Ada adegium dalam dunia public relations, terutama yang
beraitan dengan konferensi pers dan siaran pers. Salah satunya adalah praktisi
public relation diajak untuk berpikir dan bertindak seperti halnya Anda
seorang wartawan atau berempatilah sebagaimana seorang wartawan.
Kemarin, untuk pertama kali dalam 15 tahun terakhir (saya
ingat persis saya ikut jumpa pers terakhir di Indonesia saat pengumuman
penutupan beberapa bank oleh pemerintah. Yang mengumumkan saat itu Menteri
Keuangan Fuad Bawazier), saya mengikuti konferensi pers. Temanya adalah tentang
perubahan nama dan logo sebuah perusahaan. Lama sekali sementara kita tahu
perkembangan teknologi telah mengubah secara drastis tool dan praktek public
relations, terutama dalam kaitannya dengan konferensi dan siaran pers.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perubahan yang terjadi
dalam kaitannya dengan siaran pers. Ini terutama dalam beberapa bulan terakhir
setelah adanya update algoritma Google. Sementara siaran pers masih hidup dan
sehat, bahkan sangat berguna, tidak diragukan lagi bahwa siaran pers memang
masih dalam masa transisi. Itulah sebabnya kondisi itu akan menjadi ide yang
baik untuk menlihat beberapa pedoman ketika Anda menulis siaran pers.
Kembali ke konferensi pers yang saya ikuti tadi, itu adalah
tentang perusahaan besar. Bagaimana tidak besar karena omsetnya sudah
triliunan, untungnya miliaran. Jangan lagi bicara soal aset. Acara
diselenggarakan di lantai 16 sebuah hotel berbintang lima di jantung kota
Jakarta. Penyelengaraanya atau organizing committenya sebuah perusahaan PR
agency ternama dinakhodai oleh tokoh PR ternama pula.
Acaranya keren memang, pas jadwal dan tertib. Begitu masuk
waktu, sat para eksekutif yang memberi keterangan harus menghadiri acara
seremoni di lantai lain gedung yang sama, ada acara makan-makan (meski belum
masuk jam makan siang) dan door prize. Saya sendiri percaya diri, begitu
konferensi pers selesai langsung cabut sambil menenteng goody bag. Saya yakin
isinya materi lengkap sehingga pas menulis laporan saya tak perlu repot-repot
lagi.
Namun ketika saya buka, isinya ternyata sebuah siaran pers
sebagai bahan diskusi saat konferensi pers, souvenir berupa gantungan kunci,
pulpen, dan name card box, plus sebuah kalender meja. “Untuk apa ya
barang-barang ini?” tanya saya dalam hati. Apakah tidak bermanfaat kalau isinya
flashdisk yang berisi data tentang perusahaan dalam kaitannya dengan corporate
action yang akan dijelaskan kepada wartawan plus foto-fotonya.
Saya akui, saya telat datang sekitar 10 menit sehingga pas
datang acara sudah dimulai bahkan sudah sesi jawab. Sepertinya konferensi pers dimulai
tepat waktu. Paling tidak hal ini menunjukkan bahwa penyelenggara hormat
terhadap tenggat waktu wartawan. Moderator juga mampu menjaga agar diskusi
tetap mengalir, tidak terlibat dalam acara perkenalan yang panjang atau mengulang
informasi yang ada dalam press kit.
Konferensi pers juga tidak terlalu lama, sekitar 45 menit,
termasuk Tanya jawab. Moderator selalu meminta wartawan untuk menyebut identitas
diri mereka sebelum mengajukan pertanyaan dan mengulang pertanyaan bila kurang jelas sehingga
semua orang bisa mendengarnya.
Namun saya bisa menangkap suasana tanya jawab yang kurang
lengkap acara itu. Sebagai seorang jurnalis sebuah media dengan liputan tentang
marketing communications, termasuk di dalamnya tentang public relations, saya
merasa penjelasan tentang perubahan nama dan logo perusahaan itu dari sisi
marcomm belum banyak dibahas.
Ketika sang eksekutif menjelaskan tentang target yang ingin
dicapai tahun depan, saya memberanikan diri untuk bertanya seputar target
tersebut. Kebetulan saya lihat tidak ada lagi wartawan yang bertanya.
Pertanyaan saya sederhana, apakah target itu dibuat dengan sumsi perusahaan
melakukan ekspansi pasar atau meningkatkan penggunaan per pelanggan yang sudah
ada?
Kedua, melihat alasan perubahan nama tersebut terkait upaya
perusahaan meningkatkan layanan dan kebutuhan pelanggan, maka saya bertanya
apakah hubungan antara perubahan nama dan peningkatan layanan? Soal ini,
dijawab sedang dalam proses, termasuk upaya mempercepat layanan yang dibutuhkan
pelanggannya. Semua dijawab sedang dalam proses.
Jawaban itu tentu tak memuaskan.Itu sebabnya daya berharap
ada bahasan tentang hal itu dalam goody bag yang dibagikan. Nyatanya tak ada. Jadi
bayangan saya tentang perubahan pola kerja praktisi public relations hamper
meleset. Yang saya alami hari itu tidak ubahnya seperti yang saya alami 15
tahun lalu ketika jaman internet masih baru, belum ada sms, dan email belum
lancar benar.
Sementara saat ini teknologi pendukung pengiriman informasi secara cepat tersedia baik melalui tablet atau blackberry. Jadi informasi akan lebih cepat tersaji bila EO menyediakan semacam flasdisk yang isinya selain data tentang perushaaan juga ada semacam pers release yang dalam istilah jurnalis sehari-hari press klar. Tulisan tinggal kirim. Kalaupun ada perubahan tergantung pada selera dan tujuannya.
Bayangan saya bahwa saya bisa upload berita dari lokasi bisa
saya lakukan, nyatanya tidak terwujud. Ini karena saya harus mengetik ualng
semua informasi baik yang ada di goody bag maupun dari diskusi. Tak ada meja
untuk mengetik karena saya masih tradisional dalam menggunakan laptop.
Saya lihat wartawan media online memang sudah mengirim beritanya. Namun bayangan saya, informasimya tak akan jauh beda satu sama lain. Saya sendiri ingin tulisan atau laporan tesebut lenbih tematik terutama terkait perubahan nama dan logo dengan bahasan implikasi dari perubahan tersebut. Toh itu belum kesampaian.
Saya lihat wartawan media online memang sudah mengirim beritanya. Namun bayangan saya, informasimya tak akan jauh beda satu sama lain. Saya sendiri ingin tulisan atau laporan tesebut lenbih tematik terutama terkait perubahan nama dan logo dengan bahasan implikasi dari perubahan tersebut. Toh itu belum kesampaian.
Seperti diketahui, tujuan utama konferensi pers adalah untuk
membuat pekerjaan jurnalis lebih mudah. Wartawan mendapat informasi yang bagus
dan lengkap, foto dan informasi lainnya sesuai dengan bidang liputannya. Itu
sebabnya sebaiknya dalam konferensi pers sebaiknya dibagi menurut kategori
wartawan yang diundangnya.
Konferensi pers peluncuran produk baru misalnya. Produk baru
itu memiliki dimensi teknologi, bisnis, pemasaran, keuangan dan sebagainya
misalnya. Karena itu, undangan konferensi pers untuk menjelaskan soal keuangan
sebaiknya yang diundang adalah wartawan untuk keuangan, pemasarn juga demikian.
Kalau pun harus disatukan, informasi yang masuk dalam press kit juga harus
mencakup semuanya.
Siaran pers memang isinya berupa ringkasan cerita,
fakta-fakta penting dan pemain kunci, foto pemain kunci. Namun jangan lupa
dalam siaran pers tersebut sebaiknya juga dilampirkan lembar fakta termasuk
salinan dari setiap grafik atau diagram yang disajikan selama konferensi pers.
Juga ada informasi tentang kontak yang bisa dihubungi bila wartawan ingin mendapatkan
informasi lebih lanjut dan permintaan wawancara. Sayangnya, dalam konferesi
pers kemarin, yang terakhir ini tidak terjadi. Narasumber menolak ketika
dimintai nomor kontaknya.
Semua informasi tersebut seyogyanya pula diberikan dalam
bentuk softcopy. Ini karena saat ini banyak wartawan yang sekarang bekerja di
lingkungan digital, sehingga sangat membantu jika press kit berupa dokumen dan
foto dimasukkan dalam salinan digital. Bisa CD-ROM atau flashdisk yang isinya
bisa mencakup materi promosi lainnya seperti iklan TV, video dan file audio,
dan logo resmi dan gambar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar