Tahun 2008 diwarnai dengan makin maraknya komunitas, word of
mouth dan media sosial. Tiga fenomena
itu menjadi trilogi yang saling berhubungan. Lalu benarkah IMC telah mati?
Pertumbuhan komunitas
yang luar biasa belakangan ini menciptakan word of mouth. Sementara itu suara
positif atau negative melalui word of mouth menjadi semakin cepat menjalar
berkat kemajuan teknologi internet dan telepon seluler. Implikasinya kejatuhan
atau melejitnya suatu merek atau produk semakin cepat.
Teknologi internet dan
telepon seluler yang berkembang pesat menciptakan media social yang luar biasa
cepat perkembangannya pula. Kalau Anda pecandu internet, pasti kenal Facebook,
MyPlace, Multiplly, dan sebagainya. Melalui media ini, publisitas terjadi semakin
cepat. Di telepon seluler, Blackberry yang makin marak makin mempercepat
penyebaran isu melalui fasilitas emailnya. Demikian pula dengan teknologi sms
dan sebagainya.
Di Indonesia pemanfaatan media sosial memang mulai marak. Lihat saja banyak
tokoh-tokoh politik – yang punya ambisi menjadi presiden atau setidaknya ingin
memperoleh banyk suara untuk partainya – gambar dirinya nongol di media sosial
seperti Facebook, MySpace, YouTube atau Frienster dan sebagainya. Tapi apakah
media itu sudah dikelola secara benar, masih menjadi pertanyaan.
Sebab banyak media sosial yang dirancang tidak secara interaktif. Artinya,
pengelola media pasif dan hanya mengandalkan popularitasnya. Bukannya media
alternatif dileverage untuk merangkul akrab pemilih dan menjadikan pemilihnya
sebagai bagian dari tokoh politk tersebut. Boro-boro
menyapa, menjawab atau merespon sapaan dari yang meng-add saja tidak.
Padahal, keunggulan salah satu keunggulan media internet atau kemampuannya
untuk menjadikan si pemakai berinteraksi dan menjadi bagian dari pemakai
lainnya. Ketidakprofesionalan atau kecongkakan pengelola media sosial milik
pemimpin partai membuat kemampuan teknologi utnuk membangun engagement dan encouragemen terpasung. Kesan yang muncul
seolah-olah media sosial hanya sebagai pelengkap, sarana untuk menunjukkan
bahwa dia mampu menjaring suporter atau sekadar kelatahan teknologi.
Saya ingin bertanya kepada Anda, pernahkah Anda, pernahkah Anda mendapat balasan
atau komentar atas tulisan atau komentar yang Anda sampaikan melalui Facebook
tokoh politik?
Tidak adanya jawaban atau respon dari para pengelola media sosial tokoh
politik atau bahkan pemilik merek produk komnersial lainnya, membuat kita
bertanya-tanya, apakah benar media sosial itu dimiliki oleh yang bersangkutan.
Sebab pada dasarnya media sosial bersifat terbuka. Semua orang boleh membuka
katakanlah situs Soetrisno Bachir – ketua umum Partai Amanat Nasional- atau PAN
di Facebook, termasuk orang yang tidak suka pada Soetrisno Bachir atau PAN.
Tinggal siapa duluan, ialah yang dapat. Pertanyaannya, apa jadinya kalau orang
yang tidak suka pada PAN atau Soetrisno Bachir yang membuka situs
tersebut?
Ini yang terjadi saat pemilihan pendahuluan antara Obama dan Hillary
Clinton. Sementara Obama melenggang dengan Facebokk-nya, Hillary juga masuk
Facebook. Bedanya, saat itu Hillary harus berjuang melawan kampanye negatif
yang ditujukan, juga melalui Facebook dengan ngroup “Stop Hillary Clinton.”
Itu sebabnya, interaksi paling tidak menjawab pertanyaan atau mengomentari
tulisan yang dikirim “para sahabatnya” dalam Facebok merupakan indikator
legitimasi dari situs tersebut. Sebab hanya orang yang menguasai kebijakan
partai atau dirinya yang mampu menjawab atau mengomentari opini dari para
pengirim pesan.
Masih ingat Posko PDIP yang marak pada Pemilu 1999? Staregi mendekati
pemilih dengan mendirikan posko-posko ketika itu sangat jitu dalam menggalang
pemilih. Meski kesan pertama yang mucul saat itu, posko hanya sekadar membangun
awareness. Kenapa? Idealnya posko dibangun menjadi tempat untuk berdialog atau
paling tidak menjadi juru penerang tentang apa itu PDIP dan perjuangannya. Yang
terjadi adalah bukan dialog tentang visi dan misi PDIP, karena ketika bertanya
kepada salah seorang yang berada di Posko PDIP di Rawamangun Jakarta, mereka
tidak bisa menjelaskannya.
Beruntung saat itu kondisi masih dalam transisi. Artinya, meski bukan
tempat berdialog dan sosialisasi propgram PDIP, keberadaan Posko sangat membantu
warga paling tidak menciptakan rasa aman. Harap dimaklumi saat itu orang masih
trauma dengan kerusuhan Mei 1998. Pada Pemilu 2004, posko-posko jarang
dijumpai. Bisa jadi karena ini perolehan kursi PDIP melorot kalah oleh Golkar.
Saat ini PDIP mencoba menghidupkan kembali Posko-posko seperti pada Pemilu
1999. Namun kesan saya, dialog antara pemimpin dan
konstituennya masih belum terjadi. Saya pernah bertanya ke salah seorang yang
ada di Posko di Kawasan Bintaro, Jakarta, apakah pernah tokoh PDIP yang menyambangi
mereka? Jawabnya hampir tidak pernah.
Inilah maksud saya bahwa IMC telah mati atau terpasung karena konsep
komunikasi yang sejatinya dilakukan dua arah tidak diaplikasikan secara penuh. Dengan
kata lain, konsep itu kurang mengandung unsur engagement dan encouragement.
Berdialog dengan pendukungnya paling tidak akan menciptakan engagement yang
selanjutnya memunculkan loyalitas.
Seperti diketahui, IMC adalah proses pengembangan dan implementasi berbagai
bentuk program komunikasi persuasif kepada pelanggan dan calon pelanggan secara
berkelanjutan. Tujuannya, mempengaruhi atau memberikan efek langsung kepada
perilaku khalayak sasaran yang dimilikinya. Asumsinya aalah bahwa seluruh
sumber yang dapat menghubungkan pelangan atau calon pelanggan dengan produk
atau jasa dari suatu merek atau perusahaan merupakan jalur yang potensial untuk
menyampaikan pesan di masa datang.
Lebih jauh lagi, IMC menggunakan semua bentuk komunikasi yang relevan serta
yang dapat diterima oleh pelanggan dan calon pelanggan, kemudian berbalik ke
perusahaan untuk menentukan dan mendefinisikan bentuk dan metode yang perlu
dikembangkan bagi program komunikasi yang persuasif. (Don E. Schultz dalam
Shimp A. Terrence. Advertising,
Promotion, and Aspect of Integrated Marketing Communications. Harcout, Inc.
2000)
Sekarang ambil contoh bagaimana Barack Obama – Presiden terpilih Amerika
Serikat memanfaatkan media sosial tersebut. Tom Gensemer, managing partner Blue
State Digital, agency internet yang membantu kampanye Obama, mengatakan bahwa
salah satu hal yang sangat penting adalah bagaimana perangkat online “dari
tetangga ke tetangga lain” mengidentifikasi dan membujuk pemilih yang masih
belum memiliki pilihan dengan mendatangi ke rumahnya oleh relawan atau telepon.
Ini barangkali seperti yang pernah dilakukan Tim Sukses dari PKS untuk
Cagub Adang Dorodjatun. Komunikasi mereka adalah melakukan survey tentang apa
saja yang harus dilakukan untuk membenahi DKI. Tapi sejatinya, ini merupakan
taktik untuk memperkenalkan calon yang diusungnya dengan mendatangi satu
persatu rumah pemilih.
Tim Sukses Obama tidak hanya membuat site di Facebook atau media sosial
lainnya titik. Tetapi mereka juga melakukan gerilya dengan melakukan riset dan
strategi penjualan langsung. Seorang reporter bercerita dan mengaku pada Jeff
Smith dari Rocky Mountain News bahwa dia memang mendapat telepon dari beberapa
pendukung McCain selama pilpres. Akan tetapi, dia mendapat lusinan email dari
Tim Kampanye Obama dan setengah lusin lebih banyak mendapat kunjungan relawan
Obama. Sementara itu, Tim Kampanye McCain hanya mengunjunginya sekali. Selama
minggu terakhir kampanye, seorang relawan Obama masih mendatangi reporter tadi.
Kali ini
relawan tadi tidak hanya ingin mengetahui apakah dia telah memiliki pilihan,
dia juga mencari isterinya dan menanyakan hal yang sama.
Dalam pidato
kemenangannya, Obama sempat menyebut sejumlah warga Amerika yang mendonasikan
uangnya antara US$5 atu US $10 untuk membantu kampanyenya. Dia bisa menyebutkan
nama penyumbang karena sumbangan itu disampaikan melalui internet. Artinya, dia
tahu siapa yang menyumbang. Ini berarti dia juga membaca email atau sms yang
masuk ke Tim Suksesnya. Bahkan pada saat terpilih, sebelum dia berpidato, dia
menyempatkan menulis ucapan terima kasih di salah situs pendukung di Facebook.
Obama sadar benar, sumbangan-sumbangan
itulah yang membuat dana kampanye Obama lebih banyak ketimbang McCain. Itu
sebabnya, Obama lebih banyak membelanjakan dana kampanyenya di iklan online.
Iklan online Obama dapat dilihat dimanapun selama masa kampanye, termasuk
situs-situs social-networking dan YouTube yang empat tahun lalu masih belum
ada. Ini bedanya dengan McCain. Calon dari Republik ini sibuk mengerojok
informasi di YouTube dengan harapan media-media mengutipnya.
Tabel 1. Perbandingan Teman-Teman
Obama Vs McCain di Media Sosial.
* = The Candidates Sites
on Flickr, Youtube, Facebook, MySpace and Twitter
Sumber:
http://adultaddstrengths.com/2008/11/05/obama-vs-mccain-social-media/
Iklan TV memang masih bisa menciptakan kesan yang paling kuat. Tetapi,
iklan-iklan Obama sangat efektif dalam membuat orang untuk bergabung ke dalam
milist atau penggalangan dana dan
gerakan untuk membangun komunitas relawan yang membuat orang terlibat aktif
Salah satu contohnya adalah situs tentang penghitungan pajak di Web yang
dibangun kubu Obama untuk menjawab rencana kebijakan pajak yang ditawarkan
McCain. Situs
ini dibuat pada sesi terakhir masa kampanye. Dalam kaitan ini kubu Obama
memasang iklan TV dan online yang mengarahkan pemirsa untuk melihat situs TaxcutFacts.org
atau taxcut.barackobama.com.
Di situs ini, orang bisa
mengetik informasi seperti pendapatan kotor, jumlah orang yang bebas pajak
dalam keluarga, kredit yang masih harus dibayar dan informasi keuangan pribadi
lainnya untuk mengetahui berapa pajak yang harus dibayar baik di bawah
kebijakan Obama atau McCain. Dengan kata lain, melalui situs ini Obama ingin
menunjukkan bahwa kebijakan pajaknya masih lebih baik dibandingkan dengan
McCain. Di situs itu juga ditampilkan video penjelasan kebijakan pajak
berdurasi 30 detik, jawaban-jawaban atas pertanyaan dan lebih banyak lagi
detail yang membandingkan rencana kebijakan pajak Obama dan McCain.
Social networking telah
mengukuhkan momentumnya pada 2008. Orang makin dibukakan matanya oleh Obama yang
berhasil menggunakan situs-situs jaringan sosial seperti MySpace, Facebook,
Twitter dan media khusus seperti
MiGente.com, BlackPlanet.com dan AsianAve.com. Trend ini menjanjikan
bahwa media-media sosial semakin powerful dalam tahun 2010 dan 2012 sebab orag
akan selalu belajar untuk bagaimana membangun jaringan sosial ke dalam
kehidupannya. Internet mempunyai peranan makin penting
baik di untuk marleting maupun politik karena pada dasarnya Web akan terus
berkembang dan terinovasi. Jadi cerita tentang internet tidak akan ada
akhirnya.
Rempoa, Juni 2008
Rempoa, Juni 2008
Tabel 2. Hasil Mesin Pencari for
Obama Vs McCain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar