Perempuan memiliki potensi kewirausahaan yang sama seperti
laki-laki. Mereka juga mampu berkontribusi dalam menciptaan kekayaan dan
pekerjaan dengan memulai dan mengembangkan usaha mereka sendiri.
Banyak saran dan literatur tentang faktor-faktor kunci yang
membuat bisnis menjadi sukses. Tanyakan setiap ahli, dan mereka mungkin akan
memberikan daftar panjang yang mencakup produk yang memiliki karakteristik yang
memenuhi kebutuhan pasar, waktu yang tepat dan pasar yang besar, sebuah tim yang
dapat mengeksekusi bersama-sama, dan banyak lainnya.
Tapi sampai saat ini, ada salah satu faktor terbaik yang
masih dirahasiakan dalam bisnis ... Itu juga yang kemungkinan besar tidak Anda
pikirkan. Itu adalah perempuan. Investor miliarder, Warren Buffet, adalah
pendukung vokal kepemimpinan perempuan.
Sampai-sampai dia berani mengumumkan secara terbuka bahwa wartawan/redaktur
ternama, Carol Loomis dan mantan penerbit Washington Post, Katharine Graham sebagai
model perannya. Dalam salah satu esai yang pada 2013 yang muncul di majalah Fortune, Buffet juga menyatakan
keinginannya untuk memperluas peluang bisnis bagi perempuan.
Tapi mungkinkah itu hanya sebuah utopi? Baru-baru ini, dalam
pertemuan tahunan keenam Dell Women’s Entrepreneur Network (#DWEN), ada kesimpulan
yang bisa jadi memutarbalikkan harapan. Riset Dell menunjukkan masih adanya perbedaan
berbasis gender yang mengekang pertumbuhan bisnis yang dimiliki wirausaha
wanita di 31 negara. Hal itu terungkap dari hasil survei Global Women
Entrepreneur Leaders Scorecard. Hasil survei tersebut baru-baru ini, diumumkan
dalam
Lebih dari 70 persen dari 31 negara yang diteliti memiliki
skor kurang dari 50 persen dalam hal kesenjangan pertumbuhan signikan antara
bisnis yang dimiliki pengusaha pria dan wanita di seluruh dunia (riset ini
meneliti 76 persen dari GDP global).
Meski Amerika Serikat menempati peringkat pertama Scorecard
karena lingkungan bisnis yang secara umum mendukung dan mobilitas pekerja
wanita di sektor swasta, negara ini hanya mencatat skor 71 persen untuk seluruh
kategori.
"Untuk menjawab tantangan-tantangan spesifik yang
dihadapi wirausaha wanita yang memiliki pengaruh besar di negara dan wilayah
berbeda diperlukan pendekatan holistik," ujar Dr. Ruta Aidis, Direktur
Proyek Global Women Entrepreneur Leaders Scorecard. "Karena itulah penelitian seperti
Scorecar ini sangat penting untuk memahami tindakan-tindakan apa yang perlu
dilakukan untuk menciptakan perubahan." tambahnya.
Hasil survei 2015 ini memberikan masukan komprehensif
tentang kondisi yang dihadapi para wirausaha wanita di seluruh dunia,
menyajikan contoh-contoh usaha sukses terbaik, dan mengidentifikasi kekurangan
data yang ada dan memberikan rekomendasi tindakan yang dapat diambil semua
negara untuk memperbaiki kondisi yang ada saat ini.
Scorecard yang disponsori Dell ini adalah analisis pertama
di dunia yang khusus meneliti berbagai tantangan dan kesempatan bagi wirausaha
wanita untuk mendirikan, mengembangkan, menciptakan lapangan kerja dan membuat
terobosan-terobosan di industri mereka.
Tujuan dari Scorecard ini adalah sebagai sebuah alat
diagnosa yang dapat dipakai sebagai referensi saran bagi para pemimpin, pembuat
kebijakan, dan pembuat regulasi tentang cara meningkatkan kondisi di negara
masing-masing dan mendukung perkembangan bisnis yang didirikan para wirausaha
wanita.
Melanjutkan penelitian yang disponsori Dell tahun 2013 dan
2014, Scorecard 2015 ini mengevaluasi lima kategori besar di 31 negara:
lingkungan bisnis, akses sumber daya, kepemimpinan dan hak, kesempatan bagi
wirausaha wanita dan potensi pertumbuhan tinggi untuk bisnis yang dimiliki
wanita.
Scorecard terbaru ini juga meneliti faktor-faktor penting
yang terbukti mendukung wirausaha wanita yang memiliki pengaruh besar dan
memberikan perkiraan jumlah lapangan kerja yang diciptakan oleh berbagai bisnis
yang dimiliki wanitaketika bisnis tersebut berhasil mencapai potensi
pertumbuhannya.
"Kesuksesan para wirausaha dan usaha kecil sangat
penting bagi perkembangan ekonomi global, dan di Dell kami percaya bahwa
wirausaha wanita harus memainkan peran signifikan dalam bisnis dan kepemimpinan
di masa depan," jelas Karen Quintos, senior vice president dan chief
marketing officer Dell.
"Dell Women’s Entrepreneur Network bertujuan untuk
memastikan para wirausaha wanita memiliki akses teknologi, modal, dan jaringan
untuk pertumbuhan bisnis mereka. Scorecar dini menyajikan informasi berbasis
data yang dibutuhkan mengarahkan diskusi dari tingkat kesadaran ke tindakan dan
membantu wirausaha wanita di seluruh dunia meraih potensi terbaik mereka.”
Ada satu teori di balik lambatnya kaum perempuan meraih
posisi management puncak. Teori itu mengatakan bahwa sebagian besar perempuan
memiliki kualitas dan karakteristik yang lebih rendah dibandingkan pria.
Padahal, kedua hal itu -- beberapa
penelitian membuktikan – memberikan kontribusi positif bagi bagus kinerja
perusahaan.
Itu sebabnya seperti kata Tharenou (1998) -- saat ingin
mengetahui kenapa perempuan yang ingin mencapai posisi puncak di management
seringkali gagal – penghambat itu sendiri sebenarnya ada, tapi tak kelihatan.
Penghalang itu ibarat langit-langit kaca (glass ceiling). Inilah yang
menghambat perempuan menuju posisi puncak. Dalam tradisi gender kita, perempuan
juga diberi sebutan wanita. Konotasi dari kata ini adalah wani dithatha atau
berani ditata sehingga perempuan jarang diposisikan sebagai sosok yang berada
atas. Ia selalu di bawah untuk siap menerima perintah.
Tidak gampang untuk bisa mengalami pergerakan ke atas.
Selain karena persepsi yang sudah menjadi tradisi (mitos?) -- bahwa perempuan
itu lemah, halus perasaan sehingga sulit untuk bertindak tegas, kurang
trengginas, dan lain-lain karakter yang menjadi lawan dari pria yang tegas,
tegar, kokoh, cepat, dan lebih mengandalkan pikiran dari pada perasaan –
hambatan juga muncul dari lingkungan sekeliling seperti keluarga, masyarakat,
dan tempat perempuan berinteraksi termasuk di lingkungan kerja mereka.
Perempuan juga memiliki tingkat kekuatan ego yang lebih
rendah di banding pria. Makanya, perempuan tak bisa bermuka tebal dan menghalalkan
segala cara demi memuaskan ego pribadi. Dalam konteks marketing, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa karakter seperti ini tidak mendukung. Apalagi bila
perasaan perempuan itu sensitif sehingga tidak tahan bila mendapatkan kritik
dan kerap down ketika mendapat penolakan. Meski begitu, tingkat keberanian,
empati, keluwesan dan keramahan yang tinggi membuat perempuan cepat pulih dari
rasa sakit, belajar dari kesalahan, dan bergerak maju dengan sikap positif.
Semangat ini yang membuat kaum perempuan cepat bangkit setelah mengalami
peristiwa yang membut mereka ”jatuh”..
Membahas semua hal yang kurang mendukung perempuan di
marketing, menghasilkan prasangka bahwa perempuan mempunyai peluang yang gagal
di bidang marketing lebih besar dari pria. Di sisi lain, sangat jarang diskusi
tentang kelemahan pria. Inilah yang lalu menenggelamkan pertanyaan, apakah pria
memiliki kelebihan lebih banyak dari perempuan. Sangat sedikit diskusi tentang
keterkaitan antara karakteristik yang seringkali melekat pada kaum pria dan
hal-hal yang seringkali negatif pada manager pria dalam memberikan kontribusi
pada kinerja perusahaan. Misalnya, seperti yang ditemukan Caliperr bahwa
ternyata pria lebih individualis bila bekerja. Mereka mempunyai keinginan besar
untuk menyelesaikan persoalan seorang diri.
Dalam bukunya, Counterintuitive Marketing: Achieve Great
Results Using Uncommon Sense (Free Press), Kevin Clancy dan Peter Krieg --
masing-masing chairman dan CEO, dan president dan COO Copernicus Marketing
Consulting and Research – menulis tentang pengambilan keputusan yang
dikendalikan oleh hormon testosterone. Menurut mereka, keputusan yang
dikendalikan oleh hormon seks jantan utama dan berfungsi antara lain
meningkatkan libido dan energi itu dicirikan oleh kecenderungan pengambilan
keputusan secara cepat, intuitif, dan bahkan meremehkan.
Pernyataan mereka itu didukung oleh data hasil riset pada
tahun 1998 yang dilakukan oleh Copernicus. Penelitian itu menemukan bahwa
sebagian besar keputusan, diambil secara buru-buru, sedikit sekali didasarkan
pada data hasil riset, dan fokus pda hasil jangka pendek. Penelitian yang
dilakukan dengan mewawancarai 293 orang marketing manager di Amerika Serikat
itu juga menemukan bahwa pola pengambilan keputusan model ini secara signifikan
lebih banyak dilakukan oleh para eksekutif marketing senior pria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar