Internet dan sosial media telah mengubah cara beerja public relations. Itu sudah terbukti. Pertanyaannya adalah apakah semua berubah? Misalnya saat ini perusahaan memang telah memiliki website dan sebagainya. Mereka bisa mempublikasikan sendiri cerita-cerita tentang mereknya dan kalau wartawan tertarik boleh mengunduhnya. Jadi kalau sudah demikian, apakah siaran pers masih dibutuhkan?
Adalah Ashley Brown, orang Amerika yang kini memimpin divisi komunikasi digital dan media sosial di Coca - Cola Company, yang ingin menghabisi siaran pers. "Jika ada satu hal yang ingin saya lakukan di Coke," kata Brown dalam konferensi yang diselenggarakan oleh perusahaan penerbit komunikasi Ragan, November 2013 lalu. "Kami memiliki komitmen untuk mengurangi jumlah siaran pers menjadi setengahnya pada tahun ini, dan saya ingin kami tak menggunakannya lagi pada 2015 . Itulah tujuan kami."
Alih-alih siaran pers, Coke ingin bercerita langsung. Coke ingin membuat sesuatu yang bisa dishare, content yang populer, diinformasikan oleh audiens yang tertarik. Ambisi tersebut didorong oleh keberhasilan Coke saat meluncurkan website perusahaan yang sukses tahun lalu.
Itulah titik awal bagaimana Coke percaya akan kehebatan brand journalism. Situs tersebut sekarang mendapatkan lebih banyak pengunjung daripada surat kabar utama. Ibaratnya situs tersebut kini seakan menjadi majalah online - menggunakan data untuk menerbitkan konten kepada audience Coke yang tertarik. Isinya mulai dari resep Coke hingga wawancara dengan selebriti yang bercerita tentang masa lalu Coke .
Trevor Young, seorang ahli content marketing dari perusahaan public relations Expermedia, memuji strategi Coke tersebut. "Blogging dan saluran media Anda sendiri harus menjadi prioritas pertama sebuah bisnis ketika masuk ke dunia pemasaran," katanya .
Namun demikian, dia tidak yakin semua bisnis harus meninggalkan atau tidak memanfaatkan siaran pers. Menurut Young, yang jadi persoalan bukanlah siaran per situ sendiri. Yang jadi persoalan adaah seringkali siaran pers itu membosankan. "Informasinya tidak relevan. Cara menulisnya juga tidak relevan," katanya .
"Mereka penuh dengan istilah-istilah dan jargon yang susah difahami. Sebagian besar wartawan membuktikan bahwa apa yang mereka terima dalam siaran pers sering kali tidak kreatif. Ceritanya ebih banyak mempertimbangkan kepentingan perusahaan ketimbang kepentingan pembaca. Perlu banyak waktu mencernanya dan seringkali mirip spin."
"Jadi sebenarnya masih ada ruang bagi siaran pers,
terutama jika Anda memiliki berita yang relevan.”
Seorang pakar pemasaran Catriona Pollard, dari CP
Communications, mengatakan bahwa masih ada masa depan untuk siaran pers. Hanya
saja, siaran pers kini tak lagi menjadi alat yang favorit untuk berhubungan
dengan wartawan. "Kami sendiri sangat jarang menggunakan siaran media,"
katanya.
"Mungkin ada saat-saat ketika menggunakan blog adalah cara yang bagus untuk menceritakan kisah-kisah perusahaan dan membangun reputasi. Ada juga saat-saat menghubungi wartawan secara langsung langsung dan pitching cerita unik untuk publikasi yang lebih masuk akal."
“Beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan, terutama
untuk usaha kecil adalah memberikan sesuatu yang siap pakai kepada audiencenya.
Jika Anda menceritakan kisah-kisah Anda sendiri, Anda perlu membangun penonton
itu dengan menunjukkan seberapa penting cerita Anda. Dan itu membutuhkan kerja
keras. Bagi Coke itu mudah karena telah memiliki brand awareness dan sumber
daya manusia yang tinggi untuk dimasukkannya ke dalam content marketing. Tapi
untuk usaha kecil, barangkali hal itu jarang terjadi."
Strategi public relations memiliki lapisan dan taktik yang
berbeda, dan cara terbaik menyampaikan cerita yang berbeda adalah dengan cara
yang berbeda pula. "Pada akhirnya, Anda memerlukan strategi yang kuat
untuk mendorong brand awareness," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar