Media sosial telah
mengubah segalanya yang penting bagi bisnis Anda. Dari keterlibatan dan
penggunaan social media untuk kepentingan pemasaran, penjualan hingga karyawan
dan manajemen keuangan, membuat revolusi sosial media seakan memaksa para
pelaku komunikasi termasuk praktisi public relations memikirkan kembali
bagaimana pendekatan public relations yang perlu dilakukan.
Saat ini, banyak
wartawan konvensional (untuk menyebut wartawan yang bekerja untuk perusahaan
media) juga menjadi blogger dan menggunakan saluran media social mereka sebagai
outlet komunikasi utama untuk berbagi cerita dan pendapat. Sosial media kini
telah menjadi alat standar bagi wartawan. Mereka menggunakan media sosial
secara teratur untuk pekerjaan mereka.
Meski media social masih
dianggap sebagai sumber informasi yang kurang penting karena dari sisi
kredibilitasnya masih diragukan, namun tetap saja wartawan mengandalkan isu
yang berkembang melalui media social tersebut sebagai isyarat awal dari sebuah “peristiwa.”
Dengan kata lain, situs media social seperti Twitter, LinkedIn, dan atau Facebook
telah menciptakan forum penting untuk membangun hubungan yang lebih besar dan kualitas
praktisi PR dan wartawan, termasuk antar wartawan. Kadang-kadang wartawan mengajukan
pertanyaan melalui Twitter, mencari sumber ahli untuk suatu artikel tertentu
yang sedang mereka tulis.
Tak jarang seorang
wartawan akan berbagi informasi dengan wartawan lainnya untuk mengkonfirmasi atau
berbagi suatu peristiwa untuk keamanan. Dalam konteks ini, wartawan memang
sering dituntut membuat berita eksklusif. Namun pada situasi lain,
eksklusivitas tidak menjadi penting manakala berita yang akan diturunkan dirasa
mengandung risiko, mengancam reputasi seseorang atau keamanan negara misalnya.
Karenanya wartawan berbagi informasi sehingga kalau situasi meledak dan membuat
seseorang marah, wartawan tersebut tidak menanggung sendiri.
Sosial media juga
dipergunakan sebagai forum interaksi antara praktisi PR atau narasumber lainnya
– seperti para pakar -- untuk memperluas, memperdalam dan memperkaya wawasan tentang
apa yang jurnalis tulis. Interaksinya dengan para praktisi PR atau pakar
tersebut setidaknya memangkas waktu pencarian informasi untukmemperkaya
tulisannya dibandigkan bila mencari di situs pencarian Google.com misalnya.
Selain tentu saja, dari narasumber tangan pertama, membuat berita yang
ditulisnya menjadi lebih berbobot.
Wartawam sering berbicara
tentang seberapa sering mereka tawaran berita. Pada hari biasa, wartawan akan
menerima ratusan berita, e-mail dan panggilan telepon dari para profesional PR
dan perusahaan yang ingin informasi atau cerita yang mereka miliki dibuat dan
dimuat di media. Wartawan dan media saat ini benar-benar kebanjiran informasi. Di
sisi lain, perusahaan atau PR profesional seringkali mengyunakan pendekatan
tebar jala atau menembakkan senapan otomatis dengan mengirim dan menyebarkan rilis
ke media dan wartawan sebanyak mungkin, tanpa memperhatikan apakah wartawan
atau media yang bersangkutan tertarik atau tidak dengan informasi itu.
Persolannya,
kadang-kadang tak wartawan atau media tersebut tidak memiliki cara untuk
menyaring semua informasi dan merespon setiap permintaan. Karena itu, tak mengherankan
bila banyak ide cerita – seperti yang tertuang dalam press release yang tidak
pernah sampai menjadi berita.
Selain media sosial,
wartawan juga menggunakan beberapa jenis perangkat mobile untuk bekerja. Alat
yang populer adalah smartphone hingga perangkat tablet yang memungkinkan mereka
menulis dan mengedit bahkan memanfaatkan media social dan situs pencarian serta
email dari lokasi kejadian. Bahkan mereka juga mengontak Anda dan langsung
mengedit tulisannya.
Mereka akan men-tweet
opini mereka tentang apa saja yang dikatakan dan bagaimana CEO Anda sebelum, saat, dan setelah melakukan konferensi
pers secara real time. Update berita – tentunya dari sudut pandang mereka -- akan
dikirim ke tempat medianya bekerja dan diupload juga ke blog mereka. Mereka
seringkali mengupload beritanya ke blog karena kemungkinan besar mereka merasa
bahwa tulisannya nanti pasti diedit oleh penanggung jawab halaman. Bila itu
terjadi tak tertutup kemungkinan apa yang mereka tulis menjadi berbeda dengan
yang termuat.
Meski menggunakan gadjet
modern, kontak berupa komunikasi tradisional wartawan dengan profesional PR masih
dilakukan. Namun, itu hanya pada batas-batas tertentu misalnya saat konferensi
pers atau tatap muka lainnya. Atau bahkan kalau ada informasi tentang latar
belakang suatu masalah ingin disampaikan narasumber kepada wartawan atau sang
wartawan atau PR professional ingin memverifikasi atau mengklarifikasi
informasi tertentu.
Implikasi dari dinamika
ini adalah ketika ingin membangun relationship jangka panjang, perusahaan atau PR professional perlu mengikuti,
memantau dan merespon wartawan dengan cara yang lebih bermakna dan tepat
sasaran. Untuk itu perlu kerjasama antara wartawan dan PR professional. Wartawan
mendapatkan informasi yang lebih baik yang menurut persepsi wartawan sesuai
dengan kebutuhan pembaca atau pemirsanya.
Di sisi lain, PR profesional mendapatkan wawasan yang lebih baik tentang
fokus perhatian wartawan.
Disini pentingnya,
misalnya, mem-follow akun Twitter atau meng-add Facebook wartawan sehingga
sebelum megirim email atau mengirim suatu rilis, PR professional mengetahui
tentang fokus masalah yang ingin ditulis wartawan. Dengan demikian rilis atau
email yang kita kirimkan tidak sia-sia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar