Secara konseptual dan
praktek, brand activation memang berbeda dengan experiential marketing. Jadi
apa hubungan antara brand activation dan experiential marketing?
Dua tahun lalu, seorang
mahasiswi saya, Karina, membuat proposal kegiatan sebagai tugas akhir kuliahnya
di STIKOM LSPR dengan tema pemilihan bintang penyanyi. Uniknya, audisinya dilakukan
melalui twitter. Saya sendiri setengah percaya tak percaya apakah itu bisa
dilakukan. Ternyata saat Karina mempertahankan karyanya itu di depan penguji
dan mendemonstrasikannya ternyata bisa.
Januari-Maret 2014
lalu, Telkomsel menyelenggarakan ajang kompetisi bernyanyi melalui telepon
seluler yang dapat diikuti oleh semua pengguna nomor Telkomsel (kartuHalo,
simPATI & Kartu As). Nama eventnya, Bintang Asyik.
Untuk melakukan audisi,
calon peserta cukup menghubungi 91945 dan mengikuti langkah-langkah yang
diinstruksikan dengan mudah. Peserta juga hanya dikenakan tarif Rp 2.000 sudah
termasuk pajak setiap kali menelpon ke nomor tersebut. Selama masa pendaftaran
dan audisi dibuka, dimulai 15 Januari hingga 30 Maret 2014, program Bintang Asik
mendapatkan 1,3 juta telepon yang masuk dan sukses menjaring lebih dari 247
ribu peserta.
Sejak tahap audisi
sampai dengan Grand Final, para peserta akan melewati beberapa tahap seperti
eliminasi top 250, top 50, top 25, dan karantina untuk top 10. Selain itu, para
peserta dinilai oleh juri yang berasal dari musisi atau pemerhati musik di
Tanah Air dan didukung oleh pelanggan Telkomsel.
Begitulah brand
activation. Brand activation dapat didefinisikan sebagai sebuah pemasaran
interaktif yang melibatkan konsumen dan merek. Melaui interaksi itu konsumen
dapat memahami merek secara lebih baik dan menerimanya sebagai bagian dari
kehidupan mereka. Implikasinya, hubungan antara merek dan pelanggannya tidak
dalam jangka pendek melainkan jangka panjang.
Dalam pelaksanaannya,
pengelola merek akhir-akhir semakin kreatif. Dengan teknologi yang kini kian
berkembang dan menunjang, pengelola merek menciptakan kegiatan untuk membangun
dan membuat mereknya seakan hidup dan hadir di tengah pelanggannya. Dalam
konsep, melalui brand activation konsumen menikmati nilai tambah dan merek
mampu menciptakan pengalaman (experiential) yang jarang bisa ddidapat bila
mengandalkan periklanan. Degan kata lain, brand activation bisa menjadi alat
pemasaran dengan pada pemberian suatu experiential kepada konsumen, dan
memperlakukan konsumsi yang berbasis emosional dan rasional sebagai suatu
pengalaman holistik (Schmitt, 1999).
Namun demikian, brand
activation hendaknya dilihat sebagai sebuah praktek yang berbeda dengan
experiential marketing. Seperti diketahui merek (brand) adalah suatu identitas,
penanda yang membuat suatu produk dan jasa berbea dan mudah diidentifikasi
melalui logo, pesan, warna dan yang dilakukan pada pelanggan.
Dalam konteks tadi,
brand activation digunakan pengelola merek untuk membangun kesadaran hingga
tindakan konsumen untuk membeli atau mengkonsumsi merek. Ini memang terkait
dengan experiential marketing. Hanya saja, yang perlu diingat adalah bahwa
brand activation menggunakan experiential marketing untuk tujuan yang sedikit
berbeda dari strategi pemasaran yang hanya dibuat dengan skema pengalaman.
Aktivasi konsumen melalui
brand adalah bagian yang sangat penting dalam membangun persepsi positif dari
sebuah merek. Hal ini dapat dilakukan melalui sampling produk, di dalam toko, sponsorship,
dan pengalaman dalam suatu event. Ini juga mencakup menemukan beberapa fitur
inti dari sebuah merek yang akan membedakan merek dari pesaingnya di pasar yang
penuh sesak.
Mereka harus menemukan
brand positioning yang akan mengungkap aset yang dengan menekankan pada manfaat
jangka panjang bagi perusahaan. Disini merek harus menemukan cara untuk
menjangkau pelanggan potensial dengan mendeliver pengalaman yang dapat
menggeser persepsi dan menciptakan keterlibatan emosional nyata. Peristiwa
pemasaran harus memunculkan perasaan positif di benak tentang mereka agar
mereka menjadi pelanggan setia dan membeli produk mereka.
Brand activation
membuat konsumen tertarik melalui upaya atau kegiatan yang memungkinkan
konsumen menggunakan produk atau mengalami layanan. Dengan cara ini, brand value
diaktifkan, atau dikenali keberadaannya oleh
konsumen, yang kemudian menghubungkan nilai yang diberikan dengan brand
dan meninggalkan kesan yang kuat. Melalui brand activation, inti dari konsumen
terbangun opini yang kuat dan menguntungkan karena interaksinya dengan brand
dan menyebarkan pengalaman tadi kepada orang lain.
Cotohnya, seperti
diketahui bahwa kunci dari brand activation adalah untuk menunjukkan kepada
pelanggan bahwa yang dijanjikan dalam iklan adalah benar. Kadang-kadang ini
mudah; bisnis yang menjual kursi pijat misalnya pada dasarnya menawarkan kursi
yang diatur posisinya. Dalam kegiatan brand activation, pelanggan dapat
menggunakan kursi dan mencari tahu seberapa baik kerjanya.
Skema aktivasi lainnya
adalah keterlibatan pelanggan. Sebuah perusahaan yang menjual pisau cukur dapat
menawarkan pencukur gratis kepada pelanggan untuk membuktikan seberapa baik
pisau cukur bekerja dibandingkan dengan alat cukur yang saat ini digunakan
pelanggan.
Sementara itu,
experiential marketing menggunakan kegiatan yang dapat membuat setiap konsumen
berpartisipasi dalam menjual produk. Pada awalnya, ini terdengar seperti brand
activation. Padahal, brand activation menggunakan experiential marketing
sebagai bagian inti dari tekniknya, dan tujuannya adalah khusus untuk
menunjukkan bahwa merek dapat dipercaya dan pesan pemasaran adalah benar.
Sementara itu, dalam dalam experiential marketing tujuan tidak perlu spesifik
dan "pengalaman" tidak perlu berhubungan langsung dengan klaim
pemasaran.
Contohnya, Volkswagen
berusaha menerapkan experiential marketing ketika membuat sebuah situs web yang
dirancang untuk menunjukkan pemirsa tentang mengemudi pada malam hari dan
bagaimana sistem Volkswagen juga membuatnya lebih aman. Perusahaan lain
memungkinkan pelanggan untuk menggunakan parfum, perangkat elektronik dan
produk lainnya, namun hal itu belum tentu untuk membuktikan klaim pemasaran tetapi untuk
menarik pelanggan dan memberikan mereka informasi lebih lanjut dalam kegiatan yang
mereka ingat.
Yang jadi persoalan adalah
seringkali biaya per audience relative mahal. Untunyanya sekarang berkembang
teknologi yang memungkikan pengelola merek untuk menenakn biaya tersebut.
Ketika mengkomunikasikan activationnya, mulai hari ini pengelola merek harus
mengubah paradigmanya, termasuk dalam mengukur imbal balik hasil kegiatan yang
dilakukan.
Perubahan radikal itu
perlu dilakukan karena landsekap media kini telah berubah secara radikal pula.
Kalau sampai tiga tahun lalu, televisi benar-benar menjadi andalan saluran
komunikasi atau kontak point, kini pesaing baru bermunculan sehingga pemasar
dan konsumen memiliki banyak pilihan.
Beberapa fenomena
menunjukkan bahwa media sosial yang makin dipelototi audience dan word of mouth
makin menunjukkan kesaktiannya dalam menciptakan atau mendorong rasa
keingintahuan publik. Anda punya akun tewitter? Saya berani bertaruh, kapanpun
Anda terjaga – tengah malam sekalipun – Anda akan memelototi akun twitter Anda
dan meresponnya bila ada sesiatu untuk Anda.
Fenomena ini sejatinya
terjadi pula saat mulai maraknya media konvensional seperti radio, televise, dan sebagainya. Kapanpun orang
terjaga, radio, televisi atau media yang sekarang masuk dalam kelompok
konvensional ditongkrongi bahkan bisa berjam-jam. Kini, media konvensional itu
makin ditinggalkan dan tergantikan oleh media baru. Perubahan ini berimbas pada
komunikasi perusahaan dengan target pasarnya
Di sisi lain, perubahan
lanskap media menuntut agency harus memikirkan kembali penawaran mereka. Sebab,
pengelola merek membutuhkan agency agar bisa terus menerus atau selalu
“berhubungan” dengan target pasarnya melalui berbagai macam saluran. Agency
harus memahami bahwa merek harus “always on.” Jika pada tengah malam misalnya,
sesuatu terjadi dengan mereknya, dan tidak ada reaksi hingga pada pada pagi
harinya, jangan dulu senang. Jangan-jangan target pasar cuek pada merek Anda.
Tengoklah pengalaman
Head & Shoulders. Saat euforia penyelenggaraan Piala Dunia 2014
menjadi-jadi, P&G sebagai pengelola merek Head and Shoulder menggelar
activation kampanye #Fansbersatu. Aktivasi merek ini terdiri dari tiga
kegiatan, yaitu coaching clinic bagi para pemain Persib U-21 oleh pelatih Klub
Football Barcelona, dan workshop untuk para pelatih sepak bola Indonesia juga
oleh pelatih Football Club Barcelona.
Kedua kegiatan ini
ditonton oleh fans dan pemain sepak bola legenda klub-klub lokal di Indonesia.
Sementara untuk memilih klub favorit
yang akan didatangi pelatih Barcelonam Gerakan #Fansbersatu, mengajak
para fans sepak bola untuk memilihnya lewat Facebook fanpage H&S Indonesia.
Proses pemilihan telah berlangsung sejak 19 Februari 2014 lalu. Hasilnya,
sebanyak 100.000 fans memberikan vote untuk memilih klub sepak bola favorit.
Bagus bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar