Berbeda dengan situasi 2011 saat
banyak perusahaan yang memanfaatkan media social untuk coba-coba, tahun 2012
banyak perusahaan yang makin serius memanfaatkan media social karena menyadari
pentingnya media social. Tahun ini, perusahaan berencana meningkatkan anggaran
media sosialnya bukan untuk bereksperimen.
Oktober 2011 lalu, dalam Pivot Conference tahunan, sebuah survei menemukan,
37,1% pemasar mengatakan perusahaannya tidak bereksperimen lagi dengan
pemasaran media sosial pada tahun 2012. Banyak faktor yang mendrive mereka
untuk lebih memanfaatkan pemasaran media sosial. Sekitar 68,5%
diantaranya mengatakan karena peningkatan pemahaman tentang manfaat dari media
social. Selain itu, 60,9% mengatakan telah memiliki strategi media sosial
yang jelas, 54,3% menunjuk hasil jelas, dan 51,1% menyebutkan karena metrik
yang digunakan benar-benar bermanfaat.
Pada 2010, banyak perusahaan yang
menyisihkan anggaran untuk kegiatan media social. Kedengarannya hebat, namun
banyak diantara perusahaan tersebut meningkatkan anggarannya bukan karena
berhasil, melainkan karena mengandalkan insting bahwa "media social adalah
sesuatu yang penting. Jadi saya harus melakukannya.” Lebih buruk lagi, mereka
meningkatkan anggarannya karena melihat pesaing mereka mendapatkan penghargaan
atas aktivitasnya di media social. Inidikasi ini dapat dilihat dari kecilnya
integrasi media social ke dalam aktivitas pemasaran mereka.
Saat ini media sosial menjadi
porsi terbesar bagi konsumen menghabiskan waktunya secara online. Bagi pemasar
media social seakan memberikan ruang yang tepat untuk mempromosikan produk ke
konsumen. Pada infografik MDG Advertising ini
ditunjukkan mengenai pola pemasaran yang memanfatkan media sosial. Jejaring
sosial/ blog menempati urutan tertinggi (22,5%), disusul online game (9,8%), e-mail (7,6%),
video/film (4,5%), mesin pencari (4%), instant messaging (3,3%), software (3,2%),
iklan baris (2,9%), acara/berita (2,6%), dan media lainnya (35,1%). Sementara
itu, bujet iklan di media sosial selama 12 bulan mendatang diperkirakan akan
meningkat dari 7,1 persen menjadi 10,1 persen.
Hari ini, Twitter merupakan
sumber informasi tentang berbagai macam peristiwa
dan update, bahkan pemantauan diri sendiri oleh jutaan pengguna di seluruh
dunia. Twitter juga menjadi tools untuk bereaksi terhadap peristiwa
yang terungkap di media secara real time. Fenomena ini
membuat Twitter makin powerful dan hanya masalah
waktu sebelum beralih ke komunitas
riset sebagai sumber informasi social, pemasaran komersial, dan
politik yang kaya.
Fenomena media social juga
melahirkan selebriti baru di luar jalur konvensional seperti yang terjadi pada
lima atau sepuluh tahun lalu. Banyak orang tiba-tiba menjadi terkenal dan
sukses karena media sosial. Mereka kini menjadi brand ambassador yang dengan
segala kreativitasnya berhasil berimprovisasi mengemas pesan-pesan menjadi
sangat menarik dan interaktif sesuai dengan target market brand yang
prinsipalnya.
Salah satunya adalah Ayu Ting Ting. Pada Oktober 2011
lalu, dalam percakapan di Twitter kata kunci ayu ting sangat sering muncul. Saat itu twip mempercakapkan
penyanyi dangdut pendatang baru Ayu Ting Ting, yang tengah melejit dengan
lagunya Alamat Palsu. Ayu Ting Ting
adalah penyanyi asal Depok kelahiran 20 Juni 1992. Memulai karirnya sebagai model,
Ayu akhirnya merambah dunia musik sebagai penyanyi dangdut. Lagu Alamat Palsu
popularitasnya bisa menyaingi lau-lagu boyband yang sedang melangit.
Kini Ayu Ting Ting membintangi banyak iklan mulai dari Sarimi, Xl hingga Samsung. Untuk yang terakhir, nilai kontrak artis
yang sedang melejit lewat lagu "Alamat Palsu" ini cukup mahal,
kabarnya mencapai Rp 640 juta untuk masa 6 bulan.
Implikasinya adalah perusahaan
semakin ketat memantau dan menjaga bagaimana caranya supaya pesan yang
disampaikan oleh para ambassador tersebut sesuai dengan positioning merek.
“Setiap endorser pasti memiliki gaya komunikasinya masing- masing. Oleh karena
itu, kami hanya memberikan simple brief & guidelines tentang pesan dan
produk, namun penyampaiannya kami serahkan ke pihak endorser untuk menggunakan
bahasanya sendiri,” kata Yuna Eka Kristina, PR Manager Orang Tua Grup.
Sebagai penyampai pesan, perusahaan
sangat memperhatikan karakter ambassadornya. “Biasanya kita lihat -- karena
kita sudah beberapa kali memakai endorser itu – apakah pesan twitternya sering
di retweet. Selain itu disesuaikan dengan message apa yang ingin kita
deliver. Kalau kita ingin mendeliver message yang tidak terlalu serius,
kita pakai ambassador yang seperti Pocong. Tapi kalau sesuatu yang sangat
serius, berhubungan dengan, misalnya waktu kemarin breaktrough
technology, harus menggunakan seseorang yang kredible,” kata Mona Madjid,
Senior Brand Manager CLEAR.
Yang juga menarik, cara mereka
mengundang pembicaraan di luar pakem yang ada selama ini. Simak bagaimana XL
mislanya membangun percakapan di kalangan pengguna dan non-penggunanya.
Dengan modal 70 ribu follower di Twitter dan 700 ribu fans di page
Facebook (per minggu I Desember 2011), XL rajin melempar isu yang memancing
perdebatan di jagat maya. Tujuannya cuma satu, melalui isu yang berpotensi
menimbulkan pro-kontra itu diharapkan dapat tercipta percakapan yang intense.
Dalam berkampanye, XL berhasil
mengintegrasikan peran media social ke dalam komunikasi pemasaran
tradisional. Ambil contoh iklan versi “Oji Goyang Gayung”. Sebelum
wara-wiri di layar kaca, XL lebih dulu melempar video teaser-nya via media digital,
antara lain lewat Youtube. Pada pre-campaign tersebut, sama sekali tidak
disebutkan brand XL-nya. Begitu tercipta buzz dan pengunjungnya membludak
hingga 50 ribuan orang yang meng-hit, barulah iklan tersebut diluncurkan
melalui TV.
Tahun 2012, lansekap komunikasi
pemasaran diwarnai dengan makin membludaknya data dan makin cerdasnya konsumen. Facebook, Twitter, Google
telah membawa banyak orang ke dalam dunia percakapan online. Mereka seakan tanpa hambatan menciptakan konten online. Namun
di bagian lain, makin banyaknya saluran komuniaksi tersebut makin menciptakan
kebutuhan konten yang lebih
besar. Ini karena yang terjadi sekarang, jutaan orang sekarang
online yang aktif tidak, sebab bagaimana pun sebagian besar dari mereka
bukanlah produsen konten. Mereka unumnya berperan sebagai sharers dan kurator.
Ke depan, media sosial akan menjadi
bagian integral dari tools dalam konteks bauran pemasaran. Konsekuensinya,
media sosial tidak akan menjadi kegiatan terpisah. Sama seperti search engine
optimalization (SEO) atau pemasaran email, media sosial akan hanya salah satu
alat di dalam kotak yang meski peranannya menonjol namun tetap saja bagian dari
kotak tersebut.
Strategi media sosial akan
bekerja lebih lancar ketika tidak ada satu departemen pun yang
memiliki control. Ini kemungkinan dikarenakan sebelum perusahaan memanfaatkan
media social, karyawan Anda sudah sekian bulan bahkan tahun menggunakannya.
Mereka telah berinteraksi dengan pelanggan secara informal. Mereka tak hanya
meyebarkan hal yang positif bahkan yang negatif sekalipun.
Positifnya, untuk kelancaran
pekerjaan, sebelum perusahaan memberlakukan kebijakan pemanfaatan media social,
karyawan telah memanfaatkannya untuk kelancaran pekerjaannya. Dengan kata lain,
sudah waktunya strategi internet dan media social
Anda dikelola oleh orang yang memenuhi syarat – dan
sudah pasti salah satu
yang terbaik – dan mempunyai
akses pelaporan langsung kepada
manajemen senior dan bekerja dengan semua pimpinan departemen sebagai rekan yang
setara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar