Sebuah
studi baru tentang agensi PR/Media Pemasaran yang dilakukan Red Jeweled Media
mengungkapkan sesuatu yang menurut saya mengejutkan. Lihat saja, sebagian besar
(baca mayoritas) responden atau sekitar 77% blogger menganggap blog mereka
sebagai sebuah bisnis - apakah itu combo bisnis
atau hobi (46,2%), bisnis penuh-waktu (11,1%) atau bisnis paruh waktu (19,4%).
Hanya sekali lagi hanya 20,3% yang melihat blog mereka hanya sebagai hobi atau
aktivitas pribadi yang menyenangkan.
Selain
itu, masih ada kejutan lagi yang merupakan konsekuensi dari sikap yang mereka
ungkap sebelumnya. Dalam survey yang mencoba menyelami lebih jauh jiwa para blogger,
menjelajahi jalan seperti mengapa mereka memiliki blog, untuk apa yang mereka memblogging,
berapa banyak waktu yang mereka habiskan di blog mereka dan berapa banyak merek
yang mereka posting, juga terungkap bahwa mereka menganggap dirinya sebagai pemasar.
Karena itu, untuk setiap pesan yang mereka posting melalui blog-nya tidaklah
gratis. Dengan kata lain mereka meminta bayaran terkait dengan merek yang
mereka posting (prnewsonline.com |
1.14.13).
Hasil
lainya tidak terlalu mengejutkan kalau tidak bisa dianggap sebagai ungkapan
klise. Melalui hasil survey ini terungkap bahwa mayoritas atau lebih dari 90%
blogger yang disurvey sangat bergairah untuk menulis sesuatu Tidak begitu
mengejutkan, mayoritas (lebih dari 90%) dari blogger yang disurvei bergairah
tentang menulis, mereka senang menjadi bagian dari komunitas blogging dan
menikmati mengekspresikan diri melalui blogging.
Untuk
memperdalam temuan tersebut, PRNews menanyai dua ahli PR terkait dengan blogger
relations yang efektif dan tantangan dan praktik terbaik dari manajemen
blogger. Menurut Stephanie Doherty (sdoherty@conecomm.com), VP at Cone
Communications, salah satu tantangan terbesar dalam bekerja dengan blogger adalah
menentukan siapa yang paling cocok akan dijadikan sebagai mitra dalam program
atau kampanye suatu produk atau merek. "Mengidentifikasi blogger yang
tepat membutuhkan banyak waktu dan penelitian," kata Doherty.
Begitu
daftar blogger dimiliki dan blogger yang mempunyai jangkauan sesuai dengan jangkauan
yang ingin ditarget merek atau produk, pemesar ahrus benar-benar menggali informasi
tentang blog mereka. Lalu blogger tersebut harus dikenali secara pribadi untuk
kemudian menggali iformasi tentang pembaca blog, apakah diantara pembaca blog
tersebut menyukai isi blog atau malah membencinya ? Di mana mereka tinggal? Apa
yang membuat blogger tersebut unik atau berbeda?
Selain
itu, ada juga faktor lain yang penting diidentifikasi, pertama, berapa biaya yang
dibutuhkan blogger? Kedua, kata Sue Reninger (reninger@rmdadvertising.com),
managing partner and strategist at RMD Advertising, menemukan orang-orang yang
memiliki sikap bahwa blogger bukan pemasar adalah penting. Sebab, seperti
diketahui, sebagian besar merek mengalokasikan anggaran iklan dan PR secara
terpisah.
Sebab
bagaimanapun fungsi PR dan iklan berbeda. Dalam konteks marketing public
relations misalnya, fungsi PR adalah menjalankan proses perencanaan,
melaksanakan dan mengevaluasi program-program yang mendorong pembelian dan
kepuasan konsumen melalui komunikasi informasi yang kredibel dan kesan bahwa
perusahaan dan produk mampu mengenali kebutuhan, keinginan, perhatian, dan
kepentingan konsumen. Dengan kata lain, kredibilitas pesan yang dalam hal ini
terkait dengan objectivitas isi pesannya dalah fokus kepedulian seorang PR.
Dalam hubungannya
dengan blogger, meski kalau melihat hasil survey Red Jewelry kecil, namun
sejatinya ada blogger yang menjaga kredibilitas dengan cara membuat ulasan serta
editorial objektif. Biasanya merek ini tidak dapat dibeli. "Jadi, kita
harus bisa menemukan blogger yang memiliki pendirian bahwa blogger harus
berjarak dan membangun sebuah merek membutuhkan waktu lebih dari satu periode
waktu, layak dipertimbangkan ketika kita mengalokasikan anggaran komunikasi,"
kata Reninger.
Menurut
Doherty, biaya yang ditetapkan blogger untuk memposting suatu merek sangat
bervariasi. Biaya itu tergantung pada pembaca mereka, berikut relasi sosial sosial
dan keterlibatan pembacanya. Jenis posting juga mempengaruhi biaya yang dikenakan.
Biaya untuk review sebuah merek atau produk misalnya, akan lebih mahal
ketimbang informasi yang sifatnya langsung (straight). “Blogger-blogger yang membutuhkan biaya untuk posting tersebut biasanya
memiliki media kit yang tersedia di blog mereka dengan informasinya,” kata Doherty.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar