Anda sering mengikuti acara lari bersama yang kini banyak diadakan? Perhatikan bagaimana desain sepatu lari peserta perempuan. Bila Anda membandingkannya dengan 15 tahun lalu, Anda mengenali perubahannya.
Selama bertahun-tahun, produk-produk olahraga atletik untuk
wanita hanyalah desain yang ditujukan untuk pria cuma dibuat dengan ukuran
lebih kecil dan warna yang lebih feminin. Bagi banyak perusahaan, produk
atletik wanita belum menjadi fokus utama - atau bahkan tidak memperhitungkan
sama sekali - ketika produk, pengalaman ritel dan pesan pemasaran dibuat.
Sekarang konsumen wanita tahu bahwa merek sebenarnya bisa membuat produk khusus
mereka dan menuntut agar mereka melakukannya.
Pada 2016, menurut data NPD Group, penjualan pakaian jadi AS
tumbuh sebesar 3 persen, mencapai $ 218,7 miliar. Athleisure atau trend mode
dimana pakaian yang sejatinya dirancang untuk latihan olahraga dan aktivitas
atletik lainnya dipakai di tempat lain, seperti di tempat kerja, di sekolah,
atau pada acara santai atau sosial lainnya, terus menjadi segmen dengan
pertumbuhan tertinggi tahun 2016 lalu dengan kenaikan 11 persen yang
menjadikannya pasar senilai $ 45,9 miliar.
Dalam segmen itu, wanita termasuk menjadi segmen yang paling
diperhitungkan. Laporan Nielsen 2013 mengungkapkan bahwa wanita Amerika saja
memiliki daya beli $ 5 triliun hingga $ 15 triliun setiap tahunnya.
"Wanita mendorong sebagian besar belanja konsumen. Jadi bisnis saat ini
secara cerdas fokus pada pasar wanita," kata Bridget Brennan, chief executive
The Female Factor, sebuah perusahaan konsultan strategis yang fokus pada studi
konsumen wanita.
Brennan juga mencatat adanya peningkatan pada wanita yang
berpartisipasi dalam olahraga: Dari lebih dari 11.000 atlet yang ambil bagian
dalam Olimpiade Rio 2016, 45 persen adalah wanita. Ini sangat jauh dari
Olimpiade modern pertama 120 tahun yang lalu di Athena yang semua atlitnya yang
berjumlah 241 adalah laki-laki. Ada juga
lebih banyak wanita yang mengidentifikasi sebagai penggemar olahraga.
"Rata-rata, di 24 negara besar yang mewakili Amerika, Eropa dan Asia,
hampir separuh dari semua wanita sekarang menyatakan diri mereka tertarik atau
sangat tertarik pada olahraga dibandingkan dengan 69 persen pria," kata
Paul Smith, pendiri dan chief executive Repucom, sebuah perusahaan riset
olahraga.
Banyak pelaku bisnis yang mencermati perkembangan ini.
Pemain bisnis busana olahraga utama seperti Nike, Adidas dan Under Armour
sekarang menampilkan wanita dalam kampanye pemasaran mereka dan mengembangkan
lini yang ingin dipakai wanita. Tapi apakah itu sudah terlambat? Bukankah
semakin banyak wanita yang membeli sektor olah raga, semakin banyak merek
bersaing untuk mendapatkan tempat di pasar dan ada akses yang lebih besar ke
perlengkapan atletik trendi yang trendi dengan tren seperti orang Asos dan
Amazon. Ada juga persaingan dari merek activewear yang berfokus pada perempuan
seperti Lululemon dan Sweaty Betty, serta saingan baru seperti Ultracor dan
Outdoor Voices.
Tahun 1970an lahir Undang-undang No IX yang menentang
diskriminasi terhadap kaum wanita. Namun demikian, undang-undang itu tidak
menyebut olahraga secara eksplisit dan sebagian besar sekolah dan pergruan
tinggi memfokuskan sumberdayanya pada tim olahraga laki-laki dan tidak memikirkan
untuk memiliki tim olahraga puri. Bahkan mereka juga sering menolak memberikan
izin pembentukan tim putri (Holt dan Cameron, 2010).
Nike kemudian mendobrak pembatas ini dengan melancarkan
kampanye yang mengemas ketidakadilan tersebut sebagai bentuk diskriminasi berat
yang dihadapi oleh kamu wanita dan melumpuhkan kehidupan mereka. Iklan
pertamanya menampilkan remaja putri yang berada di lapangan bermain dan
menghadap ke kamera dengan beberapa pengisi suara yang menawarkan beberapa statistic
tentang manfaat olahraga.
“Kalau saya boleh berolahraga…. Saya bisa menjadidiri saya
sendiri, lebih percaya diri, 60%lebih aman dari serangan kanker payudara,
depresi saya berkurang, saya juga bisa menghindari pria yang mengalahkan saya
dan saya bisa mencegah kehamilan yang tidak saya inginkan.” Narasi ini kemudian
ditutup dengan kalimat, “Saya akan belajar bagaimana menjadi orang kuat… Kalau
Anda mengizinkan saya berolah raga.”
Tim kreatif yang disewa Nike, Wieden & Kennedy
memperluas konsep ini, pertama, dengan menggabungkannya dengan konsep pemukiman
kumuh, yakni mendramatisasi bagaimana diskriminasi terhadap atlit wanita kulit
hitam. Kedua, Wieden mengkaitkannya
dengan citra terhadap tubuh wanita dan ekspresi feminis yang ceria dan
mencerminkan diri sendiri. Salah satu iklan Just Do It feminis menampilkan lagu
liberalisasi wanita berjudul Iam Woman karya Helen Reddy yang diaransemen ulang
dan bentuk yang berbeda, (I am woman,
hear me roar, I am invincible, I am women) (Holt dan Cameron, 2010).
Dalam lima tahun terakhir, sesuatu yang luar biasa telah
terjadi dalam dunia pemasaran dan periklanan. Dua perusahaan produk konsumen
terbesar dunia, Unilever dan Procter & Gamble, kini gencar-gencarnya
beriklan denganmenonjolkan perusahaannya dan tidak lagi untuk merek mereka
sendiri semata. Strategi ini bisa jadi menimbulkan persoalan karena bukankah
kita membeli merek, dan bukan membeli perusahaan sebagaimana investor lakukan?
Awal Januari 2015 lalu, seperti ditulis wartawan the
Guardian, Tim Lindsay, meski baru dua perusahaan, yakni Unilever dan P&G,
namun ada optimism bahwa strategi pemasaran perusahaan-perusahaan akan lebih
fokus pada pendekatan pemberdayaan konsumen. Makin terkoneksinya konsumen
dengan internet dan media sosial, menjadikan mereka semakin kritis terhadap
perusahaan dan menghukum mereka yang berprilaku tidak etis dan
bertanggungjawab.
Beberapa konsumen selalu rentan terhadap tekanan situasi
sosial sebagai kekuatan sosial situasional, meskipun beberapa karakteristik
atau situasi individu juga bisa meningkatkan kemungkinan sering mengalami
kerentanan (Commuri dan Ekici 2008). Di lingkungan
pasar yang masyarakat beragam terdiri atas beberapa suku, konsumen mungkin
mengalami ketidakberdayaan akibat kurangnya kompetensi (baik nyata atau
dirasakan), penurunan harga diri sebagai akibat dari persepsi identitas sosial
seseorang yang disalahpahami, dan atau terbatasinya atau penolakan akses ke
pasar (Chaudhuri 2010; Jae 2009).
Kadang-kadang ketegangan diperburuk ketika karakteristik dan
situasi individu berinteraksi yang mengakibatkan makin meningkatnya kerentanan
konsumen. Sebagai contoh, sebuah kelemahan identitas sosial yang dirasakan akan
menyebabkan kehilangan kepercayaan seseorang dalam meminta bantuan tenaga
penjualan untuk memperoleh informasi produk yang diinginkan. Pada gilirannya,
menyebabkan situasi di mana konsumen menjadi rentan dan tak berdaya.
Konsekuensinya, ada kebutuhan bagi perusahaan holding besar,
terutama yang bergelut di barang-barang konsumsi, untuk membangun citra
perusahaan melalui tindakan mereka dan kemudian memberitahu dunia bahwa mereka
telah melakukan sesuatu yang bernilai bagi masyarakat. Sejauh ini, baik P &
G maupun Unilever merupakan perusahaan yang memiliki rekam jejak tanggung jawab
sosial yang baik. Karena itu, mereka kini bisa berbicara tentang hal itu.
Pertanyaannya adalah, akan banyak perusahaan lain yang mengikutinya?
Sebelum Natal tahun lalu, Unilever global meluncurkan
inisiatif Project Sunlight. Itu diumumkan setelah pendiri Unilever Inggris,
Lord Leverhulme, membangun sebuah desa untuk perumahan karyawan yang bekerja di
pabiknya. Untuk seorang pengusaha Victoria yang sukses, filosofi dia memang
tidak biasa. “Kami melakukan sesuatu yang baik dengan melakukan yang baik (we
do well by doing good).”
Procter & Gamble (NYSE: PG), Worldwide Olympic Partner,
hari ini meluncurkan P & G Terima Kasih Ibu kampanye global mereka dalam
perayaan 100 hari untuk pergi sampai Upacara Pembukaan Olimpiade London 2012.
Kampanye ini mengakui dan merayakan ibu di belakang atlet dengan berterima
kasih kepada ibu untuk semua yang mereka lakukan, dan merupakan bagian dari P
& G kemitraan di seluruh dunia dengan Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Ini adalah kampanye terbesar di P & G 174 tahun sejarah dan akan berjalan
dari sekarang sampai akhir Olimpiade.
Hampir berdekatan waktunya, P & G meluncurkan program
“Thank You” sebuah kampanye ibu-ibu berkaitan dengan Olimpiade Musim Dingin di
Sochi. Kampanye yang sudah dilakukan untuk olmpiade-olimpiade sebelumnya itu
pada intinya adalah sebuah perayaan ibu-ibu yang berada di belakang para atlet
peserta olimpiade. Kampanye itu juga sebuah ungkapan terima kasih kepada para
ibu untuk semua yang mereka lakukan.
Inilah konsekuensi pergeseran kekuatan produsen ke konsumen.
Kini Ketika perusahaan menetapkan misi membangun kelangsungan brand atau
perusahaan secara berkelanjutan misalnya, mau tak mau perusahaan atau pengelola
merek harus melihat konsumen. Disinilah pentingnya pemberdayaan konsumen.
Pemberdayaan konsumen adalah tentang meningkatkan nilai
konsumen dengan menyediakan tambahan akses, konten, pendidikan dan perdagangan
ke mana pun konsumen berada (Turnquist, 2004). Ini melibatkan pemberian bantuan
kepada konsumen untuk memilih yang mereka inginkan ketika mereka
menginginkannya dengan cara mereka sendiri.
Pemasok mungkin berusaha untuk menangani pemberdayaan
konsumen dengan memungkinkan konsumen sementara membatasi sejauh mana delegasi.
Misalnya, Polar Air telah merancang situs web untuk kemudahan penggunaan,
memberikan pelanggan akses yang lebih besar atas berbagai saluran dalam kaitan hubungan
mereka dengan perusahaan. Meskipun keinginannya untuk mengadopsi orientasi
customer-centric, penekanannya masih pada operasi, "untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
'sekaligus mengurangi stres disediakanlah call center, serta pembebasan biaya
yang berkaitan dengan penanganan panggilan."
Dalam konteks ini pemberdayaan dilihat membantu konsumen
memilih apa yang mereka inginkan, kapan mereka menginginkannya, dan terminology
yang mereka. Dengan kata lain, pemberdayaan disini dilihat sebagai proses
memasok individu dengan kemampuan untuk menghasilkan suatu dampak. Disini orang
membedakan antara power dan empowerment dimana power didefinisikan sebagai
keinginan individu untuk mengontrol lingkungannya.
Pemberdayaan konsumen ini mengasumsikan bahwa daya beli atau
minat beli konsumen dapat ditingkatkan bila konsumen diberi kekuasaan yang
lebih besar tanpa harus mengorbankan kepentingan ekonomi perusahaan penyedia
barang atau layanan. Memberdayakan pelanggan adalah tugas untuk perusahaan individu,
dan dapat juga dilihat sebagai strategi untuk menarik pembeli berulang.
Komunikasi merupakan cara lain dalam pemberdayaan konsumen.
Misalnya dengan cara mengaplikasikan konsep kekuatan pengimbang konsumen. Dasar
dari kekuatan pengimbang konsumen adalah bahwa, jika massa konsumen kritis
bersatu sebagai sebuah kelompok, mereka dapat menegosiasikan persyaratan yang
lebih menguntungkan mereka daripada penjual (Nader dan Ehrenreich, 2000).
Komunikasi yang efektif antara konsumen memungkinkan
identifikasi dan pengembangan jaringan sosial dengan kepentingan bersama,
termasuk penurunan harga. Asalkan informasi yang terpercaya, jaringan konsumen
juga dapat menjadi sumber informasi yang berguna, dimana evaluasi satu konsumen
mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian lain.
Pemberdayaan Konsumen Pedesaan. Tahun 2013 merupakan
kebangkitan teknologi informasi. Banyak aplikasi-aplikasi baru yang secara
fantastis mendapatkan tempat di konsumen. Konsumen sekarang semakin melek
informasi dan menggunakannya sebagai sinyal persetujuan atau ketidaksetujuan
bahkan perlawanan terhadap praktik-praktik bisnis tertentu.
Begitu pertumbuhan pasar di belahan benua negara-negara maju
seperti Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang, mulai stagnan, perusahaan
memfokuskan perhatian pada upaya memanfaatkan peluang di luar pasar ini.
Besarnya potensi konsumen dan tingginya tingkat pertumbuhan negara-negara
emerging market seperti Brazil, Rusia, India dan China memicu meningkatnya
minat kalangan CEO dan manajer dari perusahaan dari negara-negara industri
Barat untuk lebih serius menggarap pasar ini.
Saat ini mereka mungkin sudah masuk ke pasar negara-negara
tersebut. Namun, bagaimanapun, fokus mereka lebih banyak untuk menargetkan
konsumen kaya di daerah perkotaan di negara-negara tersebut (Wilson dan
Purushothaman, 2003). Seringkali produk dan strategi branding yang digunakan
dalam industri negara-negara Barat memanfaatkan segmen pasar ini dengan sedikit
adaptasi kecil produk dan brand positioning, harga, promosi dan strategi
distribusi.
Padahal, potensi pertumbuhan utama tidak terletak pada
konsumen berpenghasilan tinggi yang tinggal di daerah perkotaan, tetapi dalam
jumlah besar dari konsumen berpenghasilan rendah di daerah pedesaan (Prahalad ,
2006; Mahajan dan Banga , 2006). Di Indonesia dan India, sebuah negara yang
didominasi pertanian, lebih dari 70 persen penduduknya tinggal di daerah
pedesaan, dan di China hampir 60,5 persen penduduknya tinggal di daerah
pedesaan (Human Development Report, 2006).
Rendahnya tingkat variabilitas pendapatan, bersama-sama
dengan fragmentasi permintaan, mengakibatkan kebutuhan konsumen yang sangat
berbeda dan kemampuan untuk membeli produk dibandingkan dengan konsumen
perkotaan. Ini bersama dengan penyebaran geografis dan kurangnya infrastruktur
distribusi yang efektif memerlukan pemikiran ulang yang radikal dari strategi
pemasaran tradisional dan pengembangan, pendekatan yang lebih kreatif baru
untuk memanfaatkan potensi laten di pasar ini .
Strategi perlu menekankan tidak hanya membangun organisasi
yang kuat untuk mencapai pasar tersebar luas di wilayah ini, tetapi juga untuk
mengadopsi perspektif yang lebih luas dalam mempertimbangkan kebutuhan konsumen
dan konsumsi pola, dengan fokus terutama pada konteks sosial dan ekonomi dari
konsumsi dan driver yang mendasari konsumsi dan membeli perilaku. Disnilah
pentingnya mengembangkan mekanisme untuk memberdayakan konsumen dan mencari
cara untuk meningkatkan daya beli mereka.
Tahun lalu, Nescafe peluncuran program tanaman kopi petani
di Lampung, salah satu daerah pengekspor kopi terbesar di Indonesia. Saat ini
petani kopi di Lampung menghadapi permasalahan produktivitas dan kualitas kopi
menyusul banyaknya tanaman kopi yang sudah tua.
Atas dasar itu, Nescafe menggagas kampanye The Nescafe
Plan—Di Balik Secangkir Nescafe sebagai upaya pelestarian kembali tanaman kopi
tua yang sudah ada sejak periode tanam paksa ketika masa penjajahan Belanda
dulu. Lewat kampanye ini Nescafe tidak memberi ‘ikan’ tapi memberi ‘kail’ agar
para petani bisa sustain dalam meningkatkan sendiri produksi kopinya dengan
bantuan kami lewat bibit unggul.
Cotoh lain seperti yang dilakukan Forbes Marshall – sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang pertekstilan di India – yang percaya pada
filosofi, berkontribusi dan memberikan kembali kepada masyarakat tempat mereka
beroperasi. Karena itu, ketika mereka membangun pabrik pertamanya di Pune pada
1958, Forbes Darius – sang pemilik — merasa itu tidak cukup untuk hanya membeli
tanah dari petani pemilik asli dari tanah.
Mereka harus aktif dan memberikan kontribusi positif kepada
masyarakat di sekitar perusahaan beroperasi. Jadi pekerjaan pertama di
perusahaan adalah menawarkan pekerjaan kepada keluarga para petani dan melatih
mereka keterampilan mengoperasikan mesin. Mereka juga menyediakan perumahan dan
sanitasi yang layak buat para petani.
Saat ini inisiatif sosial Forbes Marshall mencakup tiga
wilayah geografis utama Pune – Kasarwadi pinggiran kota industri di mana pabrik
utama berdiri, Morwadi — sebuah daerah kumuh perkotaan yang berdekatan dengan
pabrik di Pimpri (6 kilometer jauhnya dari pabrik di Kasarwadi), dan desa
Bopkhel di dalam kampus CME di Dapodi (sekitar 5 kilometer jauhnya dari
Kasarwadi ) .
Sebagian besar inisiatif bukan hanya dalam bidang kesehatan
dan pendidikan untuk anak dan remaja, tetapi juga pengembangan sikap dan
kepribadian, hak-hak hukum, membangun kesadaran dan pelatihan keterampilan bagi
perempuan sesuai tingkat minat mereka sehingga bisa kaum perempuan bisa
menghasilkan pendapatan tambahan di rumah dan akhirnya inisiatif pendidikan
kecakapan hidup bagi remaja.
Dalam melakukan kegiatan ini, Forbes Marshall biasanya
bermitra dengan LSM (organisasi non profit) yang memiliki keahlian di berbagai
bidang serta memiliki filosofi yang sama tentang bagaimana membuat perubahan
positif di dalam kehidupan masyarakat. Disini Forbes Marshal tidak memutuskan
sendiri tentang apa yang dilakukan melainkan bersama kelompok lain dan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan target audiens.
Dalam konteks ini, pemberdayaan bisa dimaknai sebagai tujuan
dan strategi. Sebagai tujuan adalah audience menjadi berdaya. Sebagai strategi
atau cara, pemberdayaan kita bangun agar target audiens memiliki kemerdekaan
untuk ikut atau tidak ikut, membeli atau tidak membeli dan sebagainya.
Program dirancang secara matang dengan melibatkan masyarakat
yang menjadi target audience. Mereka berbicara tentang visi mereka secara
keseluruhan, hambatan yang membuat visi itu terwujud, yang perlu diubah.
Akhirnya rencana aksi yang telah dibuat didistribusikan ke kelompok-kelompok yang bekerja sesuai dengan rencana dalam waktu tertentu. Disini Forbes Marshal hanya bertindak sebagai katalis dalam mewujudkan perubahan (http://www.forbesmarshall.com/History.aspx).
Akhirnya rencana aksi yang telah dibuat didistribusikan ke kelompok-kelompok yang bekerja sesuai dengan rencana dalam waktu tertentu. Disini Forbes Marshal hanya bertindak sebagai katalis dalam mewujudkan perubahan (http://www.forbesmarshall.com/History.aspx).
Pemberdayaan Konsumen Perkotaan. Bila saat ini banyak
perusahaan yang fokus pada konsumen pedesaan, hal itu bukan berarti
meninggalkan pasar perkotaan. Pemberdayan konsumen perkotaan, pemberdayaan
konsumen perlu dilakukan dengan edukasi akan kesadaran antara lain terhadap
praktik periklanan, penjualan, dan komunukasi pemasaran yang cenderung
menimbulkan bias norma dan etika.
Agustus 2014 lalu, Pengadilan Federal di Melbourne
menyatakan sebuah perusahaan vacuum cleaner melakukan hal yang tidak semestinya
sewaktu menjual alat penyedot debu, Lux, kepada tiga orang perempuan sepuh di rumah
mereka. Badan pengawas konsumen, Komisi Persaingan dan Konsumen Australia
(ACCC) pertama kali mengajukan gugatan terhadap Lux tahun 2012.
Menurut ACCC, antara tahun 2009 dan 2011, petugas sales dari
Lux mendatangi lima orang perempuan tua di rumah mereka dengan alasan akan
melakukan pemeriksaan pemeliharaan alat penyedot debu secara gratis. Dikatakan,
perempuan-perempuan itu mengalami taktik penjualan yang tidak adil dan didesak
agar membeli alat tersebut yang harganya sampai $2.280.
Gugatan ACCC terhadap perusahaan Lux itu dinyatakan kalah
dalam bulan Februari tahun ini. Akan tetapi hari ini keputusan itu ditumbangkan
oleh pengadilan banding. Penyidangan banding itu menyangkut kasus tiga dari
kelima orang konsumen tadi. Pengadilan Federal di Melbourne menyatakan
perusahaan Lux melanggar undang-undang praktek dagang serta undang-undang
konsumen Australia dan melakukan perbuatan yang tidak semestinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar