Bekas perdana menteri
Australia, Julia Gillard, meminta maaf secara pribadi kepada senator indeenden
dari Australia Selatan, Nick Xenophon, karena menulis salah tentang Xenophon
dalam otobiografi Gillard, My Story. Permintaan maaf dari mantan perdana
menteri muncul dalam iklan berbayar di koran The Australian, 6 Agustus 2015.
Gillard mengakui alam
menulis tentang Xenophon pada halaman 320 dari edisi pertama bukunya yang
mengklaim Xenophon pernah dikeluarkan dari universitas. "Saya menarik
kembali tuduhan itu, dan (mengakui) bahwa tuduhan itu palsu. Dengan tulus saya
meminta maaf kepada Nick Xenophon atas segala kerusakan, malu dan penderitaan
yang disebabkan (tuduhan) itu," kata Gillard. Senator Xenophon kepada The
semalam Australia bahwa ia menyambut permintaan maaf.
Dalam beberapa literature,
permintaan maaf dapat menciptakan kondisi perubahan yang konstruktif. Meminta maaf dengan mengakui kesalahan – baik untuk
rekan kerja, karyawan, pelanggan, klien, masyarakat luas - cenderung bisa
mengembalikan kredibilitas dan mendaatkan kembali kepercayaan yang sempat “hilang”
dari seseorang. David Neeleman, CEO JetBlue, menulis surat permintaan maaf kepada
orang-orang yang sempat “menderita” akibat penundaan jadwal penerbangan selama
malapetaka badai musim dingin pada 2006 lalu.
Bila dikemas dengan
baik, permintaan maaf dapat meningkatkan reputasi. Pada saat yang sama, juga
dapat membangun kepercayaan, kepuasan, dan loyalitas pelanggan. Dari perspektif
ini, seseorang pada dasarnya tidak seyogyanya berusaha mengabaikan kegagalan
dan menghindari permintaan maaf.
Namun, itu bukan
berarti bahwa meminta maaf itu mudah. Sebab dalam budaya bisnis Barat, mengakui
kesalahan itu hal yang lumrah.
Permintaan maaf dapat
berharga karena melakukan, mengenali, dan mengakui kesalahan bisa berfungsi
sebagai alat pembelajaran yang diperlukan. Paul Schoemaker, co-penulis artikel
pada Juni 2006 menulis di Harvard Business Review, " The Wisdom of
Deliberate Mistakes," berpendapat bahwa terlalu fokus pada hasil - bukan
pada proses – dan jika bisnis dan orang-orang yang tidak melakukan kesalahan
tertentu – maka mereka itu cenderung bermain ada zone yang terlalu aman."
Padahal, untuk bisa maju, orang terkadang perlu berani mengambil risiko,
termasuk risiko kesalahan.
Namun demikian, bagaimanapun,
permintaan maaf mungkin tidak selalu mendatangkan konsekuensi yang diinginkan. Beberapa
waktu lalu, seperti ditulis Stamato di Ivey Business Journal Online (Jul/Aug
2008) perusahaan Hong Kong memroduksi dan memasarkan jutaan manik-manik mainan
beracun di China daratan. Di kepala mainan diketemukan kandungan bahan lem yang
jika tertelan bisa menyebabkan penyakit serius. Sekitar 14 anak-anak menjadi
sakit dan beberapa diantaranya sempat
koma. Chairman JSSY Ltd, produsen itu, lalu mengatakan : "Kami
mohon maaf kepada semua anak-anak yang tidak sengaja memakan manik-manik itu.
Juga keada orang tua mereka dan konsumen di luar negeri. Kami mohon maaf atas
semua efek negatif yang disebabkan oleh kejadian ini kepada produsen China.
Kami mohon maaf atas damak negatif (yang dialami) 'Made in China'."
Pernyataan ini mungkin
tidak meyakinkan seperti yang dipikirkan pengamat Barat, tapi lebih pada
sekadar unggah-ungguh. Di China, permintaan maaf adalah sesuatu hal yang
kompleks. Permintaan maaf diangga sebagai tindakan berat dan jarang ditawarkan
atau diterima. Kalau pun dilakukan, itu harus disampaikan dalam cara yang
tepat, dengan gravitasi yang sesuai. Permintaan maaf memerlukan pengorbanan
yang besar pada “muka” mereka, di sisi lain “muka” bukanlah sesuatu mudah
ditawarkan..
Para ahli China melihat
bahwa kecenderungan orang Barat untuk meminta maaf tumbuh dari tradisi
Yahudi-Kristen, di mana pengakuan sederhana saja akan membawa ada pengampunan.
Sebaliknya, permintaan maaf di Cina melibatkan kegiatan yang jauh lebih formal
dan traumatis.
Tidaklah mengherankan
kemudian untuk melihat kejadian ketika Mattel Inc menyalahkan produsen di China
saat menarik kembali lebih dari 20 juta mainan yang dibuat di sana pada akhir
tahun 2007. Penarikan kembali itu dilakukan termasuk pada produk asesori boneka
Barbie dan mobil-mobilan karena kekhawatiran tentang cat dan magnet yang
digunakan, dengan mengatakan bahwa vendor tertentu di China atau sub-kontraktor
mereka melanggar aturan Mattel.
Mattel menuduh vendor
tidak menggunakan bahan cat yang aman atau untuk tidak melakukan tes pada cat
sebelum digunakan. Dituduh seperti itu, perusahaan China tersebut marah.
Akibatnya, Mattel menarik kembali pernyataan dan mengirim salah satu
pimpinannya ke China untuk mencoba menyelamatkan muka, mengakui kesalahannya dan
menarik pernyataan tersebut.
Executive vice
president Mattel untuk operasi global, Thomas A. Debrowski, di depan umum,
menyatakan kepada Li Changjang, kepala keamanan produk China :
"Mattel
bertanggung jawab penuh atas penarikan kembali tersebut dan meminta maaf secara
pribadi kepada Anda, orang-orang China, dan semua pelanggan kami yang menerima
mainan tersebut... sebagian besar produk yang ditarik kembali itu adalah hasil
dari cacat desain dalam desain Mattel, tidak dari cacat pembuatan (manufaktur)
di produsen China. "
Li menjawab permintaan
dengan mencela Mattel soal kontrol keamanan yang lemah dan mengingatkan
Debrowski, "... Sebagian besar keuntungan tahunan Anda ... berasal dari
pabrik-pabrik di China ... Saya benar-benar berharap bahwa Mattel bisa belajar
dan mendapatkan pengalaman dari insiden ini ... Mattel harus meningkatkan
langkah-langkah pengendalian mereka."
Mengingat betapa
besarnya investasi Mattel di China dan meningkatnya jangkauan global yang lebih
besar, dan sedikit adanya penolakan atas permintaan maaf, Mattel memilih untuk
tidak merespon balik. Bisa jadi ini dilakukan Mattel untuk alasan strategis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar