Akhir
pekan lalu, saya bersama keluarga ke sebuah toko elektronik di sebuah mal di
bilangan Jakarta Selatan. Iseng-iseng isteri saya menanyakan harga sebuah
pesawat televisi dan kamera DSLR yang dipajang dan diklaim oleh toko tersebut
sebagai promo. Petugas penjualan toko tersebut menjelaskan mulai dari
spesifikasi hingga harga plus diskonnya, pertama 10 % dan ditambah 5 %.
Sementara
isteri saya mengobrol dengan penjual tadi, diam-diam anak lelaki saya, melalui
HP-nya, memotret label harga lengkap dengan spesifikasinya. Dia lalu
membandingkan harganya melalui google dan kemudian ke toko online. Sepuluh
menit kemudian anak saya tadi mendatangi ibunya. “Untuk TV, masih lebih murah.
Kalau di toko online A belum ada. Untuk kamera jangan beli disini, di toko
online B saja. Harganya jauh lebih murah,” kata anak saya.
Saya
perhatikan apa yang dilakukan anak saya tadi juga dilakukan oleh calon pembeli
lain. Mereka Nampak menenteng smartphone, memotret barang yang ditawarkan dan
harganya. Saya perhatikan, diantara mereka ada yang jadi membeli dan ada pula
yang tidak membeli, Ini saya lihat pergerakan mereka setelah memotret, apakah
petugas penjualan menulis bon pembelian dan konsumen tadi menuju kasir atau
langsung meninggalkan toko tersebut.
Saya
kemudian bertanya-tanya apakah fenomena ini juga terjadi di supermarket? Saya
lalu mengunjungi outlet barang-barang kebutuhan sehari-hari yang terletak di
lantai di bawah outlet toko elektronik tadi.
Saya perhatikan untuk beberapa produk saya mendapati fenomena yang sama.
Namun dari pengamatan sekilas, saya perhatikan, yang paling banyak dibeli
secara langsung di toko itu umumnya adalah produk yang pemakaiannya tak bisa
ditunda.
Misalnya
produk segar seperti sayuran, susu, sabun dan produk lainyang saya duga akan
segera dikonsumsi. Sementara produk yang
bisa ditunda konsumsi – bisa jadi di rumah konsumen tadi masih memiiki stok –
tidak dibeli. Produk yang konsumsinya bisa ditunda ini seperti snack, dan
sebagainya. Untuk produk seperti sabun, dan sebagainya, kalaupun mereka membeli
produk ini sepertinya hanya untuk kebutuhan jangka pendek. Untuk stok selama seminguu
mereka masih mencari yang lebih murah.
Hari-hari
ini, showrooming -- praktek menggunakan toko untuk browsing dan penelitian,
tetapi kemudian membeli dari toko online karena lebih murah menjadi topik yang
paling banyak dibicarakan di bisnis retail. Fenomena ini dianggap sebagai
ancaman bagi peritel outlet konvensional karena pelanggannya bisa tergerus
karena beralih ke outlet online yang kini bak jamur bermunculan.
Fenomena
ini menggambarkan perubahan dalam paradigm belanja di tingkat end user.
Konsekuensi, peritel toko mau tidak mau harus menyesuaikannya dengan
perkembangan ini. Penelitian yang dilakukan Placed – sebuah mobile analytics
company – memberikan gambaran bahwa sekitar seperempat (24 % persisnya) dari
pembeli menggunakan ponsel mereka di toko untuk membandingkan harga di tempat
lain. Dari jumlah tersebut, 40% diantaranya mengatakan membeli barang-barang
dari pesaing - baik di toko atau online - setelah membandingkan harga melalui
ponsel mereka ketika mengunjungi toko.
Perilaku
showrooming terutama banyak dijumpai di kalangan konsuen muda. Sekitar 39% dari
konsumen berusia 18-39 tahun yang disurvei mengatakan bahwa mereka secara aktif
terlibat dalam showrooming. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan konsumen
usia di atas 40% yang melakukan showrooming (18%). Yang lebih memprihatinkan,
lebih dari 20% orang mengatakan mereka pergi ke sebuah toko hanya untuk
mengecek apakah harga barang yang mereka rencanakan beli di online masih lebih
murah atau lebih mahal dibandingkan di toko.
Beberapa
toko mencoba mengatasi masalah showrooming ini dengan menerapkan praktek diskon
musiman untuk produk-produk tertentu dengan waktu yang pendek seperti yang
dilakukan toko yang saya kunjungi tadi. Besoknya mungkin akan promo produk yang
lainnya. Beberapa produk dengan merek atau tipe tertentu mereka sesuaikan
dengan harga seperti yang tercantum di daftar harga outlet online lain. Praktik
seperti ini juga dilakukan di luar negeri seperti Target dan Best Buy yang kini
juga harus berjuang mengatasi fenomena showrooming ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar