Awal Maret lalu, saya
mengikuti diskusi buku Efek Kedermawanan Pebisnis dan CSR karya Prof. Elvinaro
Ardianto dan Dindin M. Machfudz. Dalam diskusi tersebut muncul pertanyaan
tentang apakah corporate social responsibility perlu diwajibkan atau di”sunnah”kan.
Pertanyaan ini mengemuka karena pada 2012,
pemerintah Kabupaten Tangerang akan mewajibkan perusahaan swasta di Kabupaten
Tangerang yang jumlahnya mencapai 4500 mengalokasikan anggaran untuk program Corporate Social Responsibility (CSR).
Kenapa diwajibkan? Pemda
Tangerang rupanya miris melihat kepekaan perusahaan terhadap lingkungannya.
Sebab dari 4500 perusahaan, saat ini hanya 20,1 persen perusahaan yang
memberikan dana pemberdayaan bagi masyarakat. Itupun dalam bentuk sumbangan
sukarela. "Alokasi dana CSR nantinya akan dituangkan dalam Perda tentang
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan. Saat ini masih dalam
pembahasan," kata Amran Arifin, Ketua DPRD Kabupaten Tangerang.
Pertanyaan berikutnya, kalau itu
diwajibkan, berarti harus ada komunikasi perusahaan dengan pemerintah atau publik.
Ini berarti perusahaan bisa beriklan tentang proyek CSR misalnya. Tujuannya
agar masyarakat tahu bahwa perusahaan tersebut telah melaksanakan CSR. Kalau
boleh beriklan, bagaimana kalau anggaran iklannya itu melebihi dari anggaran
CSR itu sendiri. Ambil contoh kasus iklan perusahaan minyak Chevron yang sering
muncul di media baik cetak maupun elektronik belakangan.
Iklan itu bisa jadi perdebatan, apakah
iklan itu untuk menunjukkan bahwa Chevron telah melakukan CSR atau tak ada kaitannya
dengan CSR. Namun yang pasti pesan yang ingin disampaikan melalui iklan itu
adalah bahwa Chevron telah melakukan CSR. Kedua, Chevron juga mengajak
perusahaan lain melaksanakan CSR.
Yang jadi persoalan adalah, kalau-kalau orang mencoba
kritis dengan mengatakan bahwa dari pada beriklan yang sudah pasti anggarannya
miliaran rupiah itu, kenapa dana itu tidak digunakan untuk membangun sekolah
atau jembatan buat anak-anak sekolah SD di Sang Hiang, Lebak, Banten yang harus
bertaruh nyawa nyeberang sungai lewat jembatan gantung dan tidak layak untuk
meraih ilmu.
Kenapa Chevron Beriklan “Kami Setuju” ?
Seperti diketahui, dalam minggu-minggu terakhir,
perusahaan minyak Chevron menggelar kampanye global “Kami Setuju” untuk
mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keberadaan perusahaan energi. Chevron
agaknya menyadari makin kerasnya resistensi masyarakat dunia terhadap bisnis
energi seperti yang digelutinya. Tapi efektifkah kampanye edukasi dengan
pendekatan advertising ini di Indonesia?
Kerusuhan Freeport akibat aksi demo ribuan buruh tambangnya hingga kini
masih belum berujung. Pemerintah, para kritikus yang berasal dari LSM, anggota
dewan, juga para pemuka masyarakat turut sibuk mencarikan solusi. Media pun tak
habis-habisnya menguliti isu tersebut. Sementara perusahaan tambang asal
Amerika itu, makin terpojok. Ironisnya, ini bukanlah krisis kali pertama yang
melanda perusahaan ini. Juga bukan krisis pertama yang terjadi di
perusahaan-perusahaan tambang di Tanah Air. Sebelumnya Newmont juga berkasus dengan
penduduk di sekitarnya.
Di tengah friksi yang masih berkecamuk itu, Chevron—perusahaan minyak
yang juga berasal dari negeri Paman Sam—muncul dengan kampanye bertajuk “Kami Setuju”. Tidak
tanggung-tanggung, kampanye yang sepertinya menjadi langkah antisipasi Chevron
itu, digelar massif di televisi, media cetak,
radio, media online, website, hingga jejaring sosial.
Ada yang menarik dari kampanye Chevron kali ini. Di antaranya, sejumlah public
figure dan petinggi-petinggi penting perusahaan ternama diundang untuk
memberikan dukungan dan bukti bahwa mereka sepaham dengan misi Chevron. Tidak
cukup memajang foto dan statement masing-masing, Chevron bahkan
mencantumkan tanda tangan para endorser itu di dalam copywrite
iklannya.
Para endorser ini
antara lain Direktur Eksekutif Indonesia Business Links (IBL) Yanti
Triwadiantini—IBL adalah lembaga non profit yang bergerak dalam dunia Corporate
Social Responsibility; Guru Besar Teknik Perminyakan ITB Dr. H. P. Septoratno
Siregar; Direktur Eksekutif RefoMiner Institute Pri Agung Rakhmanto, PhD; Evita
Herawati Legowo, Dirjen Migas; hingga Direktur Utama Pertamina Karen
Agustiawan.
Kampanye “Kami Setuju”--yang sampai tulisan ini diturunkan masih tayang
di berbagai media, memakan ruang media yang cukup besar yang berdampak belanja
iklan yang tidak sedikit. Di salah satu harian terkemuka di Indonesia,
misalnya, iklan ini memakan separuh halaman koran. Sementara di majalah,
kampanye ini memakan dua halaman majalah. Sayang, tidak ada konfirmasi tentang
total ad spending yang dikeluarkan Chevron untuk membiayai kampanye
tersebut.
“Perusahaan Minyak Harus Memberdayakan Masyarakat. Kami Setuju,”
demikian bunyi pesan salah satu kampanye Chevron. Di dalam kampanye tersebut
Chevron menunjukkan bahwa perusahaan ini telah membuka lapangan pekerjaan bagi
lebih dari 40.000 tenaga kerja Indonesia; Chevron juga memberikan pelatihan
manajemen keuangan, pengadaan, dan perencanaan bisnis bagi lebih dari 5.000
pengusaha kecil.
Dony Indrawan, Manager Corporate Communications Chevron Indonesia,
mengatakan bahwa melalui kampanye ini Chevron ingin membuka mata seluruh stake
holder bahwa keberadaan perusahaan energi seperti Chevron penting bagi
masyarakat karena memberikan manfaat nyata secara langsung maupun tidak
langsung. Chevron tampaknya menyadari makin kerasnya resistensi masyarakat
terhadap bisnis tambang dan energi di berbagai belahan dunia—sehingga kampanye
“Kami Setuju” ini digelar tidak hanya di Indonesia.
“Kampanye 'Kami Setuju' merupakan kampanye global Chevron Corporation. Chevron
percaya bahwa keberadaan sejumlah industri termasuk industri energi adalah
penting dan memberikan manfaat nyata secara langsung dan tidak langsung bagi
masyarakat,” jelasnya.
Sayangnya, diakui Dony, keberadaan industri energi masih sering disalahpahami oleh banyak orang. Terutama, tentang bagaimana sesungguhnya industri energi
beroperasi, apa yang dilakukan, dan yang lebih penting lagi, mengapa industri energi
melakukannya. “Sampai saat ini, opini yang
terbentuk mengenai industri energi belum melihat dan mempertimbangkan semua
fakta secara obyektif,” ia mengungkapkan.
Oleh karena itu, lanjutnya, kampanye
"Kami Setuju"dirancang untuk menjembatani dan mengoreksi kesalahpahaman mengenai industri energi tersebut. Kampanye tersebut menyampaikan pesan tentang
nilai-nilai industri energi, termasuk Chevron.
“Kampanye ini mengulas tentang pandangan
dan harapan-harapan masyarakat terhadap keberadaan industri energi dan
bagaimana Chevron setuju atas harapan-harapan tersebut,” lanjutnya.
Chevron menggunakan sederet profesional sebagai opinion leader
yang diharapkan mampu secara obyektif meneruskan pesan yang dimaksudnya.
Chevron menyadari, pandangan dan harapan para
profesional tentang peran industri energi dapat mempengaruhi opini publik.
Pesan dan harapan yang disampaikan Chevron melalui para professional tersebut
dikemas secara lugas dalam kampanye “Kami Setuju”.
Melalui kampanye tersebut, Chevron berusaha menunjukkan bahwa para
professional tersebut memiliki kesamaan pandangan dan harapan tentang industri
energi. Lewat kampanye itu, Chevron juga berusaha memberikan informasi tentang
apa yang sudah dilakukannya untuk masyarakat, dan mengemukakan nilai-nilai yang
selama ini dianut Chevron dalam berbisnis. Menurut Dony, kampanye “Kami Setuju” juga dibuat untuk meningkatkan reputasi Chevron sebagai 'mitra pilihan' dalam industri
energi. “Dengan demikian, Chevron dapat beroperasi secara harmonis dan berkelanjutan untuk membantu pemenuhan kebutuhan energi di Indonesia dan di dunia,” Dony berharap.
Ada lima tema utama yang
dihadirkan dalam kampanye “Kami Setuju” ini. Pertama versi Komitmen yang menunjukkan tentang komitmen jangka panjang
Chevron sebagai produsen minyak terbesar di Indonesia untuk terus berperan
serta dalam mendukung pembangunan dan kemakmuran Indonesia.
Kedua versi Sumber Daya.
Tema ini menunjukkan upaya menginvestasikan kembali sejumlah keuntungan
pendapatan yang diperoleh Chevron dalam berbagai kegiatan yang berhubungan
dengan pengembangan energi, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta penciptaan
lapangan kerja. Ketiga versi Teknologi, yang menampilkan kemajuan teknologi yang dikembangkan Chevron dalam upaya
menemukan energi baru serta beroperasi secara lebih bersih, cerdas, dan aman.
Keempat versi Pengembangan
Masyarakat. Melalui tema ini ditekankan
mengenai upaya Chevron melalui berbagai program kemitraan dalam mendukung
kesehatan, pendidikan, dan pembangunan sosial-ekonomi di masyarakat di mana
perusahaan beroperasi.
Terakhir versi Ekosistem, yang
menjelaskan berbagai inisiatif Chevron yang bertujuan
untuk menunjukkan bahwa upaya perlindungan lingkungan hidup dan perkembangan
industri dapat dilakukan secara bersama-sama. “Hal ini dapat terjadi jika
diterapkan tata kelola yang tepat,” katanya.
Wicaksono Soebroto,
praktisi PR yang pernah lama bergabung dengan Ogilvy PR, menilai positif
langkah Chevron tersebut. Menurutnya, dengan upaya tersebut, perusahaan minyak
asal Amerka itu sedang berusaha menunjukkan bahwa Chevron sudah berkontribusi
terhadap negara. Menggandeng Pemerintah, akademisi, dan tokoh-tokoh penting di
industri minyak di dalam kampanye tersebut, juga diapresiasi Wicaksono. “Sejak dulu, di dalam
komunikasinya, Chevron selalu mengedepankan value-value mereka sebagai konten
kreatifnya. Di industri seperti itu, kampanye seperti ini merupakan langkah
yang tepat,” ungkap Wicaksono.
Ke depan, sebagai
kampanye lanjutannya, Wicaksono menganjurkan Chevron menggandeng para buruh,
anggota LSM, atau masyarakat sekitar—yang disebutnya sebagai “tokoh real”--yang
terkait langsung dengan operasional Chevron. Para tokoh tersebut bisa dijadikan
endorser layaknya para tokoh penting atau profesional ternama yang sudah
lebih dulu membubuhkan tanda tanganya dalam kampanye “Kami Setuju”. Hal itu,
katanya, untuk meyakinkan publik bahwa apa yang sudah dipaparkan Chevron pada
kampanye sebelumnya adalah nyata.
Ia mengusulkan, “Chevron
bisa meniru kampanye 'Danamon Bisa' yang menggandeng para pengusaha UKM
binaannya untuk menjadi endorser sekaligus memberikan testimoni tentang
benefit yang mereka rasakan selama bersama Danamon.”
Menggandeng “tokoh real”
dari kalangan grass root dalam kampanye “Kami Setuju” barangkali bisa
membendung feed back negatif yang muncul seperti yang dilontarkan Faisal
Yusra, Presiden Konfederasi SP MIGAS Indonesia (KSPMI), pada dinding jejaring
sosial Facebook, Rabu, 21 Desember 2011 lalu.
Dalam curahan hatinya kepada Evita Herawati Legowo, Dirjen Migas, yang
berpartisipasi dalam kampanye tersebut, ia mengkritisi sekaligus mempertanyakan
banyak hal tentang statement Chevron dalam iklan tersebut.
“Melihat iklan Chevron di
Media Indonesia yang ibu (Evita Herawati Legowo--red) tandatangani juga, luar
biasa !!! Chevron "janji" berkomitmen demi masa depan Indonesia. Apa
ukurannya? Apa Chevron mau semua lifting-nya diserahkan ke kilang domestik?
Apa mereka mau 100 persen manajemennya untuk anak Indonesia? Kapan TKDN-nya 100
persen? Itu semua omong kosong !!! Jangan membodohi rakyat!!!” demikian kalimat
pembuka Faisal.
“Semangat nasionalisme.
Ikutnya ibu pejabat pemerintah tanda tangan iklan Chevron, menjadi pertanyaan
juga, karena posisi ibu selaku KOMISARIS Pertamina. Pejabat pemerintah
seharusnya jadi ikon iklan perusahaan negara, bukan asing. Ini ada apa? Di mana
etikanya?”
Faisal menutup
“curhat”-nya dengan sederet harap. “Masyarakat harusnya bersama pekerja
nasional KKKS mewaspadai dan memonitor situasi ini. Rakyat menunggu kebangkitan
migas nasional dengan menjadikan Pertamina pemegang mandat rakyat, dalam rangka
menjaga kedaulatan migas nasional berada di tangan bangsa sendiri.”
Apakah backfire
seperti itu menunjukkan bahwa kampanye “Kami Setuju” telah gagal di Indonesia?
Barangkali memang perlu survei untuk membuktikannya. Namun sejauh ini tampaknya
belum ada evaluasi mendalam dari Chevron tentang hasil kampanye global ini di
Indonesia—karena iklan ini masih tetap
tayang di media meski sudah muncul reaksi negatif seperti itu. Pertanyaannya
kemudian, apakah efektif kampanye edukasi yang disampaikan ala iklan display
ini untuk menyampaikan pesan yang
sebetulnya sarat edukasi dan penjelasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar