Kini, kaum
pria “mengancam” status wanita sebagai shopaholic. Studi dari InsightExpress
menyebut kehadiran smartphones membuat pria lebih rajin menyambangi toko sambil
membawa handphone dan berusaha mendapatkan beragam penawaran menarik. Apa
implikasinya bagi peritel?
Mobile Shopper dalam Mobile
Shopping Insight yang dirilis MobileMarketer.com ini, dimaknai sebagai para
pembelanja yang datang ke toko sambil membawa handphone (HP) mereka. Menurut
Joy Liuzzo, Senior Director of Marketing and Mobile Research InsightExpress,
New York menyebutkan bahwa karakter Mobile Shopper berbeda dengan karakter
shopper biasa. Temuan ini juga menyebutkan bahwa aktivitas shopping,
terutama bagi laki-laki, tidak bisa dilepaskan dari HP—studi terdahulu bahkan
menyebutkan bahwa empat dari lima pembelanja mengaku menggunakan HP mereka,
ketika sedang belanja.
Menurut Liuzzo, peritel harus
memahami siapa yang sedang mereka jangkau saat ini. “Mereka juga harus
menyesuaikan pola pikir dan strategi mereka untuk memenuhi kebutuhan golongan
konsumen tersebut,” kata Liuzzo. Liuzzo menambahkan bahwa pria berusia 25-34
tahun adalah pengguna utama HP sebagai piranti pendukung ketika mereka belanja
di toko. “Mereka menggunakan HP untuk perbandingan harga, membaca review
produk, mencari dan menggunakan kupon—hal-hal yang identik dengan perilaku
wanita belanja, tiga kali lebih banyak dibandingkan segmen lain,” jelas Liuzzo.
Hal ini tentu saja berkaitan dengan
fakta bahwa pria adalah pengadopsi paling awal dari smartphones. “Kami yakin
bahwa kapabilitas dari smartphones sangat mempengaruhi perilaku belanja karena
hanya dengan ujung jari konsumen bisa mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan,”
tambah Liuzzo.
Lebih jauh Liuzzo mengatakan bahwa
kehadiran mobile technology telah mempertajam evolusi dari perilaku
belanja. Dulu, orang berbondong-bondong mendatangi bazaar untuk menawar harga
serendah mungkin, tapi kini banyak dari pembelanja yang melakukan browsing
toko-toko online sambil masih mengenakna piyama. Meski telah terjadi pergeseran
sedemikian rupa, menurut Liuzzo ada beberapa hal yang masih sama. “Yang utama
konsumen tetap ingin mendapatkan harga terbaik,” kata Liuzzo.
“Best Deal”, menurut Liuzzo bisa
didapatkan konsumen dari kupon, membandingkan harga antara satu toko dengan
toko lainnya, sampai menunggu kesempatan sale. Selain itu, Luizzo
menggarisbawahi bahwa kegiatan belanja selalu bersifat sosial. “Bahkan jika
dilakukan sendiri, pembelanja terpengaruh oleh apa yang sedang dibeli orang
lain. Mereka bahkan bisa mengintip ke keranjang belanja shopper lain, atau
meminta pendapat salesperson mengenai sebuah produk tertentu,” kata
Liuzzo.
Ketika internet shopping
muncul, konsumen turut menggunakannya untuk mendapatkan kupon online,
melihat situs review, dan rekomendasi getok tular. Dalam lansekap
digital yang berkembang seperti ini, lanjut Liuzzo, tantangan terhadap toko dan
brand sedang meningkat sementara peritel di sisi lain, masih tampak membutuhkan
waktu untuk mencari cara terbaik dalam mempertahankan konsumen. “Meski
sebenarnya mereka sudah siap untuk menyesuaikan diri dengan evolusi cara
belanja ini,” tambah Liuzzo.
Penggunaan mobile coupon, lanjut
Liuzzo adalah salah satu antisipasi yang sudah disiapkan peritel dalam
menghadapi perubahan ini. “Dengan cara ini mereka berusaha untuk membuat lebih
banyak orang ke toko dan meningkatkan penjualan,” kata Liuzzo. Cara ini telah
menarik 10% responden mendatangi toko setelah mendapatkan kupon di HP
mereka—berdasarkan hasil riset tersebut. Dari jumlah tersebut, responden
berusia 18-34 tahun adalah yang paling bersemangat untuk mendatangi toko,
dimana 20% dari mereka mengaku sudah mempraktekkan hal ini.
Berdasarkan riset tersebut, pada
umumnya konsumen lebih menyukai untuk mendapatkan kupon yang dikirimkan
langsung ke HP mereka melalui sms—sebesar 45% responden, meski ada juga yang
segmen yang lebih suka untuk mencari kupon sendiri melalui aplikasi—28%, dan
ada sebesar 27% yang lebih memilih untuk menerima kupon ketika mereka berada di
sekitar toko.
Seperti sudah disebutkan diatas,
kaum pria berusia 25-34 tahun adalah mereka yang paling banyak menggunakan HP untuk membantu mereka dalam belanja. Para
pria ini menggunakan HP untuk memutuskan jadi atau tidak membeli sesuatu,
memperoleh review, mengecek harga yang lebih baik, mencari kupon dan
menggunakan kupon yang sudah mereka peroleh. “Mereka juga menggunakannya untuk
mencari resep dan membandingkan informasi gizi,” demikian disebutkan dalam
penelitian tersebut.
Sementara itu, disebutkan juga bahwa
53% pembelanja laki-laki memiliki smartphones dan dibeberapa jenis toko,
penggunaan kupon mereka melebihi angka rata-rata yang ditemukan. Pada umumnya
kupon digunakan di toko elekronik (30%), toko pakaian 33%, department store
30%, dan toko yang menjual jasa, 16 persen. Angka penggunaan kupon rata-rata
untuk lokasi-lokasi tersebut berturut-turut adalah 10%, 15%, 15% dan 7%.
Sementara itu khusus untuk
pembelanja laki-laki, pada umumnya 51% dari mereka lebih suka mendapatkan kupon
melalui aplikasi dan 39% lebih suka menerimanya ketika sedang berada di toko.
Artinya lebih sedikit yang bersedia menerima kupon yang dikirimkan langsung ke
HP mereka melalui sms.
Kupon memang cara termudah untuk
menjangkau mereka, tapi lebih banyak lagi konsumen yang melakukan pencarian
sendiri untuk mendapatkan review dan informasi produk. Dalam hal ini, peritel
perlu membuat proses pencarian konsumen menjadi lebih mudah. “Aisle locaters,
an easy way to save images to show a sales rep, the possibilities can keep
snowballing,” kata Liuzzo memberi sebuah saran.
Dengan penelitian ini, brand dan
peritel bisa mendapatkan wawasan yang relevan dan sederhana mengenai cara untuk
terhubung dengan konsumen ketika mereka sedang memiliki niat membeli—baik pada
konsumen pria maupun wanita. “Konsumen akan lebih banyak lagi menggunakan HP
mereka selama mereka belanja, karena itu peritel dan merchants harus
mulai merumuskan strategi terbaik untuk berinteraksi dengan mereka,” kata
Liuzzo.
Menurut Liuzzo, Mobile Shopping sudah siap untuk pertumbuhan yang mengesankan di masa depan dengan adanya lebih banyak smartphones di pasar, lebih banyak aplikasi untuk shopping dan lebih banyak peritel memaksimalkan teknologi ini. “The growth is going to hockey stick shortly,” tutup Liuzzo. (Iski)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar