Hari-hari ini kemajuan teknologi memberikan kontribusi luar
biasa bagi para praktisi public relations. Dengan alat yang begitu mudah
digunakan dan bisa untuk berbagai macam aktivitas, public dan praktisi PR bisa
menyebarkan informasi dengan begitu cepat dan luas. Dengan kata lain, kemajuan
teknologi meningkatkan harapan publik terhadap organisasi.
Pada 2007 silam, dalam Ongoing crisis
communication: Planning, managing, and responding, Coombs menjelaskan tentang begitu berharganya
internet sebagai alat untuk mengumpulkan informasi dan berkomunikasi dengan
para pemangku kepentingan selama krisis. Namun, Coombs juga menunjukkan bahwa
internet dan siklus berita 24-jam telah menciptakan tekanan bagi organisasi
untuk merespon krisis dengan cepat.
Contoh paling sederhana adalah bagaimana para praktisi PR di
Domino’s Pizza menghadapi situasi krisis. Pada April 2009 praktisi PR di
Domino’s menghadapi krisis perusahaan yang cukup besar – selama 48 jam – gara-gara
munculnya video di YouTube. Pada hari Senin, 13 April dua karyawan Domino’s
Pizza meng-upload sebuah video buruk bagi Domino’s Pizza ke YouTube. Dalam
video tersebut, seorang karyawan menarasikan gambar video, sementara seorang
karyawan lainnya menyisipkan potongan keju ke dalam hidungnya dan potongan
sosis di belakang punggungnya sebelum
menempatkannya ke dalam sandwich yang akan dideliver ke pelanggannya. Video itu
langsung mendapat respon yang luar biasa. Lebih dari satu juta pemirsa melihat
video menjijikkan itu.
Manajemen Domino menemukan video tersebut ketika perusahaan
itu dihubungi oleh seorang blogger pada Senin malam. Dalam waktu 48 jam,
manajemen Domino merespon situasi tersebut. Domino’s Pizza meyakinkan
pelanggannya bahwa produknya diproduksi dengan standar tertingginya. Hanya
saja, saat itu video tersebut telah dilihat oleh sejuta pemirsa lengkap dengan
segala komentar jelek dari pemirsanya. Yang menarik, meski video tersebut dihapus dari YouTube, tetapi video itu sudah
diposting dan ditayangkan situs-situs lain seperti GoodAsYou.org dan
consumerist.com.
Tim McIntyre, juru bicara Domino, menanggapi pertanyaan
media dan mengumumkan bahwa karyawan bersangkutan telah dihentikan. Sayangnya,
perusahaan memutuskan untuk tidak mengeluarkan siaran pers resmi atau
memposting secara online pernyataan itu. McIntyre membela keputusannya itu
dengan mengatakan bahwa, "perusahaan dapat saja menangani (krisis
tersebut, penulis) melalui puluhan ribu tayangan yang mengapresiasi Domino,
akan tetapi respon yang kuat dari Domino justru malah akan membuat konsumen
lebih malu" (York, 2009, 14 April diunduh dari http://adage.com / artikel?article_id =
135982).
Beberapa saat kemudian, perusahaan segera menyadari bahwa
langkah itu merupakan sebuah kesalahan. Keputusannya untuk tidak menanggapi
secara agresif melalui sumber daya media tradisional dan sosial, khususnya
Twitter, menyebabkan konsumen mempertanyakan integritas perusahaan. Domino
mengambil tindakan lagi. Kali ini menggunakan account Twitter untuk menjawab
pertanyaan konsumen dan memposting video YouTube yang memperlihatkan bos
Domino, Patrick Doyle, meminta maaf kepada pemirsa. Insiden ini sekarang
dianggap sebagai suatu babak baru dalam manajemen krisis . Kasus ini merupakan
sebuah contoh komunikasi krisis melalui sosial media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar