Era
pelanggan pasif saat ini telah lewat. Media sosial telah mengubah mereka
menjadi pelanggan aktif, bahkan cenderung hiperaktif. Bagaimana mengenali mereka?
Selain telah mengubah cara pelanggan berkomunikasi
dengan bisnis, adopsi media sosial juga memfasilitasi terjadinya pergeseran paradigma
hubungan pelanggan-merek atau perusahaan. Bila selama ini paradigma hubungan
tersebut berpusat pada pasar yang selalu menggunakan pertimbangan bisnis (business
centric), kini bergeser ke
customer-centric.
Pelanggan yang dulunya statis, diam, kini mendadak dinamis. Pelanggan yang dinamis ini bisa mengelompok
atau dikelompok ke dalam pelanggan sosial (social customer). Kelahiran segmen
pelanggan baru ini melahirkan cara atau
praktik baru suatu bisnis, produk atau layanan dalam berinteraksi dengan
pasar.
Menghadapi situasi ini, pemasar atau praktisi public
relation perlu mengenali karakteristik mereka sehingga bisa memberikan trik
penanganan atau solusi yang sesuai dengan perilaku dan kebutuhan mereka. Dalam
artikelnya yang dimuat socialmediatoday.com, 28 November 2011 lalu, Stephanie Gehman mendeskripsikan
karakteristik pelanggan sosial ini sebagai berikut.
Pertama, mereka begitu hyper-connected. Perangkat
smartphone dan peralatan internet yang siap beroperasi merupakan teman setia
pelanggan social. Pelanggan sosial lebih memperlakukan perangkat smartphone
sebagai computer saku ketimbang telepon.
Karena itu mereka selalu terhubung
dengan teman-temannya, update isu dan sebagainya sehingga yang membedakan
antara mereka dan pelanggan biasa adalah ketajaman analisis dan daya kritis
mereka terutama dalam penerimaan pesan-pesanyang disampaikan perusahaan.
Karekteristik pelanggan sosial yang kedua adalah
bahwa mereka mudah menjangkau rekan-rekan dan influencer. Kemudahan mereka
dalam mengakses media sosial memberikan pelanggan akses untuk menyebarluaskan
pendapat dan pengalaman mereka ke keluarga dan teman-teman, serta orang yang
mereka percayai.
Orang yang peduli kepada orang lain memiliki kecenderungan
untuk menceritakan pengalaman – terutama yang buruk – ke orang lain yang mereka
kenal. Jadi, jika terdapat teman yang
memberi tahu pelanggan sosial untuk mencintai suatu merek atau produk,
pelanggan sosial cenderung membelinya.
Karakteristik ketiga, pelanggan sosial terus menerus
melakukan pengkajian dan penelitian. Mengkaji berbagai macam situs menawarkan
suatu peluang bagi pelanggan untuk menyuarakan pujian dan keluhan layanan yang
mereka terima, produk yang mereka konsumsi atau bisnis bagi pelanggan masa
depan untuk membaca dan mengevaluasinya. Hal-hal yang baik, buruk dan sesuatu
yang jelek tentang pelanggan masa lalu tersedia untuk dikaji dan dievaluasi.
Karakteristik keempat, pelanggan sosial selalu
berbagi tentang apa yang mereka pikirkan tentang Anda. Pelanggan Sosial tidak
biasa menggunakan ide yang berasal dari sisi Anda sebagai sumber utama. Mereka
menganggap informasi yang Anda berikan tidak ubahnya terompet perusahaan. Karena sebagai terompet,
maka mereka beralasan yang Anda tampilkan dalam situs Anda tentu hal-hal yang
baik.
Mereka selalu bersikap kritis terhadap Anda dan selalu menanyakan hal-hal
yang tidak mereka yakini. Bagusnya dari fenomena ini adalah itu berarti memberi
peluang kepada Anda untuk menjelaskan dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan,
komentar dan kekhawatiran mereka secara bijaksana. Jika pelanggan sosial
mengeluhkan sesuatu melalui jejaring sosial atau situs review, Anda dapat
merespon melaui jalur yang sesuai.
Karakteristik kelima dari pelanggan sosial adalah
mengharapkan merek untuk melibatkan mereka - Karena sifat real-time media
sosial dan preseden yang ditetapkan oleh banyak perusahaan yang selalu merespon
instan umpan balik pelanggan, banyak pelanggan sosial yang mengharapkan hal
yang sama dari semua merek. Mereka menginginkan informasi dan respon yang
mereka inginkan begitu mereka menginginkannya.
Karakter keenam, mereka mengendalikan siklus
pembelian. Saat ini perusahaan tidak lagi memberitahu pelanggan tentang saat
bagi pelanggan untuk membeli. Justru pelanggan yang memberitahu perusahaan
bahwa mereka siap untuk membeli produk mereka.
Ketika kelompok pelanggan sosial
memiliki kemampuan untuk secara bersama mendukung atau menentang suatu produk
atau jasa melalui online, suara kolektif mereka -- yang memiliki pengaruh kuat
– diteruskan oleh jaringan yang berada di bawah pengaruh mereka. Jika sebuah
kelompok yang cukup besar dirugikan oleh produk atau jasa Anda, hati-hati ! Ini
bisa menjadi bencana. dengan siklus
hidup produk atau layanan.
Dalam buku Smart
Business, Social Business: A Playbook for Social Media in Your Organization,
Michael Brito mengidentifikasi enam jenis pelanggan sosial lengkap dengan berbagai tingkatan pengaruh. Brito – kini
Vice President of Social Media Edelman -- tidak membahas pengaruh khusus karena
setiap pelanggan, sosial atau tidak, memiliki beberapa tingkatan pengaruh atas
orang lain.
Menurut Brito, pelanggan sosial berinteraksi dengan
perusahaan dan merek dengan cara yang berbeda berdasarkan emosi mereka dan
bagaimana perasaan mereka pada saat-saat
tertentu. Suatu saat mereka mungkin menjadi pelanggan kolaboratif, dan
hari berikutnya mereka mungkin bersama pesaing Anda. Kondisi ini sangat
tergantung pada reaksi perusahaan. Brito sendiri mengakui sulitnya melakukan
pengelompokan jenis-jenis pelanggan ini karena sebetulnya hal ini cenderung
merupakan studi tentang perilaku manusia.
Menurut Brito, studi tentang perilaku manusia hanya
dapat dilakukan oleh ahli psikologi. Dalam hal studi tentang interaksi seseorang
dengan media sosial lebih sulit dilakukan ketika mempelajari tentang motivasi
dan perilaku orang meng-klik, pemeringkatan, konten dan perilaku orang di web
sosial. Berikut adalah pengelompokan pelanggan yang disusun oleh Brito.
The
Venting Customer
Tipe pelanggan ini mungkin mengeluhkan merek atau
perusahaan di Twitter atau Facebook. Akan tetapi mereka sebenarnya tidak
terlalu membutuhkan respon. Dalam banyak kasus, para pelanggan hanya mencari
perhatian dari jaringan mereka dan biasanya membuat pernyataan seperti,
"Saya mencintai laptop Dell saya, tapi itu terlalu berat," atau
"Saya baru saja mengistall Comcast.
Tampilan high definition dari Comcast
memang menakjubkan, tapi kotak kabelnya tidak sesuai dengan furnitur saya."
Dalam kasus tertentu, perusahaan atau merek dapat memilih untuk memfollow tipe
pelanggan ini di Twitter. Jika percakapan seperti itu terjadi, perusahaan atau
merek bisa meresponnya dengan mengatakan "Terima kasih, Anda telah memesan
produk kami" atau pernyataan lain yang sejenis.
The
Passive Customer
Tipe pelanggan ini jelas membutuhkan dukungan
pelanggan lainya tetapi tidak begitu aktif mencari jawaban. Biasanya, pelanggan
ini tidak begitu vokal dan lebih sabar dibandingkan pelanggan lainnya. Mereka
mungkin menceritakan masalahnya dan mencari bantuan orang lain sembari
menyebutkan perusahaan secara langsung. Mereka ini seringkali membuat
pernyataan seperti, "Laptop Toshiba saya mati terus setelah menit menyala.
Tolong!" Sering juga mereka memasukannya ke Twitter hashtag yang gampang
dikenali misalnya #gagal.
Menghadapi situasi seperti ini, adalah penting bagi
perusahaan untuk menandai pelanggan tipe ini dan secara langsung mengirimkan
teknik atau cara mengatasi atau memperbaiki masalah yang dihadapi pelanggan
tersebut. Mengabaikan pelanggan pasif dapat mengubah orang menjadi “pernah” menjadi pelanggan atau tidak
menjadi pelanggan lagi. Ini adalah sesuatu
yang tidak pernah kita harapkan.
The
“Used-to-Be” Customer
Pelanggan ini pemarah, vokal dan membutuhkan bantuan
segera. Tipe pelanggan memiliki kemungkinan besar menyatakan ketidakpuasan
mereka beberapa kali melalui online sampai perusahaan menanggapi atau masalah
mereka terselesaikan.
Mereka secara konsisten mengatakan kepada orang lain
tentang pengalaman negatif mereka. Mereka membuat pernyataan seperti
"Internet saya baru saja down lagi. Saya muak pada @Comcast dan akan
membatalkannya!" atau "1-800 Flower terlambat mengirimkan bunga untuk
ulang tahun ibuku. Ini adalah kali kedua. Saya putus dengan mereka
selamanya."
Dalam situasi seperti ini, Tim Customer Support
harus segera menaninya sehingga mereka dapat secara proaktif menghubungi mereka
dan menawarkan berbagai macam promosi gratis. . Lebih penting lagi, perusahaan
harus mulai berpikir tentang bagaimana mengoptimalkan proses bisnis mereka
dalam rangka untuk menyelesaikan akar masalahnya.
The
Collaborative Customer
Pelanggan ini begitu senang dengan produk, layanan,
atau perusahaan. Seringkali pelanggan
ini kesempatan dan ruang untuk menyarankan orang lain untuk menggunakan
atau membeli produk baru dari perusahaan tadi. Atau mendorong orang lain untuk
menggunakan atau membeli lebih sering atau lebih banyak produk-produk yang
sudah ada.
Mereka ini sering membuat pernyataan seperti
"Saya pikir El Pollo Loco juga seyogyanya
menyediakan ayam panggang bagi orang yang ingin makan sehat."
Kemudian dia mencantumkan cc: nama perusahaan di pesan melalui Twitter
tersebut. Seperti "cc: @ ElPolloLocoInc".
Dengan cara ini, mereka
seakan ingin memastikan bahwa El Pollo Loco mengetahui pesan tersebut melalui
@mention di Twitter. Meskipun ini bukan isu tentang dukungan pelanggan,
pelanggan seperti ini harus ditandai dan mendapat perhatian khusus. Ini karena
mereka berpotensi bisa diubah menjadi advocate. Dalam situasi ini, seorang manajer
pemasaran atau communinity harus terlibat secara langsung dan mulai membangun
hubungan dengan mereka.
The
Customer Advocate
Ini jenis pelanggan selalu membicarakan merek,
produk, atau layanan bahkan jika mereka diabaikan sekalipun. Pelanggan jenis ini
tidak perlu insentif. Mereka berbicara tentang suatu produk karena mereka
senang melakukan itu dan membuat mereka merasa menjadi bagian dari perusahaan
atau merek tersebut.
Seringkali mereka membuat pernyataan seperti "Anda
semua harus membeli TV 3D Sony baru. TV ini begitu sempurna dan mengagumkan
bila digunakan untuk bermain game dan menonton film Blue Ray. Kami
mencintainya.” Bila mendapati pelanggan seperti ini, departemen
pemasaran dan PR harus segera menandainya dan harus berhubungan dengan mereka.
The
Future Customer
Pelanggan ini atau juga dikenal sebagai calon
pelanggan, merupakan faktor yang menjadi salah satu alasan muncunya praktek
CRM. Mereka dapat menjadi pelanggan baru atau pelanggan karena mereka sedang
mempertimbangkan untuk mengupgrade produk yang mereka miliki – bisa jadi dari
merek lain – ke produk atau jasa baru. Calon pelanggan ini akan mengatakan
hal-hal seperti, "Saya berpikir tentang mendapatkan Comcast. Saya lelah
karena Dish Network sering bermasalah. Bagaimana menurut Anda?”
Bagi Comcast, mereka ini bisa dianggap sebagai
pelanggan masa depan karena berpotensi untuk menjadi pelanggan “a used-to-be”
bagi Dish Network. Karena itu, menghadapi pelanggan jenis ini perlu perlu
penanganan berbeda karena kasusnya untuk masing-masing merek bisa berbeda.
Dalam kasus apapun, tim penjualan Comcast harus segera menandai mereka dan
bersiap menawarkan kesepakatan yang benar-benar menguntungkan pelanggan ini
agar segera berpindah merek.
Dalam lingkungan bisnis ke bisnis (B2B), ini bisa
menjadi pelanggan yang berbicara tentang upgrade hardware di pusat data. Karena
itu account manager harus segera menghubungi mereka secara langsung sebelum hal
yang sama dilakukan oleh pesaing.(aruman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar