Media dan dunia periklanan berubah. Hubungan antara
pengiklan dan agensi juga berubah. Apa saja perubahannya dan bagaimana agensi
serta pengiklan mensikapinya?
Terlepas kondisi kuartal pertama tahun ini, dalam beberaa
tahun terakhir anggaran iklan perusahaan tumbuh luar biasa. Konsekuensinya,
persaingan di antara biro jasa marketing communications melonjak naik tajam.
Klien nya menjadi lebih menuntut dan mengharapkan keadaan yang selalu baru dan
kreatif.
Persaingan di kalangan perusahaan media juga semakin
meningkat. Banyak perusahaan sosial, konten dan media yang kini makin menyadari
bahwa mereka dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan membangun studio
kreatif yang memungkinkan mereka untuk memberikan kreativitas bagi merek
sehingga mereka akan menghabiskan lebih banyak uang.
Munculnya Creative Shop dari Facebook, Creative Lab dari
Google, dan YouTube Studio memungkinkan pemain untuk membuat konten lebih bagus
sebagai cara untuk memenangkan lebih banyak rupiah pada platform mereka.
Perusahaan lain yang telah menekuni bisnis media kini makin fokus pada
penciptaan konten seperti iHeartmedia, The New York Times, WSJ, dan BuzzFeed.
Dengan makin kuatnya persaingan lanjutan ini, harga kreatif
pun kini menjadi commoditized. Bagusnya, agensi periklanan misalnya, berusaha
memberikan layanan terbaik untuk mendapatkan imbalan senilai uang dari klien
dengan menggunakan tim kreatif terbaik mereka. Akibatnya, hubungan agensi dan
klien menjadi lebih rentan terhadap stres dan ketegangan dari sebelumnya.
Hubungan agensi dan engguna jasa marketing communications rentangnya cukup
luas, mulai dari hubungan yang hangat sangat kuat hingga hubungan yang aering
diwarnai dengan pertikaian.
Dunia marketing communications sekarang menghadapi tantangan
dan peluang yang mencakup penargetan yang lebih baik -- baik lokal maupun
global -- meningkatkan kreativitas, wawasan media baru dan hasil yang didorong
oleh iklan-iklan baru. Perubahan pasar
yang cepat dan berkesinambungan mengakibatkan perubahan yang besar pula dalam
praktek periklanan.
Kelahiran media sosial mengubah paradigm merek dalam
berkomunikasi. Media sosial berhasil menciptakan demokratisasi sehingga public
“berkuasa” kembali. Semua orang kini bisa jadi penerbit, penulis berita, bahkan
pelapor peristiwa. Melalui sosial media mereka bisa memasukkan gambar
videonya ke dalam situs yang disediakan
secara percuma oleh provider. Mereka bisa mengungkapkan pikiran, protes,
ketidaksetujuan atau kesetujuan, opini, dan sebagainya.
Konsumen saat ini lebih pintar dan lebih berhati-hati dalam
membeli. Sebelum membeli biasanya mereka browsing dulu, bertanya dulu ke teman
dekatnya, mencari info sebanyak-banyaknya. Orang pun kini saluran media baru.
Alih-alih membuat iklan untuk ditempatkan pada media untuk menjangkau banyak
orang, paradigma baru menciptakan ide-ide yang dibagikan dan terukur, dan
kemudian membiarkan masyarakat sendiri yang mendistribusikannya.
Penelitian terbaru dari IPSOS menemukan bahwa 35 persen
konten yang dibuat oleh konsumen lebih berkesan dan 50 persen lebih dipercaya.
Ini merupakan sesuatu yang baru dalam pemasaran organik. Kunci sukses di sini
adalag bagaimana menemukan cara pemantauan dan pengukuran, serta mengoptimalkan
saluran komunikasi, apakah menggunakan model penyrbaran dengan menggunakan
sistem multi channel atau saluran individual.
Implikasinya – plus dengan makin berkembangnya teknologi
media -- adalah persepsi bahwa biaya media semakin murah. Begitu biaya media
turun, hubungan antara merek dan konsumen semakin menjadi kompetensi inti dari
setiap merek. Merek akan membangun teknologi media mereka sendiri dan
menghasilkan konten sendiri pula. Perubahan tersebut juga memengaruhi hubungan
antara agensi dan pengiklan.
Tanda-tanda erubahan itu makin terasa. Tanda-tanda tersebut
bisa dibaca misalnya transaksi yang sifatnya digital semakin meningkat. Garuda
Indonesia misalnya semakin meningkatkan transkasi pembelian tiket secara
online. Jika brand semakin digital, hal ini berpengaruh terhadap agensi. Saat
ini misalnya, pemilik merek semakin jor-joran membuat kreativitas bukan
jor-joran mengeluarkan spending. “Pemilik merek putar otak untuk melakukan
sendiri tanpa agensi,” kata Handoko Hendroyono, CEO Creative&CO, Produser
Filosofi Kopi the Movie. “Saya melihat bahwa peran agensi harus berubah sebagai
partner atau konsultan.”
Pengiklan dan agensi iklan adalah mitra kunci dalam proses
marketing communication. Pengelola merek membrif agensinya untuk menciptakan
sudut indah dari sebuah pesan yang ingin disamaikan keada target marketnya.
Mereka meminta agensi web mereka untuk membuat beberapa iklan banner; mereka
meminta agensi PR mereka menangani beberapa wartawan yang membuat repot mereka
dan setersunya. Menariknya, proses tersebut – karena makin komleksnya media – bisa
berlangsung lebih lama daripada itu sepuluh tahun yang lalu.
Teknologi terus mendorong banyak perubahan dalam marketing
communications. Ide-ide kreatif kini tidak hanya berasal dari departemen
kreatif agensi. Agensi dan perusahaan harus tetap berhubungan baik. Pemahaman
terhadap alat-alat dan platform media terbaru merupakan salah satu pembeda
penting antara satu agensi dengan agensi lainnya. Agensi-agensi yang memiliki
pengalaman panjang dalam perencanaan media akan mengembangkan schedule
berdasarkan prinsip frekuensi dan memastikan bahwa target pasar menerima
beberapa tayangan melalui berbagai alat pemasaran, media dan publikasi.
Saat ini, agensi bukan satu-satunya tempat bagi pemasar
merek untuk mendapatkan ide kampanye yang kreatif. Ide kreatif bisa datang dari
mana dan siapa saja. Teknologi memungkinkan semua orang untuk menjadi produsen,
duta merek atau saluran media.
Karena itulah model bisnis agensi masa depan akan menjadi
hybrid, perusahaan kolaboratif. Kolaborasi ini terdiri dari kelompok yang lebih
kecil dari staf senior di semua disiplin ilmu utama yang akan duduk di atas
kumpulan hubungan dengan startups, perusahaan teknologi dan individu yang
menyediakan agensi dan klien dengan pemikiran merek terbaik di kelasnya. Saat
ini pengelola merek dan agensi tidak harus bekerja di silo. Harus ada sistem
yang terbuka untuk berbagi.
Kuncinya disini adalah bagaimana memanfaatkan konten yang
dibuat pengguna dan konsumen melalui interaksi yang ada dengan solusi yang
cerdas. Penggunaan berbagai aplikasi seperti
Magisto dan Pixlee memungkinkan merek menggunakan konten yang dibuat pengguna
dengan biaya rendah. Hal ini akan menjadikan integrasi menjadi tantangan
terbesar marketing communications.
Integrasi, apakah di dalam agensi, strategi keberlanjutan
atau tingkat pasar, adalah tantangan terbesar bagi pemasar. Tugas utama
pengelola merek saat ini lebih dirumitkan oleh kecepatan orang dalam mengadopsi teknologi baru, membuat integrasi
demi sebuah merek salah satu kendala terbesar yang sebagai bisnis bergerak
maju. “Ide-ide dari partner/konsultan dituntut untuk tidak hanya terkotak pada
pemikiran periklanan,” kata Handoko.
Industri periklanan kini betul-betul dalam tekanan karena
kian mahalnya biaya beriklan. Akibatnya klien cenderung mencari layanan yang murah,
yang berdampak pada kualitas komunikasi pemasaran yang dilakukan. Dorongan yang
sama membuat banyak klien berganti-ganti agency yang akhirnya dapat
mempengaruhi kontinuitas kampanye merek mereka yang dapat mempengaruhi
konsistensi dari brand image dan brand value dari merek-merek yang diiklankan.
Ketika tekanan di industry periklanan semakin
berat dan complicated pengiklan dan agensi iklannya harus menata ulang
hubungannya sebagai mitra yang saling melengkapi. Bukan semata sebagai vendor
yang diberi kerja. Jika harga murah yang dijadikan patokan maka kualitas
komunikasi menjadi dipertaruhkan, you pay
peanut you get monkey. Pengiklan dan biro iklannya harus bisa bekerja
secara lebih dalam dan erat untuk mencapai tujuan bersama. Lalu apakah pola
dibayarnya pun sudah tidak tepat lagi karena hubungannya sudah berubah sebagai
partner/konsultan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar