Toko Lumayan Tegal
Dua minggu lalu, saya melakukan kegiatan penjurian oulet yang tergabung dalam Sampoerna Retail Community (SRC). Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini – sejalan dengan pemekaran area – pesertanya dinilai berdasarkan area masing-masing. Jadi seperti dua minggu lalu misalnya, saya melakukan penjurian untuk area Jakarta Selatan dan minggu lalu untuk Jakarta Pusat. Di luar itu – seperti kriteria penjurian -- tak banyak perubahan.
Dilakukan
penjurian karena program ini seperti lomba outlet. Peserta berusaha
mempercantik outletnya sedemikian rupa sehingga menampilkan dirinya bak
minimarket. Begitulah cara mereka guna menghadapi persaingan dengan outlet mini
modern yang banyak bermunculan di kampung-kampung dan di kompleks perumahan
terutama di daerah perkotaan. Mereka berusaha untuk bangkit.
Program
ini merupakan pengembangan dari program Great Walls – lomba branding outlet –
yang berlangsung sejak 2005. Namun berbeda dengan Great walls yang diikuti juga
oleh pedagang besar (wholesaler), SRC diikuti oleh pedagang peritel kecil yang
ada di kampung-kampung.
Sungguh, selama proses penjurian, dalam pikiran saya muncul pertanyaan, “kapan perusahan non-rokok melakukan kerja seperti ini. Coba kalau semua perusahaan terutama yang berhubungan dengan peritel kecil menjalankan proyek seperti ini. Pedagang di Indonesia pasti sejahtera.”
Meski
dari sisi kriteria tak banyak perubahan, namun dilihat dari pesertanya sungguh
luar biasa. Kelihatan sekali bahwa mereka dengan antuasias mengikuti program
ini. Padahal tak banyak bantuan yang diberikan Sampoerna kepada outlet yang
mengikuti program ini. Dari sisi hadiah
juga relative tak besar.
Namun
demikian, seperti pengakuan seorang peserta di daerah Lebak Bulus, banyak
manfaat yang dia dapat setelah mengikuti program ini. “Outlet saya makin
tertata. Kita juga tidak melayani, pembeli bias memilih sendiri barang yang
ereka inginkan. Mereka tak tanya dimana produk bias didapat karena kami beri
petunjuk. Juga tak tanya harga lagi karena setiap produk kami tempeli harganya,”
katanya.
Dengan
jumlah anggota mencapai lebih 3.000 pengecer (data per 2010), komunitas ini
terkesan besar. Namun sejatinya, keanggotaan mereka di komunitas ini merupakan
buah prestasi, hasil seleksi yang ketat. Bagaimana tidak, untuk tercatat
sebagai anggota Sampoerna Retail Community (SRC), seorang pengecer harus
memiliki performa berdasarkan rekaman database dari manajemen HM
Sampoerna (HMS) di Jakarta.
Parameternya
antara lain dilihat dari lokasi yang strategis, aliran pelanggannya ramai–yang
mengindikasikan bisnis mereka berjalan lancar dengan size yang cukup
besar—serta dalam catatan manajemen selama beberapa tahun pengecer ini telah
menunjukkan sikap yang kooperatif terhadap perusahaan. “Intinya adalah seberapa
antusias dan seberapa besar mereka bisa mendorong komunikasi kita,” ujar
Herminwi, Manager Sales Planing & Bussines Development seperti dikutip
Majalah MIX, Otober 2010.
Sampoerna
Retail Community adalah suatu program pembinaan terhadap outlet retail
potensial yang terpilih sebagai partner bagi Sampoerna yang digabungkan dalam
suatu komunitas yang bertujuan untuk melakukan aktivitas promosi dan distribusi
produk A Mild secara lebih agresif dan exclusive.
Konsep
program ini sendiri adalah membuat outlet retail menjadi semi modern outlet
plus entertainment corner. Disini outlet dipasok Sampoerna dengan seperangkat
meja dan empat kursi yang disediakan outlet bagi pelanggannya bila ingin
ngobrol. Biasanya di depan meja tadi tersedia pesawat televisi atau papan catur
atau permainan lainnya yang membuat pelanggan betah lama-lama di outlet.
Sejak
2010 lalu, kriteria tersebut ditambah satu yaitu 18+ alias ketepatan dalam
menyasar segmen usia di atas 18 tahun. Syarat tersebut untuk memastikan bahwa
mayoritas konsumen yang mereka garap benar perokok dewasa seusai dengan
ketentuan Pemerintah. Guna memantau
persyaratan ini, tenaga lapangan Sampoerna–mulai dari canvasser, supervisor
sampai area manager—difungsigandakan untuk melakukan pengawasan bersamaan dengan
kunjungan rutin mereka.
Dimulai
pada 2008, pembentukan SRC berawal dari program A Mild Retail Community yang
diselenggarakan di Medan. Trade program
tersebut merupakan program make over outlet para peritel dengan jumlah
peserta 60 toko sebagai pilot project. Program usai dalam waktu
beberapa bulan, namun tak dinyana, menurut Rudy Yuliana, Manager Sales Promo
-- seperti dikutip MIX, Oktober
2010 -- antusiasme peserta masih
berlanjut.
Para peserta mengaku program tersebut ternyata berimplikasi terhadap pertumbuhan omset bisnis mereka secara keseluruhan. Toko yang sudah di-make over ternyata mampu mengundang pelanggan jauh lebih banyak, dan secara tidak langsung juga berpengaruh pada kelengkapan tokonya lantaran bertambahnya varian produk yang dipajang.
Para peserta mengaku program tersebut ternyata berimplikasi terhadap pertumbuhan omset bisnis mereka secara keseluruhan. Toko yang sudah di-make over ternyata mampu mengundang pelanggan jauh lebih banyak, dan secara tidak langsung juga berpengaruh pada kelengkapan tokonya lantaran bertambahnya varian produk yang dipajang.
Merespon antusiasme tersebut, manajemen HMS memutuskan memperluas skala program tersebut secara nasional. Apalagi sangat disadari, kelangsungan bisnis rokok tidak bisa lepas dari distribusi di level peritel. Kendati secara volume tarikan sales produk paling besar terjadi di level wholesaler, namun menurut Herminwi, sejatinya volume, serapan serta pemerataan pasar tercipta lebih dahulu di periteler. “Karena kepentingan itu kita masuk dan mengambil moment ini dengan membentuk program SRC,” tandasnya.
Dalam
pelaksanaannya kemudian, program SRC dikembangkan menjadi program CSR
berkelanjutan. Jadi bukan lagi sekadar program jangka pendek seperti A Mild
Community yang hanya berdurasi beberapa bulan. “Program ini diadakan setiap
tahun dan diharapkan bisa memberikan keuntungan jangka panjang bagi pesertanya,”
tambah Rudy.
Sejarah
HMS mencatat, jaringan pengecer tradisional ini sangat berjasa sebagai ujung
tombak distribusi produk-produk Sampoerna kepada target marketnya. Maka dengan
program ini juga, diharapkan terjalin hubungan yang semakin baik antara corporate
dengan para pengecernya yang selama ini telah berperan sebagai business builder
HMS.
Mirip
dengan A Mild Community, aplikasi program diawali dengan pemilihan peserta
lomba make over toko bagi outlet yang terpilih. Untuk keperluan
tersebut, perusahaan memberi dukungan dalam bentuk hardware semacam dispenser
rokok, rak-rak pajangan serta shop-sign untuk nama toko. Selain itu
mereka dibantu untuk melakukan make over secara keseluruhan. “Dan itu
bukan hanya untuk pemajangan rokok, namun juga space-space yang
disediakan untuk produk-produk lainnya semacam snack, permen dan
lain-lain. Dengan demikian kalau dilihat dari depan, outlet ini sama
menariknya dengan modern outlet,” ujar Rudy lagi.
Yang sering terjadi, outlet menampilkan kreativitas sendiri. Mereka berusaha tampil berbeda dengan menonjolkan atmospher yang berbeda dengan peserta lainnya. Seperti yang ditamilkan pemilik outlet di Kebayoran Lama ini. Dengan antusiasme mereka mengikuti program. dengan modal sendiri mereka membuat tas khusus SRC dan pegawainya diberi seragam sehingga nuansa SRC-nya sangat menonjol.
Yang sering terjadi, outlet menampilkan kreativitas sendiri. Mereka berusaha tampil berbeda dengan menonjolkan atmospher yang berbeda dengan peserta lainnya. Seperti yang ditamilkan pemilik outlet di Kebayoran Lama ini. Dengan antusiasme mereka mengikuti program. dengan modal sendiri mereka membuat tas khusus SRC dan pegawainya diberi seragam sehingga nuansa SRC-nya sangat menonjol.
Secara
tidak langsung, kerjasama ini merupakan proses edukasi seputar strategi
memajang barang di toko (merchandising). Para pemilik toko itu diajarkan
bagaimana caranya menimbulkan awareness konsumen, cara menyusun barang
berdasarkan kategori, bagaimana layout berdasarkan jenis barang yang
paling sering dicari konsumen. Dengan demikian, konsumen akan dimudahkan
menemukan barang yang mereka perlukan sehingga awareness mereka pun
makin meningkat.
Intinya,
ujarnya Herminwi, Sampoerna mengajak para peritel untuk berbisnis dengan lebih
baik sesuai yang diharapkan pelanggan. Atau dengan kata lain, program ini
membawa pesan bahwa HMS peduli dengan bisnis outlet, bukan sekadar peduli pada
omset rokok yang dihasilkan dari outlet yang bersangkutan. “Jika
Sampoerna peduli dengan mereka, mereka pasti juga akan peduli kepada kita. Kami
yakin dengan membesarkan outlet, suatu saat pasti kami juga akan kebagian
(hasilnya),” ujarnya.
Sebagai
program jangka panjang, SRC tidak berhenti sampai lomba berakhir. Pasca lomba,
SRC ditegaskan sebagai wadah komunitas
para peserta outlet panel dalam program longterm partnership.
Dengan demikian hubungan itu tidak putus begitu saja setelah program berakhir.
“Kalau hanya mengandalkan trade profram yang sifatnya tiga
bulanan dengan hadiah uang Rp5 juta, motor atau barang elektronik, loyalitas
mereka tidak terjamin. Jadi ini murni investasi karena kita peduli dengan
bisnis mereka,” tambah Herminwi.
Secara
rutin, komunitas ini diundang gathering oleh pemilik merek. Tidak
sekadar kumpul-kumpul, dalam acara tersebut para member selalu
disegarkan kembali ingatannya dengan edukasi mengenai penataan produk. Selain
itu antar member juga diberi kesempatan untuk berbagi cerita tentang pengalaman
masing-masing dalam membesarkan omsetnya. Dalam gathering di Makasar
pada 2009 lalu misalnya, Ikbal, salah seorang anggota SRC yg memiliki toko di
JL Tentara Pelajar, mengatakan komunitas tersebut telah mereka manfaatkan
sebagai ajang tukar menukar informasi peluang
bisnis dengan peserta lain.
Di
luar acara gathering, masih ujar Rudy, biasanya mereka juga berinisiatif
sendiri untuk saling berkunjung sehingga dari hari ke hari komunitas ini
semakin solid. Karena rata-rata para member itu merupakan mantan peserta lomba
yang diambil dari wilayah berbeda, nuansa persaingan di antara mereka juga
tidak terlalu terasa. Karena itu mereka lebih nyaman untuk berbagi pengalaman
dalam mengubah tokonya sehingga menjadi lebih kompetitif dalam bersaing dengan modern
trade. Kesolidan ini bertambah pekat dengan kesadaran adanya persamaan
nasib dan tantangan yang mereka hadapi. Apalagi jika bukan seputar keterbatasan
modal kerja yang menjadi kendali untuk berekspansi dibandingkan kekuatan modern
trade.
Dua
tahun berjalan, menurut Herminwi, evaluasi HMS menunjukkan program ini memberi
kontribusi yang signifikan, baik bagi pemilik brand maupun peritel. Bagi
peritel, hal itu ditunjukkan dengan perumbuhan bisnis mereka yang meningkat
signifikan. Sementara bagi pemilik brand (HMS), dengan program ini, visibility
produk mereka di outlet menjadi lebih terjamin. Di luar itu loyalitas para peritel
juga terindikasi makin tinggi. ”Indikatornya, kalau kita mengeluarkan brand
baru, mereka langsung minta. Padahal dulu untuk memasukkan dua pack
saja, salesman kita butuh waktu 15 menit sampai setengah jam, bahkan tak
jarang gagal dalam satu hari untuk meyakinkan mereka. Sekarang mereka lebih
ikhlas memajangnya,” ujar Herminwi panjang lebar.
Untuk
menjaga loyalitas mereka, dari pihak corporate—para canvasser, supervisor
dan area manager—juga intense melakukan komunikasi dengan para
peritel. Bahkan dalam gathering nasional yang diadakan bersamaan dengan
Ultah HMS di Yogyakarta tahun lalu, para peritel
pilihan ini diberi kesempatan untuk bertemu langsung dengan para top management
HMS.
Dalam
kerangka tersebut, Herminwi menargetkan 3-4 tahun ke depan mereka bisa
menerapkan IT system bagi para member SRC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar