Beberapa ahli
menyatakan bahwa luar Jawa menawarkan prospek yang sangat bagus. Namun, apakah
suatu daerah memiliki potensi bagi peningkatan kinerja merek, tentunya
pengelola merek tidak bisa hanya mengandalkan hanya data pertumbuhan misalnya.
Untuk mengetahui apakah suatu pasar menarik, selain pertumbuhan pasar,
perusahaan harus melihat ukuran pasar, tingkat pertumbuhan pasar, intensitas
persaingan, dan sebagainya. Perusahaan-perusahaan akan berhasil bila terjun ke
pasar yang menarik.
Adanya perubahan
gaya hidup, menyebabkan Avon, perusahaan kosmetik Amerika menerapkan model
distribusi produknya melalui jaringan penjualan langsung (direct sales).
Sebagai contoh di Taiwan dan Cina, Avon mencoba mendistribusikan produknya yang
salah satunya adalah melalui penjualan kios atau booth, semacam tempat kecil
yang diletakkan di suatu Departement Store, atau melalui internet dan melalui
home shopping TV.
Untuk internal misalnya,
perusahaan melihat masih adanya kapasitas produksi yang belum dimanfaatkan.
Tidak terpakainya kapasitas produksi secara penuh bisa disebabkan oleh pasar
yang selama ini digarap sudah mature.
Dengan kata lain, pada produk tertentu, perusahaan berhasil menggarap pasar
yang ada sehingga sulit untuk meningkatkan penjualan karena pasar yang ada
telah jenuh. Keberhasilan itu membuat perusahaan yakin telah sangat berhasil
dalam apa yang dilakukannya selama ini.
Dari informasi
tersebut, apabila perusahaan berniat mengembangkan pasar, evaluasi lainnya
adalah melihat apakah tersedia jaringan distribusi yang dapat diandalkan,
murah, dan berkualitas bagus. Seperti diketahui, infrastruktur dan geografi di
luar Jawa sangat beragam dan tidak sebagus Jawa. Ini salah satu kendala yang
mesti dipikirkan bila produsen masuk ke luar Jawa. Beberapa produsen
mensiasati kendala ini dengan menjalin kemitraan dengan distributor.
Pertama, lakukan consumer insight terlebih dahulu. Lihat bagaimana perilaku berbelanja,
karakter pasar di sana, serta gaya hidup mereka. Sebab, ini akan menentukan
cara bagaimana pemilik merek bisa menggarap pasar di sana.
Kedua, lihat siapa yang mendominasi pasar di daerah. Jika pemainnya banyak tapi
kecil-kecil, maka potensi masuk ke pasar daerah lebih mudah dan lebih gampang
diterima. Sebaliknya, kalau ada pemain lokal yang mendominasi pasar di sana,
maka akan agak sulit masuk ke daearah itu. Sebab, begitu kita masuk, pemain
yang dominan itu akan mem-block gerak kita.
Ketiga, harus sanggup beradaptasi dengan selera pasar. Lihat dulu produk-produk
yang mampu eksisting di sana, produk-produknya seperti apa. Dengan demikian,
pemilik merek bisa lebih fokus ke mana, lebih dulu harus melakukan apa, dan
hal-hal apa yang perlu dikurangi.
Keempat, distribusi harus juga dilihat. Di sana, channel mana yang lebih kuat
untuk dijadikan kebiasaan membeli konsumennya, apakah modern atau tradisional.
Dengan demikian, pemilik merek bisa memutuskan untuk masuk pertama kali ke
daerah itu lewat jalur channel yang mana, modern atau tradisional. Setelah itu,
barulah secara bertahap seluruh channel dipenuhi.
Kelima, model promosi. Untuk model promosi, sampai saat ini, selera seluruh
masyarakat Indonesia di seluruh daerah hampir mirip dan merata. Yakni,
sama-sama suka dengan benefit langsung seperti diskon, bonus, maupun hadiah
langsung di dalam produk (misalnya, hadiah langsung uang di dalam produk, baik
pecahan 500 perak, seribu, dan sebagainya).
Keenam, community juga bisa dijadikan pemilik merek untuk masuk ke daerah.
Artinya, pemasar harus juga melihat komunitas besar yang berpotensi di sana.
Selanjutnya, komunitas itu bisa dijadikan kendaraan alternatif untuk menggarap
pasar daerah di sana. Sebab, karakter pasar Indonesia adalah mereka lebih
percaya dengan rekomendasi dari teman, kerabat, dan keluarga, dibandingkan
dengan pesan dari iklan.
Ketujuh, untuk mudah diterima daerah, maka gunakanlah kemasan sachet atau mini
dengna harga terjangkau, sehingga produk bisa masuk hingga warung-warung kecil
dekat rumah. Contohnya, produk yang dijual ketengan
satuan seperti baby diapers, pembalut wanita, shampo, sabun cuci piring,
semuanya sukses. Bahkan, minyak goreng branded yang di modern dijual dengan
kemasan literan, kini sudah dijual dengan ukuran seperempat dari biasadan
suskes diterima pasar. Padahal, biasanya
orang untuk dapat ukuran seperti itu harus beli minyak goreng curah. Pendek kata, untuk produk yang bisa
dikonsumsi massal dan target marketnya adalah kelas menengah bawah, maka
kemasan ketengan dengan harga terjangkau
merupakan cara yang tepat untuk garap pasar daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar