Gencarnya iklan
membuat konsumen Indonesia memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap merek.
Sayangnya, itu tidak diimbangi dengan perceived quality. Tapi kenapa rata-rata
indeks kepuasan produk Indonesia di atas rata-rata indeks global?
Tahun ini, Majalah MIX-Marketing Communications bekerjasama
dengan MARS yang memegang lisensi American Customer Satisfaction Index (ACSI)
melakukan survey untuk mengukur tingkat kepuasaan pelanggan beberapa produk dan
perusahaan di Indonesia. Hasil survey itu dituangkan Gobal Customer
Satisfaction Standar (GCSS) yang mengukur kepuasan pelanggan dengan menggunakan
model ACSI.
American Customer Satisfaction Index (ACSI), didirikan pada
tahun 1994 melalui kemitraan antara University of Michigan Business School,
American Society for Quality (ASQ), dan perusahaan konsultan internasional CFI
Group. Di Amerika Serikat, ACSI telah melakukan pengukuran pengalaman konsumen
yang seragam dan independen terhadap 190 dari perusahaan terkemuka. Disini ACSI
melakukan tracking kepuasan pelanggan dan terbukti menjadi indikator ekonomi
yang kuat bagi perusahaan, asosiasi industri perdagangan, dan lembaga
pemerintah.
Model ACSI merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran
yang berbasis pada pelanggan (customer-based measurement system). Model ini
ditujukan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, industri, sektor-sektor
ekonomi, dan ekonomi nasional yang secara aplikatif memiliki banyak kelebihan
dibandingkan dengan model pengukuran kepuasan pelanggan yang selama ini banyak
dilakukan. Pertama, ACSI telah
diadopsi oleh lebih dari 12 negara di dunia, termasuk Singapura. Sehingga hasil
pemaparan kepuasan pelanggan di Indonesia bisa disandingkan dengan hasil di
tingkat global. Dengan demikian, pengguna data pengukuran kepuasan pelanggan
ACSI di Indonesia bisa membandingkan kinerja kepuasan pelanggan di level
global.
Mengapa standard global, dalam era tanpa batas saat ini,
mereka atau perusahaan dituntut untuk bisa mengatasi dan mengubah tantangan
akibat persaingan yang semakin ketat belakangan ini menjadi peluang. Dalam
persaingan ini, hanya produk atau merek yang benar-benar kuat, efisien, dan berkualitas
sesuai dengan tuntutan pasar yang akan memenangkan persaingan. Tidak hanya di
level local, nasional, tapi juga internasional.
Persoalannya, dengan kasat mata dapat dilihat beberapa
produk yang kurang mampu bersaing dibandingkan dengan produk dan jasa dari
negara lain. Bukan hanya dari sisi kualitas, dari sisi harga produk Indonesia jauh
lebih tinggi dari harga produk impor. Beberapa contoh diantaranya adalah jeruk
Medan yang mulai tergeser oleh jeruk lokan dari China, beras Cianjur yang
tersaingi beras Thailand dan Vietnam, serta berbagai produk industri dan
kerajinan kecil, seperti lampu hias, makanan ringan, dan lain sebagainya.
Hasil penelitian yang dilakukan MARS memberikan gambaran
tentang kinerja kualitas dari produk-produk Indonesia. Seperti diketahui -- dan
ini merupakan keunggulan kedua dari pengukuran model ACSI -- ACSI mengukur
kualitas produk dan jasa yang didasarkan pada pengalaman pelanggan yang
memiliki pengalaman menggunakan atau mengkonsumsi. Pengukuran kepuasan dengan
model ACSI akan berbeda dengan teknik pengukuran kepuasan melalui teknik
pengukuran secara langsung atau metode plurality (misalkan top two boxes-TTB).
Pengukuran kepuasan dengan model ACSI memiliki tiga anteseden: perceived
quality, perceived value, dan customer expectations.
Tabel 1. Indeks
Standard Kepuasan Pelanggan Nasional Indonesia
Data dalam tabel tersebut memperlihatkan bahwa di hampir
semua produk, ekspektasi konsumen Indonesia lebih tinggi dari kualitas yang
dipersepsikannya. Temuan ini mengisyaratkan kepada para pengelola merek untuk
benar-benar mengelola komunikasinya sehingga tidak membuat ekspektasi konsumen
terlalu tinggi sementara merek atau produknya tidak mampu mempenuhi ekspektasi
tersebut.
Seperti dimaklumi, ekspektasi konsumen dipengaruhi oleh pengalaman
pembelian yang dilakukan sebelunya, karena saran teman atau koleganya, serta
janji dan infoemasi pemasar dan pesaingnya. Jika para pemasar meningkatkan
harapan terlalu tinggi, para pembeli kemungkinan besar akan kecewa. Di
Indonesia, terutama di telekomunikasi, semua provider jor-joran dengan harga.
Masisng-masing mengklaim sebagai yang paling luas, luas jangkauan, tanpa putus
dan sebagainya. Tapi apa yang terjadi?
Namun di balik beberapa gambaran yang muram tersebut,
terdapat beberapa hal yang yang membangkitkan optimisme. Temuan MARS juga memberikan gambaran bahwa di
sejumlah kategori seperti oli pelumas mobil, minyak goreng, bank, air minum
dalam kemasan, dan beberapa kategori produk lainnya, indeks kepuasan
pelanggannya di atas rata-rata dlobal. Ini menunjukkan bahwa pada dasarnya merek
atau produk tersebut kualitasnya yang dipersepsikan konsumen di atas rata-rata
global.
Ketiga, dalam pengungkapan hasil, tidak hanya nilai skor
kepuasan yang akan didapat tetapi juga hal-hal sebagai kunci pendorong
kepuasan. Salah satu bagian penting dari ACSI adalah kemampuannya untuk
memprediksi economics return. Model ACSI menggunakan dua pewakil untuk
memprediksi economic return yaitu: 1) customer retention (diestimasikan dari
sebuah transformasi non-linear dari pengukuran seperti repurchase) dan 2) price
tolerance.
Di Amerika Serikat, model ini menjadi salah satu barometer
dari kesuksesan perekonomian yang mencerminkan tingkat kepuasan pelanggan
terhadap produk dan jasa yang dibeli. Dalam setiap surveinya melibatkan 200
perusahaan di lebih dari 40 industri dengan menginterview lebih dari 65.000
responden setiap tahun. Wawancara
dilakukan dengan tetap menjaga validitas data. Karena itu responden hanya
diwawancara hanya untuk paling banyak 10 produk yang berbeda / jasa kategori
dan hanya yang berasal dari paling banyak 3 perusahaan pemilik produk atau
jasa. Wawancara dilakukan sampai kuota 250 wawancara per perusahaan terpenuhi,
terlepas dari ukuran akhir dari kolam sampel.
Karena itu, ACSI telah menjadi acuan bagi para pemain bisnis
dalam mengukur kinerja perusahaan diluar balance sheet. American Customer
Satisfaction Index telah memberikan sebuah acuan tentang seberapa baik tingkat
kualitas produk dan layanan yang dikonsumsi dan diproduksi pada sebuah
perekonomian utnuk melengkapi pengukuran output ekonomi tradisional. Karena itu,
hasil ACSI sangat berguna bagi para pembuat kebijakan publik, manajer dan
investor, dan pelanggan.
Kesuksesannya dalam mengungkapan kinerja perekonomian telah
dibuktikan melalui berbagai macam kajian. Salah satunya adalah kajian tentang
hubungan ACSI dengan harga saham di Amerika. Dalam kajian tersebut dipilih 20%
perusahaan yang memiliki skor ACSI tertinggi. Berdasarkan pengamatan dari tahun
1996-2006 dapat disimpulkan bahwa ada korelasi kuat antara skor ACSI dengan harga
saham. Bagaimana bisa? Seperti diilustrasikan di bagian pertama menu utama ini,
membaik atau memburuknya sikap pelanggan terhadap suatu mereka terjadi ketika
mereka melihat ketidakkonsistenan kualitas. Perubahan skor kepuasan pelanggan perusahaan
tidak terjadi dalam semalam. Pengaruhnya bekerja melalui rantai nilai yang
kompleks yang pada akhirnya mempengaruhi keuntungan kuartal dan harga saham.
Gambar1. Kaitan
antara Harga Saham dan Tingkat Kepuasan Pelanggan
Satisfaction. Harvard Business Review, March 2007
Karena itu, perusahaan dengan kepuasan pelanggan yang tinggi
tidak hanya mampu menghasilkan stock return yang lebih tinggi, tetapi juga
stock value dan cash flows tidak bergejolak. Keampuhan model ACSI telah
membuktikan bahwa pengukuran kinerja perusahaan di luar balance sheet patut
untuk dijadikan acuan bagi para pelaku bisnis. ACSI menunjukkan sebuah cara
baru untuk engevaluasi dan meningkatkan kinerja perusahaan dan ekonomi modern.
Pengukuran Out of Balance Sheet mampu mengungkapkan kinerja ekonomi nasional
secara empirik.
Implikasi dari kajian ACSI akan berbeda dari satu perusahaan
atau industri dengan perusahaan atau industri lainnya. Pada perusahaan yang
memiliki siklus pembelian yang lama seperti asuransi kesehatan dan durable
goods, perubahan kepuasan pelanggan akan berdampak lebih buruk pada upaya
peningkatan penjualan perusahaan, peningkatkan harga, dan lain sebagainya.
Di banyak sektor industri yang bergantung pada layanan, jika
kepuasan pelanggan perusahaan meningkat, pelanggan akan cepat menyesuaikan
perilaku mereka dan memberitahu orang lain. Kemudian, orang yang diberitahu
tersebut cenderung segera mengubah perilaku pembeliannya. Data PlanetFeedback.com
memperlihatkan bahwa di industri computer misalnya, tantangannya adalah
bagaimana memberikan layanan prima. Ini karena masalah yang berkaitan dengan
pelayanan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan dengan masalah yang
berkaitan dengan produknya sendiri.
Sebab sejak awal berhubungan – kontak – sudah berlangsung atau sudah
melibatkan interaksi langsung antara perusahaan dan pelanggan mereka. Disini
pelanggan mulai kontak, mengungkapkan keinginan yang kuat untuk memecahkan masalah
mereka. Pada proses inilah pelanggan akan merekomendasi – dalam hal ini bila
puas – atau mencela dan menyebarkannya bila tidak puas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar