Edhy Aruman - Wartawan Utama (2868-PWI/WU/DP/VI/2012...), pernah menjadi redaktur di majalah SWA. Aruman pernah meniti karier kewartawanan di harian Jawa Pos, Berita Buana, majalah Prospek, Harian Republika dan editor eksekutif di Liputan 6 SCTV, sebelum pindah ke SWA (http://www.detik.com/berita/199902/990212-1319.html). Lulus S3 Komunikasi IPB, Redaktur Senior Majalah MIX, dosen LSPR Jakarta, dosen PR FISIP UI (2015-2022), dan salah satu ketua BPP Perhumas periode 2011-2014.
Rabu, 05 Agustus 2015
Ketika Konsumen Menghukum Produsen Makanan
Dalam beberapa pekan terakhir ada perubahan yang menarik. Pertama, penjualan McDonald’s dan Pepsi Cola Diet merosot tajam. Kedua, baik McDonald’s maupun Pepsi menganggap bahwa penurunan itu karena konsumen sekarang mulai peduli pada kesehatannya sehingga menghindari makanan dengan bahan aditif yang dianggapnya tidak sehat.
Ketiga, baik McDonald’s maupun Pepsi meresponnya dengan tidak lagi menggunakan antibiotika pada ayam potongnya (McDonald’s) dan Aspartame yang biasa dipakai PepsiDiet.
Penurunan penjualan dua merek tersebut mengindikasikan bahwa perubahan dalam mengkonsumsi produk makanan dan minuman tidak hanya terjadi pada generasi yang lahir pada era 1960-an namun juga pada generasi yang kini disebut dengan millennium.
Ini memaksa produsen makanan mulai dari tingkat paling awal, yakni petani, produsen makanan olahan, toko, dan bahkan pada jendela drive-through meresponnya. Intinya, bisnis seperti biasa kini tidak lagi pilihan bagi perusahaan yang ingin tetap menguntungkan. Hukum permintaan bermain.
Pekan lalu, McDonald’s melaporkan penurunan penjualannya di AS sebesar 2,6 persen pada kuartal pertama 2015. Sementara laba globalnya turun 33 persen. CEO McDonald’s Steve Easterbrook, yang baru menduduki posisi itu awal Maret lalu mengungkapkan rencana baru untuk mengatasi penurunan penjualan.
Menyusul penurunan penjualannya, Steve Easterbrook mengungkapkan bahwa dalam waktu dua tahun ke depan, semua ayam yang disajikan di restoran akan bebas dari antibiotik yang digunakan pada manusia. Mereka menggantinya dengan ionofor, jenis antibiotik tidak digunakan untuk manusia agar ayam-ayamnya sehat.
Penggunaan antibiotik yang berlebihan dalam industri jasa makanan telah lama dikritik sebagai kontribusi terhadap resisten bakteri tertentu terhadap antibiotik. Karena itu, selain langkah tadi, McDonald’s juga akan beralih ke susu putih dan coklat rendah lemak dari sapi yang tidak dirawat dengan rbST, hormon pertumbuhan buatan.
Bahkan untuk operasinya di Eropa, Easterbrook mengatakan bahwa McDonald’s mengurangi penggunaan sodium dalam kentang goreng selain menyajikan susu organik. Rencana lainnya untuk Eropa, makin memperbanyak menu salad.
Selain McDonald’s, pekan lalu, PepsiCo Inc juga mengumumkan rencananya menghapus aspartame, pemanis buatan yang digunakan dalam Diet Pepsi. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk mengatasi kekhawatiran konsumen tentang bahan aditif buatan dan membalikkan penjualan diet soda yang merosot.
Rencananya, PepsiCo akan beralih ke sucralose, pemanis buatan yang relative kurang kontroversial. Perusahaan minuman raksasa itu mengatakan perubahan atau reformulasi minuman bersoda itu langkah paling berani setelah melihat kegagalan Diet Coke dan menanggapi hasil survei konsumen yang menunjukkan bahwa aspartam merupakan alasan No 1 kenapa orang Amerika menghindari cola diet. Tahun lalu, menurut laporan Beverage Digest, penjualan Diet Pepsi di AS turun 5,2%, sementara volume penjualan minuman cola diet terkemuka, Diet Coke, anjlok 6,6%.
Karena itu, langkah PepsiCo untuk tidak lagi menggunakan aspartame tersebut bisa diduga sebagai langkah selain mencoba membendung jatuh bebas, Diet Pepsi juga berusaha mengambil langsung pasar merek pesaingnya, Diet Coke. Saat mengumumkan perubahan tersebut, PepsiCo berulang kali menekankan formula baru Diet Pepsi sebagai “aspartam-bebas.”
Dalam sebuah pernyataan, Seth Kaufman, wakil presiden senior PepsiCo Amerika Utara, mengatakan, “Konsumen diet cola peminum di AS mengatakan kepada kami, mereka ingin Diet Pepsi bebas aspartame dan kami memberikan.”
Industri makanan dari industri hulu sampai hilir memang telah merespon positif perubahan tersebut. Mereka menggunakan bahan-bahan segar, alami dan dikenal. Berikut beberapa produsen yang merespon positif perubahan tersebut:
Perusahaan retailer Target misalnya faham benar bahwa konsumen terbesar mereka, generasi milenium, sangat peduli lingkungan. Mereka menuntut pengurangan kemasan dan cerdas gizi, dan mengurangi proses pengolahan. T
arget merespon dengan memformat tokonya agar lebih memungkinkan pasokan produk organik, alami, dan bebas gluten. Target berencana untuk fokus pada yoghurt Yunani, granola, daging segar dan menghasilkan kopi serta bir natural. T
argetnya, akhir tahun ini, 25% volume produk yang dijualnya adalah produk organic dan diproduksi oleh produsen yang jujur dalam menginformasikan produknya. Tahun lalu, artis Jessica Alba meluncurkan berbagai produk perawatan bayi dan rumah tangga non-racun dan ramah lingkungan.
Nestle dan Hershey – dua-duanya raksasa produsen chocolatiers dan permen juga akan menjauhi penggunaan bahan perasa buatan dalam permen mereka. Nestle akan menghapus penggunaan bahan Red 40 dan Yellow Kuning 5 dari semua cokelat Nestle yang dijual di Amerika Serikat pada akhir 2015.
Sementara itu, Kellogg akan memproduksi sereal yang memiliki kandungan garam 50 persen dari yang selama ini mereka produksi. Kellogg juga berkomitmen untuk tidak membeli kedelai dari daerah gundul di kawasan tropis dan berjanji untuk mendukung zero-deforestasi baik untuk produk kedelai, kelapa sawit dan pasokan kayu pada tahun 2020.
Lebih dari 80 persen dari kotak karton mereka terbuat dari serat daur ulang, dengan menggunakan bahan yang berasal dari sumber daur ulang yang berkualitas.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar