Perkembangan teknologi internet dan media sosial mengubah
cara manajer krisis bekerja. Mereka harus cepat merespon karena dalam hitungan menit,
komunitas konsumen online bisa mendorong citra perusahaan masuk dalam bencana
krisis. Lalu bagaimana media sosial bekerja?
Pukul 01:20 (MYT) -- 8 Maret 2014 – pesawat Boeing 777-200ER dengan
nomor penerbangan MH370 milik Malaysia Airlines (MAS) tinggal landas dari Kuala
Lumpur ke Beijing dan dinyatakan hilang kurang dari satu jam setelah lepas
landas. Hilangnya pesawat dengan 12 awak dari Malaysia dan 227 penumpang
lainnya dari 14 negara, dan kebanyakan dari mereka adalah Cina itu dirilis pada
07:24 (MYT), 8 Maret, atau sekitar 5 jam setelah komunikasi dengan MH370 putus.
Tertundanya respon MAS itu telah menciptakan kesenjangan
kredibilitas yang membuat komunikasi krisis MAS menghadapi banyak persoalan di
kemudian hari. Mereka diawasi secara ketat oleh keluarga 239 penumpang yang sedang menunggu informasi
tentang perkembangan. Publik dari berbagai penjuru juga melakukan hal yang
sama.
Managemen MAS memahami bahwa dalam era publik yang super terhubung
saat ini, pemanfaatan aset digital, termasuk halaman website dan situs jejaring
sosial seperti Facebook dan Twitter, untuk mengkomunikasikan situasi tersebut
sangatlah penting. Karena itu, langkah pertama yang diambil tim public
relations MAS untuk mengelola krisis adalah dengan membagi informasi kepada
mereka yang memiliki minat dan kepedulian terhadap pencarian dan penyelamatan
pesawat melalui website.
Tidak berhenti di website, MAS juga memanfaatkan media
sosial seperti Facebook dan Twitter untuk memperkuat pesan-pesan yang diunggah di
website. Di Facebook Page Malaysia Airlines informasi hilangnya pesawat itu
diunggah pada 07:24 (MYT), 8 Maret 2014. Semua tampilan media digitalnya juga
berubah menjadi lebih gelap. Mulai dari website, Facebook, sampai Twitter,
semuanya diisi dengan warna abu-abu. Pihaknya sengaja tidak menggunakan warna
hitam (simbol duka) karena kondisi awak pesawat MH370 masih belum jelas. Warna
yang sedikit gelap di media sosial juga dinilai ampuh untuk memperkuat
pesan-pesan pada konten yang disebarkan. Begitu informasi itu muncul di
Facebook, ada 5976 suka, 2327 komentar dan 11.002 share. Dengan demikian,
penggunaan Facebook membantu MAS memperkuat pesan website kepada masyarakat.
Dalam situasi krisis, kecepatan merespon sangat penting.
Bila publik mengetahui perusahaan terlalu lama merespon, publik akan curiga,
setidaknya dalam kasus MAS misalnya, publik mempertanyakan kerja dari
manajemen. Banyak spekulasi spekulasi tentang keberadaan dan penyebab hilangnya
pesawat. Kantor berita Cina Xinhua sempat
mempertanyakan kerja manajemen melalui Weibo, "Malaysia Airlines, mengapa
Anda menunggu lima jam setelah kehilangan kontak dengan pesawat untuk
menyampaikan berita pertama. Mengapa Anda mengadakan konferensi pers setelah
hampir 13 jam?"
Perkembangan media baru internet dan media sosial seperti
facebook, twitter, dan sebagainya, memunculkan tantangan dan konsekuensi baru
perusahaan maupun individu. Ketika terjadi krisis misalnya, bila sebelumnya
cukup mengandalkan media seperti koran, radio, dan sebagainya, kini perusahaan
harus memanfaatkan media baru seperti internet dan medis sosial.
Meskipun berkomunikasi melaui media sosial merupakan cara
efektif untuk memulai pembicaraan, namun media sosial juga memunculkan efek
yang tidak diharapkan. Hal ini terlihat dalam kasus hillangnya pesawat MH370
tersebut. Ketika publik mengetahui hilangnya pesawat MH370, muncul diskusi real-time
yang seru sebagai respon terhadap informasi tersebut di platform media sosial,
seperti YouTube dan Facebook. Sebagian anggota diskusi mengatakan bahwa informasi
yang disampaikan MAS tidak akurat dan rumor ini terus berkembang, mulai dari
sebab-sebab hilangnya pesawat hingga nasib keluarga korban yang seakan
ditelantarkan manajemen MAS.
Saat krisis tantangan komunikasi biasanya diperburuk oleh
singkatnya waktu karena keputusan harus segera diambil, di sisi lain informasi
terbatas, dan kesempatan untuk berinteraksi dengan stakeholder terbatas. Di
sisi lain, sebagian publik termasuk media berusaha mendapatkan informasi dan
jawaban sesesegra mungkin. Dalam situasi seperti ini, tidak ada waktu lagi untuk
dewan eksekutif untuk bertemu dan menentukan respon terbaik mereka selama
beberapa saat krisis mulai berlangsung.
Pada kondisi seperti itu internet dan media sosial sebagai
sumber informasi bisa menjadi alternative, meski disadari bahwa internet dan media
sosial bisa menjadi triger bagi munculnya persoalan baru. Seperti diketahui,
internet dan media sosial memiliki karakteristik, pertama, mudah dimanipulasi.
Kedua, konten-kontennya dapat dengan mudah dibagi dan dipertukarkan antar
penggunanya.
Ketiga, konten-kontennya dapat diperkecil ukurannya sehingga
kapasitasnya dapat dikurangi. Keempat, membutuhkan space yang kecil untuk
menyimpannya. Kelima, imparsial dalam arti konten-kontennya tidak berpihak pada
siapapun dan tidak dikuasai oleh segelintir orang saja.
Selama masa krisis, orang melihat media sosial sebagai
sarana untuk berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Mereka berusaha untuk
menjadi paling cepat dalam mengirimkan foto kerusakan, memeriksa status
teman-teman dan keluarga, atau mengikuti dan mengupdate berita termasuk tentang
efek dari musibah misalnya.
Mereka juga melihat saluran media sosial sebagai sarana
penting untuk mendapatkan informasi dari instansi pemerintah dan perusahaan.
Ini karena harus diakui bahwa mobilitas orang saat ini kecil kemungkinan untuk
mengakses informasi melalui televisi atau radio. Mereka lebih mudah mendapatkan
informasi dengan menggunakan jaringan seluler yang secara fektif membuat akses
ke internet dan jejaring media sosial
yang lebih cepat, lebih nyaman dan seringkali lebih handal dibandingkan
media konvensional.
Mereka tidak mendapatkan informasi satu arah. Karena itu,
seringkali begitu mendapat informasi mereka juga dengan cepat ikut menanggapi
atau berkomentar. Bila pada masa sebelum munculnya media baru, skandal atau
rasa malu tidak terpublikasikan, sekarang dalam hitungan menit bahkan detik
komunitas konsumen online dapat mengetahui dan meresponnya sehingga risiko
perusahaan makin terjerumus dalam krisis yang lebih besar makin terbuka lebar.
Dalam iklim baru yang memungkinkan setiap pengguna
menciptakan video dan blog sebagai virus yang tak terkendali, siapa saja dapat
membuat krisis perusahaan. Bahkan tanpa akses ke sumber daya -- mereka mungkin
mantan karyawan yang tidak puas -- perusahaan dan tidak ada pengetahuan tentang
perusahaan sebelumnya, atau hanya anak-anak yang berpikir sedang melucu, dapat
membuat krisis atau memperparah krisis.
Ketika tiga orang pekerja di sebuah restoran Domino di
Conover, North Carolina, melucu dengan memposting video saat mereka membuat
pizza. Dalam video itu digambarkan pizza yang terkontaminasi dan siap dikirim
ke pelanggan. Dalam beberapa hari, video ini diunggah di YouTube itu dilihat
lebih dari sejuta kali, sebagian karena Twitter dan media sosial lainnya.
Karyawan yang dipecat dan menghadapi tuduhan kejahatan karena mendistribusikan
makanan yang dilarang. Namun mereka berpendapat bahwa video itu hanya lelucon
dan makanan itu tidak pernah disampaikan.
Mungkin klaim mereka benar. Namun komentar negatif telanjur
bermunculan dan informasi yang muncul di video tersebut diterima publik sebagai
suatu fakta. Situasi ini bisa berlangsung selama berminggu-minggu,
berbulan-bulan, atau bertahun-tahun setelah seseorang memposting pesan negatif
itu. Bahkan seringkali perusahaan merasa kedulitan untuk menghapus postingan
tersebut dari situs jejaring sosial karena sudah beredar kemana-mana. Karena
itu, jika informasi negatif tersebut tidak diimbangi atau dibantah, banyak
orang tidak dapat menentukan apakah informasi tersebut akurat atau tidak.
Pengrusakan reputasi perusahaan akibat video di YouTube,
tweet, atau rumor berbisa bisa menyebar melalui Facebook dan dapat
menghancurkan ekuitas merek. Dalam beberapa tahun terakhir, puluhan perusahaan
rusak dengan cara ini, dan di masa mendatang setiap hari bakal lebih menghadapi
kemungkinan bahaya yang lebih besar.
Ketika musisi Dave Carroll melihat keluar jendela pesawat
United Airlines di landasan Bandara O'Hare
Chicago, dia melihat cara penangan bagasi yang menurut dia sembarangan.
Dia melihat pekerja melemparkan gitarnya ke jalan. Saat mengambil bagasi, dia
mendapati gitarnya rusak dan melaporkan ke bagian pengaduan. Tidak puas dengan
jawaban yang diberikan petugas United keluhan, Carroll dan anaknya buahnya yang
tergabung dalam Maxwell Band menulis dan merekam video lagu dengan judul
"United Breaks Guitars."
Setelah video itu diposting di YouTube, bagai virus video
itu dilihat jutaan (hitungan terakhir lebih dari 12 juta) pemirsa. Video
berdurasi empat menit, 37 detik itu menghibur sekaligus membuat frustrasi
konsumen berkaitan dengan layanan perusahaan penerbangan itu. Ada yang kemudian
melaporkan tasnya hilang, dan sebagainya.
Dalam keadaan darurat atau krisis siapapun yang terhubung
dengan media sosial seperti twiter dapat memberikan laporan apa yang terjadi di
sekitarnya. Wartawan juga memanfaatkan tweet sebagai bagian dari laporan
mereka. Dengan kata lain, Twitter kini menjadi alat strategis untuk komunikasi
darurat. Dari perspektif pemasaran, perusahaan dapat menggunakan Twitter untuk
melacak pikiran konsumen.
Namun, sifat langsung komunikasi Twitter dapat menimbulkan
risiko yang signifikan bagi perusahaan, karena jelas, isi tweet tidak
dikonfirmasi atau tidak selalu benar tapi dapat langsung dan secara luas
diedarkan ke ribuan penerimanya. Ini berarti pada dasarya, Twitter adalah media
yang bisa menyebarluaskan informasi dan tidak terkendali.
Gatekeeper media kini berubah. Sekarang, pelanggan yang
tidak puas dapat menyampaikan keluhannya melalui media sosial. Dengan media
sosial yang berfungsi untuk menemukan informasi yang berkembang di publik,
kecepatan perusahaan untuk menganggapi isu tersebut akan lebih cepat dari
sebelumnya.
Dalam dunia digital, krisis yang terbaik dicegah melalui
kebijakan yang baik dan pemeliharaan, daripada ditangani setelah fakta. Tentu
saja, kebijakan yang hanya sebagai baik sebagai orang yang telah mengambil
sedikit waktu untuk menyerap mereka, sehingga sangat penting bahwa semua
anggota tim penanggulangan krisis yang up-to-date pada kebijakan.
Karena itu bila peredaran informasi negatif tidak terkendali
dengan baik, dapat merusak brand perusahaan atau citra, memperburuk, atau memperpanjang
efeknya sebagai pesan yang terus bergaung di antara ribuan pengguna Twitter.
Sayangnya, banyak strategi perusahaan dalam mengatasi melaui
media baru itu belum terkelola dengan baik, bahkan banyak perusahaan yang belu
siap merespon ketika terjadi suatu krisis yang mengancam citra merek mereka.
Proses komunikasi mereka seringkali terperosok dalam birokrasi organisasi, atau
terikat strategi public relations yang sudah usang. Yang paling banyak terjadi
-- dan ini paling penting – respon mereka terhadap krisis cenderung lambat.
Sosial media dan jejaring sosial telah membuat crowdsourcing
yang memungkinkan bagi setiap penggunanya yang terkoneksi berpartisipasi dalam
berbagai informasi. Mereka bisa memberikan saran upaya mengatasi krisis dan
sebagai. Wikipedia misalnya, adalah contoh utama dari inisiatif dan kontribusi
dari lebih 90.000 pengguna secara individual untuk menulis 17 juta artikel
dengan lebih mudah dan cepat.
Disinilah pentingnya bagi setiap perusahaan atau individu
untuk terhubung dengan internet dan media sosial dan membangun jejaring online
yang kuat. Dengan demikian, ketika terjadi krisis, selain mendapat pengetahuan
tentang situasi yang berkembang di luar perusahaan, perusahaan juga dapat
memanfaatkan media baru itu untuk merespon perkembangan yang terjadi. Dengan
demikian melalui media sosial, perusahaan dapat mengidentifikasi pesan-pesan
yang muncul dan meresponnya dengan cepat.
Manfaat terbesar media sosial dalam komunikasi krisis saat
ini adalah kontribusinya sebagai alat untuk memantau dan mendengarkan.
Perusahaan sekarang memiliki kemampuan untuk memantau apa yang dipikirkan
konsumen melalui berbagai media sosial. Sepintas, kedengarannya seperti invasi
konsumen. Namun apapun yang diposting di forum-forum publik - dalam diskusi –
selalu menguntungkan baik untuk perusahaan maupun konsumen.
Seseorang bisa duduk di rumah sakit dan metweet tentang pengalaman
mereka menunggu bahkan sampai tiga jam untuk mendapatkan layanan petugas rumah
sakit. Dalam kondisi kebingungan itu, tiba-tiba ada seseorang petugas rumah
sakit yang membantu mereka. Fenomena ini merupakan bentuk dari aplikasi pemantauan yang dilakukan melalui
media sosial yang pada akhirnya menguntungkan masyarakat dan rumah sakit itu
sendiri.
Pada dasarnya, komunikasi krisis adalah mengirimkan pesan
selama krisis berlangsung. Dalam konteks ini, blog juga dapat digunakan sebagai
sarana yang efektif untuk memberikan informasi terkini mengenai krisis. Seperti
situs web, blog juga dapat diperbarui dengan cepat. Blog memiliki fitur
tambahan interaktivitas. Stakeholder dapat memposting komentar atau memberikan
umpan balik dan mengajukan pertanyaan.
Kebutuhan untuk menanggapi permintaan meningkatkan investasi
waktu bagi tim krisis. RSS juga dapat digunakan untuk menjangkau karyawan atau
pihak lain yang ingin mendapatkan infomasi yang up to date. Podcast dan video
juga dapat dimanfaatkan. Video permintaan maaf Jet Blue di YouTube sering
dijadikan sebagai contoh penggunaan video yang efektif dalam krisis. Idenya
adalah dengan menggunakan berbagai saluran untuk memberikan informasi krisis
Anda.
Perlu diingat respon pemirsa terhadap video krisis kecil.
Ketika KFC memposting sebuah video di YouTube menanggapi situasi di New York
City, sangat sedikit orang menontonnya. Bahkan pada bulan pertama, hanya dua
orang mengakses video dari YouTube. Yang menarik, semua pemirsa dibawa ke video
dari situs web KFC.
Intinya, dalam era internet dan media sosial, perusahaan
yang paling siapapun beresiko mengalami krisis. Di penjuru dunia, perusahaan
atau perorangan yang mengalami krisis hampir terjadi setiap hari dan sering
mendominasi headline media tradisional dan sosial. Akibatnya, organisasi harus
merencanakan, mempersiapkan, dan melaksanakan rencana krisis sehingga staf
mengatahui bagaimana merespon peristiwa yang terungkap.
Selain harus mengantisipasi intensitas perhatian media dan publik,
komunikator harus siap untuk mengatasi masalah dengan pemangku kepentingan
untuk mencegah atau mengurangi kerusakan kepercayaan organisasional.
Ketika ini terjadi, perusahaan harus memiliki rencana tidak
hanya memperbaiki kerusakan, tetapi juga meyakinkan pelanggan sehingga mereka
merasa aman. Menggunakan strategi komunikasi krisis media sosial adalah salah
satu dari banyak cara bahwa perusahaan dapat membangun kembali kepercayaan
dengan konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar