Meningkatnya
kompetisi dan homogenitas produk makin memberi peluang kepada pengecer untuk
beralih dari satu produsen ke produsen lain. Ini meningkatkan kebutuhan
produsen untuk membangun hubungan yang kuat untuk menciptakan loyalitas
pengecer. Kunci membangun hubungan yang kuat itu adalah memberikan kepuasan
pengecer.
Suatu saat saya bermaksud membeli
kopi luwak di sebuah hypermarket di Jakarta Selatan. Saat berada di lorong/rak
minuman kemasan – disini kopi bubuk tersedia – saya menjumpai seorang tenaga
penjual. Kebetulan dia – dilihat dari seragam – bertugas untuk merek kopi tertentu
tapi bukan jenis kopi luwak. Di rak kopi, saya menjumpai berbagai macam merek
kopi luwak. Ada yang harganya Rp 85 ribu per 100 gr, ada pula yang hampir Rp
450 ribuan per 100 gram.
Karena saya awam dalam soal
perkopian, saya pun minta advise pada tenaga penjual tadi yang lokasi
berdekatan tempat saya dibingungkan oleh beberapa merek kopi luwak tadi. Saya
[un bertanya kepada tenaga penual tadi, “Menurut Anda mana yang paling enak?”
“Sama saja Pak…. Yang mahal itu
hanya menang merek saja. Yang agak murah juga enak kok….. Tuh buktinya,
kopi-kopinya banyak yang dipajang,” jawab tenaga penjual tadi.
Fenomena itu memberikan gambaran
bahwa ketika berada di rak, keberadaan tenaga penjual yang merekomendasi
merek-merek tertentu dan dominasi suatu merek di rak-rak tertentu, mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen. Karena itu, Thomason et al.(2006 ) mengatakan
bahwa siapapun yang menguasai rak toko, dia yang menguasai pembeli.
Pernyataan akurat itu
mencerminkan realitas baru yang dihadapi para produsen consumer good. Kenyataan
ini mendefinisikan pergeseran fenomena yang terjadi dalam beberapa dekade
terakhir dari yang semula berfokus pada prioritas ekonomi produsen ke pengecer.
Dulu, produsen masih bisa mengatur pengecer, citra merek dan pembelian fitur
produk (Sharman, 1984). Namun, meningkatkan kompetisi dan homogenitas produk
makin memberi peluang kepada pengecer untuk beralih dari satu produsen ke
produsen lain. Kondisi ini memaksa produsen bersaing berebut pengecer (Mitchell,
2004).
Persaingan produk yang makin
ketat secara dramatis telah meningkatkan pilihan konsumen dan makin pentingnya
kekuatan merek. Akibatnya, pengecer berubah menjadi kekuatan yang memiliki pengaruh
dominan terhadap keputusan pembelian yang dilakukan konsumen (Sharman, 1984). Hasil
penelitian yang dilakukan (Thomason et al, 2006), melalui diferensiasi produk, meski
citra merek melemah, masih membuat konsumen tidak berpindah ke toko lain atau
bekerja ekstra untuk mendapatkan merek favorit mereka.
Temuan tersebut seakan memberikan
alternatif baru bagi produsen tentang upaya mempertahankan loyalitas
pelanggannya. Untuk mempertahankan loyalitas pelanggannya, produsen kini
memiliki dua pilihan; melakukan aktivitas yang membuat pelanggannya lebih loyal
pada merek dibandingkan loyalitasnya pada rak, atau membangun hubungan yang
kuat untuk menciptakan loyalitas pengecer.
Pertanyaannya, bagaimana cara
terbaik untuk membangun hubungan yang kuat dengan pengecer sehingga bisa memastikan
ruang rak yang tepat untuk produk ketika loyalitas konsumen terhadap merek
individu memudar. Jawabannya tergantung pada kemampuan perusahaan untuk
melaksanakan strategi operasional yang membantu pengecer mencapai tujuannya.
Dalam beberapa tahun terakhir,
ada kesadaran akan pentingnya pelayanan sebagai pembeda strategis, terutama di pasar
yang kompetitif. Perusahaan semakin menyadari bahwa produk mereka dan harga
dapat dicontek pesaing dalam sekejap. Ini berbeda dengan layanan yang mereka
berikan yang jauh lebih sulit untuk ditiru. Dengan demikian, pemberian layanan
merupakan alat yang kompetitif dalam menciptakan hubungan pelanggan jangka
panjang (Hennig-Thurau, Gwinner, dan Gremler 2002).
Selain itu, kualitas layanan yang
disampaikan sangat mempengaruhi kualitas hubungan (kepuasan, kepercayaan, dan
komitmen afektif pelanggan) dan
hasil (loyalitas pelanggan, niat pembelian kembali, suara positif dari mulut ke
mulut), yang menempatkan tekanan lebih pada perusahaan untuk memberikan layanan
sebaik mungkin (Rust, Zahorik, dan Keiningham 1995; Sharma dan Patterson 1999;
Spreng dan Mackoy 1996).
Secara khusus, dalam konteks
hubungan produsen-pengecer, produsen
yang berhasil memenuhi kebutuhan layanan, termasuk pengiriman produk untuk
memenuhi kebutuhan pengecer, memiliki potensi untuk menentukan apa, kapan, dan
berapa banyak pengecer melakukan pemesanan (Newton, 2001). Karena itu, penting
bagi manajer operasi untuk memahami kebutuhan pemenuhan pesanan dan harapan pengecer
serta membangun peran nilai tambah guna mengembangkan loyalitas pengecer.
Penelitian menemukan bahwa untuk
produk konsumsi, interaksi antara tenaga penjual ritel dan konsumen selama
dalam proses pembelian juga penting (Hawes dan Rao, 1993). Intensitas
persaingan di industri ini membuat para pemain lama di elektonik seperti
Panasonic berhadapan dengan beberapa pemain baru di pasar, termasuk LG,
Samsung, Haier, dan Bosch (Heller, 2006). Kondisi ini memungkinkan pengecer
untuk mengisi toko mereka dengan lebih banyak merek dan membujuk pelanggan
untuk membeli merek dari produsen pilihan mereka.
Itu sebabnya, dalam persaingan di
tingkat pengecer seperti sekarang ini, ketidakpekaan pemilik merek terhadap
kebutuhan pengecer dapat memiliki efek merusak pada hubungan dengan pengecer.
Dalam kondisi seperti ini, tak jarang penjual berpihak kepada merek baru yang
mungkin telah memberikan layanan lebih dibandingkan merek lama. Ketika Anda
ingin membeli produk elektronik dan bertanya kepada penjual tentang merek mana
yang bagus, tak jarang dijumpai, penjual mengatakan bahwa kualitasnya sama.
Yang membedakan hanya mereknya. Ini akan membuat merek lama main terpojok bila
harga merek lama tersebut lebih mahal dari merek baru. Karena penjual
mengatakan kualitasnya sama, pembeli tentu akan memilih merek yang memiliki
harga lebih rendah.
Lalu apa yang membuat hubungan
dengan pengecer makin kuat? Beberapa penelitian memberikan gambaran bahwa layanan
berupa pemenuhan pesanan merupakan elemen kuat yang mengendalikan kepuasan pengecer
(Lee dan Billington, 1992; Stewart, 1995). Meski disadari bahwa upaya itu masih
belum menjamin merek Anda akan dipajang dirak. Dibutuhkan negosiasi tertentu
sehingga merek Anda dipajang dirak.
Seperti dimaklumi, dinamika pasar
telah menggeser paradigma strategi yang berbasis produk ke pasar. Pada kondisi
seperti ini, kemampuan untuk memberikan nilai pelanggan menghendaki pergeseran
fokus untuk memahami proses internal yang memungkinkan sebuah organisasi
memanfaatkan perubahan eksternal (Vorhies et al., 1999). Kualitas, harga,
desain, dan sesuai dengan spesifikasi pelanggan adalah hanyalah harga tiket
masuk. (Fuller et al, 1993., Hal. 88).
Seringkali, diferensiasi dibangun melalui penonjolan pada karakteristik
pemenuhan pesanan seperti kemudahan melakukan bisnis, kehandalan pengiriman,
dan tanggap terhadap permintaan pengiriman produk.
Seringkali, kegiatan pemenuhan pesanan
luput dari perhatian puncak karena hal itu merupakan siuatu kegiatan yang rutin
terjadi di dalam proses operasional perusahaan. Padahal, pemenuhan pesanan bisa
digunakan secara strategis untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Akan tetapi, langkah-langkah kuantitatif,
bagaimanapun belum sepenuhnya menjelaskan penilaian pelanggan tentang tingkat
layanan pemasok.
Pemasok berusaha untuk memahami kebutuhan
pelanggan, selain ketersediaan, ketepatan waktu, dan keandalan (Maltz dan
Maltz, 1998). Sebuah elemen penting yang membedakan perusahaan jasa yang paling
sukses adalah menemukan parameter penghitungan kinerja pelayanan yang paling
banyak dengan pelanggan mereka (Jones dan Sasser, 1995; Reichheld, 1996;
Sharman, 1984). Hal ini penting karena, seperti penelitian sebelumnya telah
didirikan, perusahaan dapat tidak efisien dengan menawarkan layanan yang sangat
baik pada elemen pemenuhan pesanan pelanggan yang tidak menghargai (berbau et
al., 2003).
Dalam penelitian tentang kualitas
layanan, beberapa penelitian menggunakan instrumen survei SERVQUAL (Parasuraman
et al, 1985., 1988).Peneliti lain, mengajukan alternative parameter guna
mengukur layanan pemenuhan pesanan. Bienstock dkk. (1997) mengembangkan skala
yang mengukur persepsi kualitas layanan distribusi fisik (PDSQ) berdasarkan
model sebelumnya. Konnseptual ini mencakup ketepatan waktu, ketersediaan dan
kondisi (Mentzer et al., 1989).
Dimensi kedua dari layanan
pemenuhan pesanan mencerminkan dimensi eksternal atau orientasi pasar, yang
melibatkan kemampuan perusahaan untuk merasakan dan memahami kebutuhan
pelanggan melalui hubungan yang diciptakan oleh tenaga pelayanan pelanggan
(Collier, 1991). Ini diukur dari kemampuan i kemampuan produsen untuk memahami
kebutuhan pelanggan dan harapan. Harvey (1998) mencatat bahwa tenaga pelayanan
pelanggan yang melakukan kontak dengan pengecer sangat penting dalam
menciptakan kualitas. Ini karena dengan kontak dan kunjungan, pelanggan dapat
mengevaluasi komitmen perusahaan terhadap mereka.
Dengan demikian, kepuasan pengecer
merupakan elemen strategis dari sebuah perusahaan dalam menciptakan loyalitas
pengecer. Selanjutnya, loyalitas pengecer menjamin keamanan perusahaan, pertumbuhan penjualan, pendapatan yang lebih
besar, dan profitabilitas yang lebih tinggi (Diller, 1996, hlm 81-94). Ini
karena dalam prakteknya kepuasan terhadap produsen mempengaruhi perilaku
pengecer. Pengecer yang puas dengan produsen akan lebih merekomendasikan merek
produsen tersebut ketimbang produsen lainnya. . Dengan kata lain, pengecer akan
mengarahkan konsumen ke merek tertentu, dalam hal ini adalah merek dari produen
yang membuat pengecer puas.
Pertanyaan kunci dalam pengukuran
kepuasan adalah tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengecer.
Survei yang dilakukan Schellhase, Hardock, Ohlwein mengidentfikasi 10 faktor
yang mempengaruhi kepuasan pengecer terhadap produsen.
Berdasarkan survey tersebut,
faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pengecer adalah keterampilan dan
pengetahuan tentang produk dan pasar yang dimiliki sales yang berhubungan
dengan mereka. Hal ini dikemukakan oleh 24,1% responden. Sementara itu, sekitar
11,8% responden menyebut packaging dan logistik sebagai faktor penting kedua
yang mempengaruhi kepuasan pengecer. Ini mengindikasikan bahwa langkah atau
reaksi cepat dan dapat diandalkan merupakan sesuatu yang selalu diharapkan oleh
pengecer dari produsen.
Faktor penting berikutnya adalah
organisasi dari promosi penjualan (8,3%). Jawaban ini memberi sinyal bahwa
perencana yang baik dan promosi penjualan yang berdampak pada peningkatan
volume penjualan merupakan sesuatu yang sangat diharapkan oleh pegecer.
Selanjutnya adalah kerjasama seertiyang dikemukakan oleh 6,3% responden. Dalam
konteks ini, pengecer memang sangat menghargai kelancaran proses yang diyakini
dapat meningkatkan kerjasama. Sementara itu, faktor-faktor lainnya yang
mempengaruhi kepuasan pengecer terhadap produsen adalah layanan rak, manajemen
produk, harga, kondisi pemasaran, kualitas dan fleksibilitas layanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar