Awal Mei
lalu, saya diundang Perhumas Muda Malang untuk sharing tentang
perubahan-perubahan yang terjadi di dunia public relations Indonesia. Luar
biasa antusiasme para calon-calon praktisi publics relations terhadap topic ini.
Terbukti aula rektorat Universitas Merdeka Malang – tempat penyelenggaraan –
yang berkapasitas 250 orang nyaris penuh.
Saya
menyiapkan beberapa slide tentang perubahan-perubahan yang terjadi di dunia
Marketing Public Relations (MPR) khususnya pada era media sosial belakangan
ini. Intinya, dunia marketing public relations (MPR), termasuk di Indonesia, berubah
pesat. “Jika Anda belum melihat pergeseran itu, sekarang waktu yang tepat untuk
mengenali bagaimana media sosial membuka pintu bagi Anda untuk terlibat dengan
pelanggan baru, mempengaruhi sikap masyarakat, dan, mengubah perilaku mereka”
Praktik Marketing
Public Relation kini berubah drastis. Lima tahun lalu, saya belum menyaksikan
seorang praktisi public relations bisa membuat press release langsung dari
tempat berlangsungnya suatu acara, katakanlah launching produk baru dan
menshare-nya ke editor atau reporter media, buzzer, atau blogger, pemegang
saham, dan stakeholder lainnya bahkan pelanggannya. Kini praktik seperti itu –
sampai pada tahap-tahap kerja media relations tertentu – sudah banyak dilakukan
oleh merek-merek atau perusahaan di Indonesia.
Selain
release beritanya dimuat di website baik perusahaan klien, saat itu juga dimuat
di website perusahaan PR-nya. Dia juga memasukkannya ke Google sehingga
wartawan baik yang hadir maupun tidak hadir di acara itu untuk mengunduhnya
dari mesin pencari Google, lengkap dengan foto-foto, bahkan videonya. Khalayak
luas seakan melihat hal-hal seperti laporan pandangan mata, memungkinkan mereka
untuk berinteraksi dan terlibat. Sebuah cerita tersebar lebih luas dan
real-time.
Dalam
konteks Indonesia, laporan siaran langsung dengan menggunakan Youtube oleh
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seakan membukakan
mata public bahwa mereka bisa melihatnya langsung tanpa melalui media
konvensional. Seperti diketahui, sejak masa kepemimpinan Jokowi-Ahok, Pemprov
DKI mulai bersikap terbuka termasuk menayangkan rapat-rapat dengan dinas di
jejaring sosial youtube.
Menurut
Asisten Pemerintahan Pemprov DKI, Sylviana Murni, gebrakan Ahok yang selalu
meminta setiap rapat diupload ke youtube dengan akun Pemprov DKI, menarik
perhatian dari banyak negara. "Sejak di-upload ke youtube, bagaimana Pak
Wagub transparan kepada SKPD, ternyata ada 50 negara yang melihat dan ada 1,5
juta yang mengklik," ujar Sylviana, Senin (10/12/2012). Pemirsapun bisa
langsung berkomentar atau bahkan bila dimungkinkan bisa berdiskusi langsung
melalui media chatting.
Reporter
yang hadir juga bisa membuat laporan dari lokasi kejadian lengkap dengan
fotonya untuk dimuat media dotkomnya, foto-fotonya bisa langsung dishare
melalui blognya, ke teman-teman reporter lainnya baik yang juga hadir maupun
yang tidak sempat hadir. Diapun – kalau diijinkan – tidak perlu datang ke
kantor. Diskusi dengan editor tentang tulisannya bisa dilakukan melalui
telepon, sms, atau BBM, whatapps, line dan media percakapan lainnya. Kalau
editornya butuh informasi tambahan, dia bisa mengetik informasi itu di iPad,
tablet, atau smartphone lainnya dan langsung dikirim via email.
MPR
adalah proses perencanaan, melaksanakan dan mengevaluasi program-program yang
mendorong pembelian dan kepuasan konsumen melalui komunikasi informasi yang
kredibel dan kesan bahwa perusahaan dan produk mampu mengenali kebutuhan,
keinginan, perhatian, dan kepentingan konsumen. Khalayak yang dituju dari MPR
adalah masyarakat dan konsumen. Dalam konteks ini, kredibilitas – baik
penyampai, pesan dan medianya -- sangat menentukan keefektifan MPR.
Salah
satu karakter dari media sosial adalah desentralisasi. Dalam konteks MPR, itu
berarti melalui percakapan yang terbangun di media sosial, setiap orang secara
sosial bisa melakukan kegiatan MPR, memiliki akses ke jaringan sosial
perusahaan, dan mewakili perusahaan melalui akun pribadinya. Konsekuensinya,
perusahaan kehilangan kontrol atas pesan-pesan merek.
Karena
itu, perusahaan harus percaya bahwa publik bisa mewakili merek yang dikelola
pemasar. Agar mereka bisa menjadi ambassador, selain harus menjaga kinerja
kualitas merek produk barang atau jasanya perusahaan harus memasok pesan merek
secara konsisten. Ini berarti ketika perusahaan masuk ke media sosial,
perusahaan harus membangun interaksi dengan secara aktif dan memberikan pesan
merek secara konsisten dan mendorong followernya melakukan percakapan. Merek
untuk pelanggan dan pelanggan membuat merek.
Disini
pentingnya praktisi PR dan komunikasi untuk memberdayakan setiap karyawan dan
memungkinkan mereka untuk menampilkan wajah lain dari perusahaan dengan cara
masing-masing tetapi masih dalam koridor nilai-nilai perusahaan yang dipahami
bersama. Mereka juga brand ambassador.
Ini
berarti bahwa nilai-nilai budaya perusahaan harus dikomunikasikan secara
internal atau bahkan memerlukan perubahan organisasi yang mendasar. Sebab bisa
jadi ada karyawan yang tidak bersedia untuk mewakili merek Anda atau bahkan
malah menailmpilkan suara negatif tentang merek atau perusahaan empat dia
bekerja. Karena itulah penting bagi perusahaan untuk memikirkan kembali
kriteria perekrutan karyawannya.
Tantangan
yang lain adalah bagaimana mengintegrasikannya sehingga pesan-pesan yang
tersampaikan tetap konsisten dengan yang diinginkan dan nilai-nilai perusahaan.
Sebab seperti diketahui, media sosial terus berkembang dengan seperti deret
ukur. Sampai tiga tahun lalu, public
cuma mengenal Facebook, Youtube dan Twitter misalnya. Kini publik akrab dengan
Instagram, LinkedIn, Google+, Pinterest, dan masih banyak lagi yang lain.
Instagram,
aplikasi berbagi foto untuk pengguna iPhone dan Android telah menjadi sensasi
luas di kalangan pengguna individu. Seseorang, siapapun dia, apakah praktisi
PR, jurnalis, dan publik bisa menempatkan merek Anda di Instagram, berbagi
beritanya melalui ponsel saat bepergian dengan gambar keren, mendokumentasikan
berita, peristiwa, orang dan lokasinya.
Berbagi
foto ponsel sekarang menjadi bagian dari masa depan public dan merupakan salah
satu tren media sosial paling cepat berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
Merek besar mulai memperhatikan, menggunakan tren ini untuk keuntungan mereka.
Instagram telah mengumpulkan 15 juta pengguna yang telah memg-upload lebih dari
400 juta foto dalam waktu kurang dari dua tahun. Bayangkan berapa banyak rol
film yang akan ditambahkan bia menggunakan kamera film yang biasa digunakan 10
tahun lalu. Bahkan Presiden Obama ikut-ikutan berbagi foto-foto
behind-the-scenes-nya selama kampanye pemilihan 2012 lalu.
Studi
menunjukkan bahwa gambar meningkatkan keterbacaan siaran pers, posting blog dan
media sosial. Gambar juga dapat meningkatkan visibilitas online Anda di search
engine selain untuk menarik minat pencari informssi untuk mengklik cerita
berdasarkan gambar Anda. Menggunakan aplikasi seperti Camera+ untuk menambahkan
efek khusus termasuk pencahayaan, efek warna, perbatasan dan keterangan dapat
membuat begitu-begitu gambar terlihat seperti sebuah karya seni.
Beberapa
merek seperti The Today Show dan Starbucks seakan melakukan lompatan PR
Sosial dengan melakukan laporan aktivitas MPR-nya melalui Instagram. Starbucks
bisa dikatakan sebagai merek yang mengadopsi awal Instagram dan hingga saat ini
memiliki lebih dari 250.000 pengikut. Melalui Instagram, Starbuck berusaha
menampilkan esperiential yang didapat pelanggan bila berada di dalam gerai dari
seluruh dunia. Starbuck juga menunjukkan rasa kopi yang baru dipilih dan diuji
di Starbucks pusat, informasi tentang perusahaan, termasuk lowongan pekerjaan.
Untuk maksud itu, Starbucks berbagi foto dengan penggemarnya di Facebook
sehingga pelanggannya dapat mengomentari rasa kopi baru dan yang akan
disediakan di gerai Starbuck.
Kembali
lagi ke MPR. Publisitas adalah sarana MPR yang utama. Seperti periklanan dan
penjualan perorangan, tujuan fundamental dari publisitas yang berorientasi
pemasaran adalah untuk meningkatkan ekuitas merek dalam dua cara: pertama,
melalui kesadaran akan merek dan, kedua, menambah citra merek melalui asosiasi
yang kuat dan menguntungkan dengan merek-merek dalam benak para konsumen.
Sampai
lima tahun lalu, perusahaan memperoleh publisitas hanyalah melalui dengan
menggunakan berbagai bentuk news release, konferensi pers, dan jenis-jenis
penyebaran informasi lainnya. Perusahaan harus memiliki berita yang signifikan
terlebih dahulu sebelum membuat news release. News release mengenai produk
baru, modifiksi produk-produk lama, dan topic-topik lain yang layak diberitakan
disampaikan kepada para editor surat kabar, majalah, dan media lainnya.
Konferensi pers mengumumkan berita utama utama yang penting bagi masyarakat.
Foto-foto, rekaman, dan film-film berguna untuk menggambarkan perkembangan
produk, produk baru, teknik produksi yang canggih, dan sebagainya
Kini
media sosial telah menjadikan MPR kembali ke public. Blog, release berita,
konten online, media sosial memungkinkan perusahaan berkomunikasi langsung
dengan public dan konsumennya dalam bentuk yang mereka fahami. Ini berbeda
dengan MPR pada 5 tahun lalu dimana informasi yang disampaikan PR hanya bisa
dipahami oleh media dan media menuliskannya dengan gaya sedemikian rupa
sehingga pubik memahaminya. Inilah perubahan radikal yang terjadi di MPR.
Pertanyaan
sekarang adalah bagaimana mengintegrasikan media-media yang semakin beragam
itu. Disini, ketika membahas pendekatan pemasaran terpadu, mobile bisa jadi
merupakan platform untuk mewujudkannya. Sebagai komunikator atau pemasar, terlepas
dari apa jenis bisnis, Anda perlu mulai berpikir mobile sebagai saluran penting
bagi merek Anda, jika Anda belum melakukannya. Mungkin mulai dengan versi
mobile dari situs Anda atau memikirkan sebuah aplikasi yang dapat melibatkan
pelanggan Anda lebih jauh. Kenapa mobile, jawabannya sederhana, dari 850 juta
pengguna aktif bulanan tahun lalu, 488 juta pengguna Facebook secara teratur
menggunakan ponsel.
Case : Membangun Konversasi Dengan tema Citilink Story
Sebagai ilustrasi bagaimana praktik public relations
berubah, saya kutip tulisan Wawan Setiawan seperti dimuat di Majalah MIX edisi
Januari 2013 lalu.
Citilink sukses memanfaatkan Social Media (Socmed) untuk
mendukung program marketing communication-nya. Ini ditenggarai dari jumlah fans
dan followers-nya yang mencapai 82,969 fans Facebook dan 36,610 followers
Twitter @citilink. “Kami menargetkan growth untuk fansbased Citilink
2.000/minggu,” kata Ariesto Kristandyo, VP Marketing & Communication
Citilink Indonesia. Citilink memanfaatkan Socmed sejak 2011.
Citilink juga menggunakan Website sebagai kanal informasi,
bukan cuma untuk kanal commercial (untuk booking facilty). “Jadi, Website
Citilink juga merupakan pintu gerbang Citilink untuk memasuki dunia Social
Media. Kami lebih nyaman menggunakan sebutan Digital Marketing dimana Sosmed
merupakan bagian dari Digital Marketing,”
jelasnya.
Pada 2012, kegiatan Digital Marketing semakin diaktifkan
dengan meluncurkan Citilink Story dan Citilink TV. Citilink Story merupakan
kanal informasi yang terdapat di dalam Website Citilink (www.citilink.co.id).
Kanal ini memuat informasi seputar destinasi wisata, lokasi serta potensi
pariwisata Nusantara.
Khalayak yang ingin
memberikan info kuliner, destinasi atau pun pengalaman mereka dalam berwisata
ke obyek-obyek wisata di Indonesia dapat
mem-posting tulisan mereka ke Citilink Story. Posting tersebut
selanjutnya di-create hingga menyerupai program acara melalui kanal digital
Citilink TV.
Menurut dia, dalam ranah Digital Marketing, terkandung
interaksi di dalamnya sehingga konsumen tak sekadar menerima informasi searah
dari pelaku bisnis, namun juga bisa
menyuarakan rasa tidak puasnya terhadap produk yang ditawarkan, mengusulkan ide
atau memberi komentar. Konsekuensinya, pelaku bisnis harus lebih peka, terbuka
dan responsif terhadap saran, komentar serta tanggapan konsumen yang terlontar
di jejaring sosial.
“Semakin “ramai” konsumen “berbicara” di dalam Socmed
Citilink, maka kami melihat kehadiran Socmed Citilink semakin baik. Segala
masukan yang diberikan oleh fans/followers Citilink adalah bentuk perhatian dan
evaluasi bagi Citilink untuk meningkatkan pelayanan di masa datang,” akunya.
Website Citilink sendiri jumlahnya meningkat signifikan
sejak jasa angkutan udara ini di-spin off dari induk perusahaannya Garuda
Indonesia. Kalau pada Januari 2012 jumlah pengunjungnya sekitar 200.000
visitors, pada bulan berikutnya (Februari 2012), pengunjung ke Website Citilink
mencapai 1.200.000 pengunjung dimana terdapat 28.43% new visitors. Dan kini
rata-rata visitors-nya perbulan mencapai 1.5 juta.
Dalam upaya menciptakan interaksi (melalui conversation),
Citilink memiliki strategi memberikan posting sebanyak 5-6 kali setiap hari di
media sosialnya. Setiap posting memiliki strategi yang berbeda. “Kami bedakan
antara sapaan di pagi hari, siang hari dan malam hari. Juga ada kami sisipkan
informasi tentang tips perjalanan dan juga informasi destinasi wisata yang akan
di-linking ke Citilink Story,” urainya.
“Kami juga harus menjawab semua pertanyaan customer yang
disampaikan melalui kanal social media Citilink dalam waktu 30 menit hingga
sejam. Jika ada pertanyaan atau keluhan pelanggan, kami mengarahkan mereka
kepada departemen terkait atau call center untuk resolusi problem mereka,”
lanjut Ariesto.
Pemantauan Socmed channel maupun updating Website dilakukan
oleh tim digital media dalam Departemen Marketing and Communications, termasuk
tim in house production yang berkolaborasi dengan agensi untuk menciptakan
konten di channel Citilink City.
Indikator untuk menilai efektivitas atau keberhasilan Socmed
bisa dilihat dari jumlah fans/follower, peningkatan jumlah visitors di Website
(Citilink Story), jumlah viewers Citilink TV dan persentase pertambahannya,
peningkatan jumlah new visitors di Website, jumlah posting yang masuk dan trend
kenaikannya. Tim digital media melakukan tracking terhadap seluruh aktivitas
yang ada di Socmed melalui tools BTS (Brand Tracking Survey).
Menurut Ariesto, pihaknya saat ini tengah menyiapkan program
dengan menghadirkan brand ambassador atau endorser agar conversation yang
terjalin bisa lebih intense, menarik, dan dapat merangkul lebih banyak
fans/follower/viewers. “Terhadap endorser yang direkrut, tentu saja sesuai
dengan karakter utama brand Citilink, yang memiliki kesan fun, affordable and
reliable. Selain itu, dalam pemilihan brand endorser atau mungkin untuk istilah
dunia Socmed adalah buzzer, kami harus mencocokkan dengan karakter user atau
customer Citilink dari segmen family, young traveler, businessman and
businesswoman yang trendy and fun,” kata Ariesto Kristandyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar