Pekan lalu, pemain e-commerce raksasa Cina Alibaba Group
Holding Ltd secara resmi menandatangani perjanjian kemitraan strategis dengan
perusahaan Inggris-Belanda, Unilever. Perjanjiannya, Alibaba membantu kelompok produk konsumen tersebut
menjangkau pasar pembelanja China lebib besar.
Kemitraan antara Alibaba dan Unilever, ditandatangani di
Hangzhou pada 20 Juli, memungkinkan Unilever memperluas saluran distribusi guna
menjangkau pelanggannya di China pedesaan. Pemilik merek sabun Dove, teh Lipton
dan es krim Ben & Jerry itu juga akan menggunakan data dari unit online
marketing Alibaba, Alimama, dan cloud bisnis untuk meningkatkan strategi
periklanan digital.
"Pengenalan produk baru ke China melalui saluran ritel
tradisional seringkali perlu membutuhkan
jangka waktu yang panjang antara review dan pembentukan distribusi,
sedangkan dengan platform e-commerce menyajikan alternatif yang lebih murah dan
lebih mudah," kata Jeff Zhang, kepala Divisi Retail Marketplaces China
Alibaba.
CEO Alibaba Daniel Zhang mengatakan dalam sebuah pernyataan
bahwa mereka sangat senang bisa memperkuat kemitraan dengan pemimpin industri
seperti Unilever. "Perusahaan akan memperkenalkan merek yang saat ini
tidak tersedia di China melalui platform Alibaba," kata presiden Unilever
untuk Asia Utara Marijn van Tiggelen dalam sebuah wawancara dengan surat kabar
online China.
Unilever pertama kali memasuki pasar Cina pada 1986. Saat ini, perusahaan barang konsumen global
tersebut hanya menawarkan sekitar 20 dari 400 lebih merek yang mereka miliki.
Tahun lalu, Unilever membukukan penurunan penjualan di pasar
China sekitar 2,7 persen, setelah mencatat penurunan lebih dari 20 persen dalam
tiga bulan terakhir pada 2014. Penurunan tersebut disebabkan oleh perlambatan
di China yang memaksa pengecer untuk memotong persediaan
Logikanya, emilik merek di Indonesia juga bisa memanfaatkan platform
digital untuk masuk ke pasar pedesaan . Indonesia adalah salah satu pengguna
situs jejaring sosial tertinggi di dunia. Kegiatan komersial seperti belanja
online dan perbankan online, sebaliknya masih memiliki penetrasi yang rendah.
Kepercayaan konsumen Indonesia terhadap sistem belanja online masih belum
tinggi. Mereka khawatir tentang keamanan dan keselamatan pembayaran, kurangnya
dukungan penjualan dan kualitas produk yang dijual yang masih belum dapat
diandalkan.
Namun yang mencengangkan, perkembangan sosial media dan
mobile di Indonesia begitu masive. Indonesia adalah negara keempat terbesar
pengguna Facebook di seluruh dunia. Jakarta adalah salah satu ibukota negara
yang penduduknya paling aktif di Twitter di tingkat secara global.
Tak berlebihan bila ada yang mengatakan bahwa 2015 merupakan
tahun sosial, mobile, e-commerce, dan pencarian (search) Indonesia. Hal itu
setidaknya didukung fakta betapa aktifnya media sosial dan mobile saat kampanye
pemilihan legislative atau presiden beberapa waktu lalu. Juga seperti yang
dipertontonkan CEO AirAsia Tony Fernandes ketika musibah hilangnya pesawat
AirAsia QZ8501, Desember lalu.
Kenapa media sosial begitu massive? Bila menggunakan patokan
data pemilu lalu, data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa pada
Pemilu 2014, ada 14 juta pemilih di kelompok umur 17-20 tahun, dan 45,6 juta
pemilih di kelompok 20-30 tahun. Data lain menunjukkan bahwa hampir setengah
dari netizens di Indonesia berusia di bawah 30 atau di bawah umur kelompok yang
disebut “Generasi Y”, atau dikenal sebagai generasi milenial (lahir di
1980-2000). Dengan kata lain, generasi milenium negara, yang netizens aktif
merupakan 40 persen pemilih.
Dalam pemilu legislatif dan presiden lima tahun tahun
mendatang, generasi ini masih mendominasi demografi pemilih Indonesia. Politisi
yang bisa mencermati perilaku digital generasi ini diperkirakan menang. Ini
karena dengan mengenali karakter media sosial dan penggunanya, politisi faham
bahwa metode yang telah bekerja selama 30 tahun terakhir, mungkin tidak
seefektif atau bahkan tidak bekerja pada generasi yang teknologi savvy ini.
Sebuah studi dari Crowdtap dan Ipsos menunjukkan bahwa generasi milenium lebih
percaya pada konten yang diciptakan oleh pengguna media (user-generated content
-UGC) dari pada media lain.
UGC adalah media yang dibuat oleh rekan-rekan Anda. Ini
termasuk update status, posting blog, atau review film – konten yang
non-profesional tanpa motivasi yang jelas selain menambahkan pendapat ke lautan
pendapat yang sudah ada. Pada dasarnya itulah yang dilakukan orang pada
Facebook, Twitter, Instagram, blog atau update Path. Generasi milenium
membutuhkan aktivitas online, membuat taktik dan memiliki penetrasi jejaring
sosial tertinggi di setiap generasi.
Hal ini mungkin menjelaskan mengapa beberapa perusahaan
tidak fokus pada iklan spread dua halaman, editorial atau iklan di majalah
sebanyak generasi tua. Mereka yang berasal dari generasi ini tidak merasa perlu
untuk duduk di depan TV menonton kampanye politik satu arah, karena yang
dimiliki oleh rekan-rekan mereka melalui media sosial lebih “dapat dipercaya”
dalam arti mereka juga dapat secara aktif terlibat dalam percakapan.
Tren ini meningkat dengan cepat di daerah perkotaan di
Indonesia, bahkan makin cepat manakala wilayah-wilayah lain di Indonesia
terhubung infrastruktur internet. Pilihan terhadap media sosial makin tumbuh
dalam beberapa tahun mendatang, terutama ketika situs-situs aggregator seperti
blog pribadi dan situs-situs konten lainnya makin terhubung. Fakta-fakta baru
ini membuat politisi atau bahkan pemasar makin kewalahan karena akan ada begitu
banyak pilihan media baru yang bisa mereka pilih.
Indonesia merupakan salah satu pasar ponsel terbesar di
wilayah ini. Menurut International Data Corporation, penetrasi mobile di
Indonesia hampir 135 persen. Sekitar 28 persen diantaranya adalah pengguna
internet yang mengakses web secara eksklusif melalui perangkat mobile mereka.
Konsumen Indonesia terlibat secara online. Sebagian besar
konsumen secara aktif menggunakan situs jejaring sosial, chatting, game, dan
melakukan pembelian secara online. Dengan latar belakang masyarakat yang
semakin terhubung, ada segudang peluang bagi pemasar ketika Anda hadir untuk
membangun hubungan yang bermakna dengan konsumen dengan ponsel, termasuk yang
tinggal di daerah pinggiran. Ini mengingat penetrasi mobile yang masuk ke
daerah pinggiran juga tinggi sehingga berarti pula peluang perluasan pasar buat
Anda makin terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar