi dampak dari perubahan pada bisnis mereka. Semakin
lama menunggu, semakin besar kesenjangan antara harapan pelanggan dan kemampuan
layanan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
Perubahan itu akan
terus berlangsung. Dalam lima tahun ke depan, secara bertahap cek akan berkurang
perannya terutama di kebanyakan negara maju, aplikasi mobile banking via ponsel
akan menjadi saluran perbankan yang
paling cepat berkembang dalam dua sampai tiga tahun ke depan, dan kunjungan nasabah
ke kantor fisik cabang akan terus menurun begitu pelanggan merasa kekurangan
waktu karena tuntutan jadwal mereka. “Di Web dan
Mobile, pelanggan bukan sekadar raja, mereka juga diktator. Sangat sabar,
skeptis, sekaligus sinis,” kata Gerry McGovern, penulis buku Killer Web Content.
Dalam 10 tahun
mendatang, sebagian besar media tradisional yang saat ini masih memberikan
benefit yang besar, yaitu TV, koran, majalah dan sebagainya akan berubah. Ked
pena, direct mail sebagai media pemasaran
gagal, iklan TV, koran dalam bentuk fisik dan kebanyakan bentuk lain dari iklan
akan lenyap pada tahun 2020.
Dalam konteks
marketing, bank seakan ditantang oleh pelanggan yang tidak lagi hanya melihat
perlunya bank memahami kebutuhan nasabahnya, atau yang tidak bisa meluangkan
waktu untuk mengunjungi cabang.
Itu sebabnya, lembaga
perbankan yang sampai saat ini masih berpegang pada keyakinan bahwa
cabang-cabang fisik tetap menjadi inti, tidak akan dapat beradaptasi dengan
mudah ke pelanggan masa depan yang jarang mengunjungi cabang atau pelanggan
yang melihat tidak perlu untuk transaksi over-the-counter dengan tunai atau cek.
Mereka yang masih
mengklasifikasikan Internet, ATM dan aplikasi iPhone sebagai saluran "alternatif"
saluran akan makin sulit mengejar permainan dekade berikutnya, sementara di
sisi lain perantara akan semakin menangkap peluang ceruk layanan ini. Di
sinilah BANK 2.0 dimulai.
Tujuan dari buku ini adalah untuk memberikan wawasan tentang
bagaimana teknologi seharusnya bekerja untuk bisnis yang bertujuan membuat
produk dan layanan yang relevan dan dapat diakses oleh pelanggan, bukan mempertahankan
sunk cost yang biasa muncul di laporan neraca laba rugi.
Jika Anda berada
dalam lingkungan bisnis yang secara signifikan belum mengubah model operasionalnya
dalam 100 tahun terakhir, di mana pelanggan semakin vokal dalam mengkritik praktik dan kebijakan Anda, dan menyerang
kebijakan Anda dalam menentukan tingkat margin yang And ainginkan, keuntungan,
praktik manajemen dan penilaian organisasi Anda ...
Anda mungkin disarankan untuk berubah. Bank dapat mencoba baik memperkuat mekanisme dan perilaku tradisional, atau
mereka dapat mengantisipasi perubahan perilaku dan berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Buku ini, menurut sang penulis, Brett King, tidak untuk bankir tradisional yang ingin tetap mempertahankan status quo. Buku ini dirancang untuk manajer perubahan yang ketika akan melakukan harus menghadapi perdebatan dalam lembaganya. Bagi mereka, buku ini akan bermanfaat karena berhasil menunjukkan fakta-fakta yang membuat perubahan tersebut tak terelakkan.
Artinya, buku ini memberikan gambaran kepada para bankir bahwa perubahan
tersebut, walaupun tak terelakkan, dalam jangka panjang membawa dampak pada
pengurangan biaya, lebih meningkatkan hubungan pelanggan secara saling
menguntungkan, dan akan meningkatkan efektivitas struktur organisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar