Pada Desember 2014, Sears Holdings Co. CEO Eddie Lampert mengumumkan
rencana penutupan lebih dari 200 Kmart dan Sears di AS. Penutupan itu terpaksa dilakukan
karena dalam waktu lalu lama toko-toko tadi tak lagi menguntungkan.
Lampert juga mengatakan bahwa bahwa keputusan itu diabil
dengan berat hati mengingat dampak negatifnya yang mungkin bakal menimpa para
tenaga kerja yang selama ini dinilai meningkatkan kinerja toko-toko tersebut selama
bertahun-tahun.
Memasuki tahun 2015, Lampert berjanji berusaha keras
meningkatkan kinerja Sears yang masih memiliki sekitar 1.700 toko Sears dan
Kmart yang beroperasi dan mewakili sekitar 200 juta kaki persegi ruang.
"Saya bangga dengan pekerjaan rekan-rekan yang telah berkontribusi melayani anggota kami di seluruh toko dan percaya bahwa keputusan untuk menyimpan beberapa kinerja toko terburuk kami di masa lalu… Kami telah bereksperimen dengan format yang berbeda, berbagai tingkat investasi dan proses yang berbeda untuk menghasilkan hasil yang lebih baik. Perubahan dilakukan, baik dalam industri ritel dan di perusahaan kami, namun kami tidak bisa lagi mampu atau membenarkan mempertahankan toko-toko ini tetap beroperasi.”
"Saya bangga dengan pekerjaan rekan-rekan yang telah berkontribusi melayani anggota kami di seluruh toko dan percaya bahwa keputusan untuk menyimpan beberapa kinerja toko terburuk kami di masa lalu… Kami telah bereksperimen dengan format yang berbeda, berbagai tingkat investasi dan proses yang berbeda untuk menghasilkan hasil yang lebih baik. Perubahan dilakukan, baik dalam industri ritel dan di perusahaan kami, namun kami tidak bisa lagi mampu atau membenarkan mempertahankan toko-toko ini tetap beroperasi.”
Krisis memang bisa terjadi dan berkembang di tempat kerja dan
mungkin juga bisa Anda kenali. Namun demikian, ada pula krisis yang mungkin benar-benar
tak diharapkan dan tak diperkirakan.
Terlepas dari seberapa baik suatu perusahaan menjalankan jadwal kerjanya sehari-hari, "Hukum Murphy" adalah sebuah kenyataan. Hukum ini menyatakan bahwa krisis akan terjadi ketika orang tidak mengharapkannya, terjadi pada saat kemungkinan terburuk dan ketika orang secara pasti melakukannya tanpa itu.
Terlepas dari seberapa baik suatu perusahaan menjalankan jadwal kerjanya sehari-hari, "Hukum Murphy" adalah sebuah kenyataan. Hukum ini menyatakan bahwa krisis akan terjadi ketika orang tidak mengharapkannya, terjadi pada saat kemungkinan terburuk dan ketika orang secara pasti melakukannya tanpa itu.
Meski tidak terduga, krisis atau bencana masih bisa diantisipasi
dengan mempersiapkan diri dalam bentuk latihan-latihan atau simulasi bila
terjadi krisis. Latihan yang membantu mengantisipasi hal-hal yang terburuk adalah
kompilasi dari setiap jenis kemungkinan bencana yang bisa dibayangkan bakal terjadi.
Dari pengamatan pribadi dan pengalaman program komunikasi krisis baru muncul pada
saat krisis terjadi. Ini seperti yang terjadi pada sebuah perusahaan
penerbangan lokal beberapa waktu lalu.
Kesimpulan saya adalah sederhana dan mudah! Setiap
organisasi membutuhkan program komunikasi krisis. Program ini harus mampu
memberikan kerangka dan prosedur untuk membantu organisasi untuk mengambil langkah
yang mungkin dan tiba-tiba pada saat organisasi mengalami krisis.
Pada saat krisis mengelola kesan pada stakeholder bahwa pengelola
perusahaan bertanggung jawab adalah penting. Tidak peduli apapun yang terjadi, tidaklah
masuk akal bila pada saat krisis perusahaan sengaja membentuk kesan yang tidak
menguntungkan bagi perusahaan, kecuali perusahaan tersebut diyakini bertanggung
jawab atas tindakannya itu.
Tindakan tidak bertanggung jawab bisa muncul dalam berbagai bentuk yang tersamar mulai dari misalnya, tidak mengambil tindakan perbaikan, memerintahkan, mendorong, memfasilitasi, atau mengizinkan krisis terjadi.
Tindakan tidak bertanggung jawab bisa muncul dalam berbagai bentuk yang tersamar mulai dari misalnya, tidak mengambil tindakan perbaikan, memerintahkan, mendorong, memfasilitasi, atau mengizinkan krisis terjadi.
Selain itu, tindakan tidak bertanggung jawab juga bisa
muncul manakala pengelola perusahaan mempunyai pikiran bahwa saat itu tidak terjadi
apa-apa - atau jika apa yang terjadi tidak dianggap ofensif – dan beranggapan
bahwa citra perusahaan tidak terancam. Yang penting, audiense yang berpengaruh dianggap
menyetujui tindakan.
Pada kedua kondisi tersebut, persepsi lebih penting daripada
kenyataan. Yang penting adalah bukan apakah bisnis sebenarnya bertanggung jawab
atas tindakan ofensif, tapi apakah perusahaan tersebut dianggap bertanggung
jawab oleh audiense yang relevan. Tentu saja, jika perusahaan tidak benar-benar
harus disalahkan untuk tindakan ofensif, ini bisa menjadi komponen penting dari
respon. Selama audiense berpikir perusahaan bersalah, citra berada di ujung
tanduk.
Pada sistuasi krisis, perencanaan dan keterusterangan adalah
kunci untuk bertahan. Ini berarti perusahaan memiliki rencana untuk
mempersiapkan diri ketika Anda tiba-tiba harus mengkomunikasikan fakta dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan di tengah-tengah mimpi buruk yang berlangsung.
Disini keterusterangan adalah kinerja Anda dalam melakukan pekerjaan ini.
Pogram komunikasi krisis merupakan bagian dari rencana
penanggulangan bencana yang dihadapi perusahaan dan kelangsungan bisnis. Ini berarti,
para pengambil keputusan paling senior dalam organisasi harus menunjukkan
komitmen yang kuat terhadap seluruh proses. Tanpa komitmen tidak mungkin rencana
komunikasi krisis akan berhasil.
Komunikasi yang berlangsung pada jam-jam pertama - atau
bahkan menit – situasi darurat dapat berimplikasi dramatis pada citra
perusahaan (Dawar dan Pillutla, 2000). Sebuah studi yang dilakukan terhadap
2.645 konsumen oleh agensi periklanan DDB Needham menunjukkan bahwa penanganan
krisis perusahaan menempati peringkat ketiga terpenting dalam mempengaruhi
keputusan pembelian oleh konsumen,
kemudian diikuti masalah kualitas produk dan penanganan keluhan (Marketing
News, 1995).
Para ahli manajemen krisis sepakat bahwa manajamen krisis
bukan suatu masalah ketika sebuah perusahaan menghadapi krisis. Yang jadi
persoalan adalah kapan dan bagaimana eksekutif menyiapkan segaa sesuatunya
dengan baik bila terjadi badai tersebut (Albrecht, 1996). Memang, tidak ada
perusahaan yang kebal terhadap krisis, terutama yang disebabkan oleh produk
cacat, pemerasan oleh konsumen yang tidak bermoral, tindakan tidak jujur oleh
karyawan atau manajer, kematian mendadak seorang eksekutif senior, tindakan
teroris atau bencana alam.
Namun, dalam salah satu situasi tersebut, menunjukkan
kepedulian yang nyata dan empati serta empati
dengan tindakan yang konsisten dapat menyelamatkan perusahaan dari
berbagai kesulitan. Bahkan jika manajemen merasakan krisis sebagai "tidak
berdasar" atau "tidak adil" karena di bawah-the-belt serangan
atau karena mereka meremehkan masalah yang dihadapi, bertahun-tahun upaya untuk
k membangun brand yang kuat dan reputasi bisa hancur dalam waktu singkat Cuma
gara-gara mengatakan "no
comment".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar