Edhy Aruman - Wartawan Utama (2868-PWI/WU/DP/VI/2012...), pernah menjadi redaktur di majalah SWA. Aruman pernah meniti karier kewartawanan di harian Jawa Pos, Berita Buana, majalah Prospek, Harian Republika dan editor eksekutif di Liputan 6 SCTV, sebelum pindah ke SWA (http://www.detik.com/berita/199902/990212-1319.html). Lulus S3 Komunikasi IPB, Redaktur Senior Majalah MIX, dosen LSPR Jakarta, dosen PR FISIP UI (2015-2022), dan salah satu ketua BPP Perhumas periode 2011-2014.
Jumat, 24 Juli 2015
The Most Imaginative CSR Ad Campaigns
Pada 2010 Levi’s meluncurkan iklan bertema CSR. Dalam iklan Levi’s itu, Marshall Hart berdiri di bawah gelombang awan, melihat ke kejauhan, sambil memanggul sekop di bahu. Dia memakai kemeja lengan panjang, rompi yang menampilkan bak pekerja kasar dan topi baseball.
Anda belum pernah mendengar Hart. Dia — seperti ditulis Forbes.com, 9 Juli 2010 — adalah direktur sebuah perusahaan pertanian berusia 29 tahun dan salah satu dari beberapa kehidupan nyata warga Braddock, Pa, yang muncul dalam iklan kampanye Levi’s baru “Ready to Work.”
Ini adalah bagian dari kampanye Levi Strauss & Co yang bertema “Go Forth.” Iklan kampanye ini tayang di semua media, termasuk TV dan film-teater dan selama satu jam khusus yang tayang pada saluran Sundance dan IFC. Semua produksi menampilkan perjuangan warga kota kerah biru di luar Pittsburgh yang digambarkan sebagai orang-orang yang optimistis.
Warga kota tersebut merupakan representasi dari “semangat perintis Amerika yang berakar pada karakter pakaian,” kata Doug Sweeney, Levi’s vice president of brand marketing. Untuk kampanye ini, Levi ‘s bermitra dengan Wieden & Kennedy, sebuah agensi periklanan independen yang berbasis di Oregon. Semuanya dimulai, kata Sweeney, dengan gagasan bahwa “kerja nyata ditambah orang yang sebenarnya menghasilkan perubahan yang nyata.”
“Go Forth” bukan sekadar iklan namun kampanye sebuah CSR yang sebenarnya. Mengapa? Karena Levi’s melakukan amal guna mendukung pesannya itu. Untuk program ini, Levi’s menyumbangkan lebih dari $1 juta selama dua tahun untuk mendanai pusat pemulihan komunitas kota dan mendukung pertanian di Braddock yang mempekerjakan warga kota yang sementara itu memasok restoran dan pasar lokal dengan produk pertanian.
Corporate social responsibility atau CSR, berarti perusahaan menyelaraskan nilai-nilai mereka dengan sesuatu kebaikan yang lebih besar dan melakukan sesuatu tindakan untuk menghasilkan efek positif. Perusahaan sering melakukan hal itu melalui “cause marketing,” bergabung dengan organisasi nirlaba dan memfokuskan kampanye iklan pada filantropi.
Saat ini, kampanye CSR ada di mana-mana, mulai dari Pepsi Refresh yang menyumbangkan jutaan dolar untuk ide-ide bagi perbaikan dunia hingga Tide yag mengirimkan armada mobil mesin cuci dan pengering ke wilayah-wilayah yang terkena bencana alam.
Mengapa makin banyak perusahaan yang memamerkan perbuatan baik mereka dengan cara ini? Sebagian, kata para ahli, karena mereka menyadari bahwa karyawan mereka ingin menjadi bagian dari sebuah bisnis yang tidak hanya sekedar menghasilkan uang. Ann Charles, CEO BRANDfog, mengatakan kegiatan CSR pada dasarnya meningkatkan kohesi karyawan dan memberikan perusahaan sebuah penyegaran.
CSR marketing juga membantu menarik pelanggan menjadi lebih setia karena nilai-nilai dan keyakinan bersama. Namun segala upaya CSR harus orisinal atau orang-orang akan melihat kepalsuan. Ketika mereka melakukannya, mereka yakin menyebarkan berita itu melalui blog, Twitter atau Facebook. Pelajaran yang jelas adalah bahwa jika Anda melakukan ini, lakukannya dengan alasan yang tepat.
Akan tetapi, efek yang tidak produktif bisa saja terjadi. Pada April 2010, sebuah perusahaan penelitian yang aware terhadap kanker payudara kesadaran, Susan G. Komen untuk Cure, yang berhasil mengumpulkan dana hampir $ 1,5 miliar sejak 1982, bekerja sama dengan KFC melakukan kampanye ‘Buckets for the Cure.” Melalui kerjasama ini, jaringan makanan cepat saji tersebut menyumbangkan $ 0,50 untuk setiap special pink-colored bucket of chicken yang terjual.
Niatnya mungkin bagus. Namun, alih-alih mendapat tanggapan bagus, para bloggers dan praktisi media lainnya dengan cepat mengamati paket delapan potong ayam resep asli itu memiliki 1.600 kalori. Selain itu, efek obesitas yang diakibatkannya diyakini bisa meningkatkan risiko kanker.
Muncul tuduhan “pinkwashing,” yang berarti sebuah produk yang tidak sehat mencoba untuk memperbaiki citranya dengan memberikan untuk aktivitas yang berkaitan dengan penanggulangan kanker payudara. Para eksekutif KFC menjelaskan kepada CNN bahwa KFC menawarkan sesuatu kepada siapa saja dan mereka menjual paket ayam panggang berkalori rendah.
Dengan begitu banyak perusahaan yang mengiklankan kegiatan CSR mereka, maka bila Anda hanya memberikan isyarat saja tidak cukup. Anda harus menunjukkan bahwa Anda serius, dan Anda harus menjaga masyarakat mengup-date kemajuan program Anda, serta melakukan lebih dari yang diharapkan untuk mendapatkan perhatian. Allen Adamson, managing director Landor Associates, “Anda perlu melakukan sesuatu secara lebih jauh melebihi cost of entrance-nya.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar