Para pemikir pembangunan kemudian mengangkat peran hak azasi
manusia (HAM) dalam mempromosikan keamanan ekonomi dan standar hidup yang lebih
baik telah banyak disorot oleh para pemikir pembangunan di dunia modern. Para
pemikir kemudian memasukkan pembangunan ekonomi
ke dalam konsep hak asasi manusia. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi
adalah proses perkembangan manusia, yang membantu memperbesar pilihan rakyat
dalam memperluas kebebasan untuk hidup lebih panjang, sehat dan kreatif. (UNDP,
2010).
Asumsinya adalah bahwa manusia merupakan kekayaan riil suatu
bangsa. Karena itu, proses pembangunan harus diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dengan melindungi hak asasi manusia dan menjamin kebebasan politik
sehingga memungkinkan orang-orang di dalamnya hidup tanpa rasa malu. Hal ini
diperlukan untuk menyamakan pembangunan ekonomi dengan promosi hak asasi
manusia dan manusia harus menjadi pusat dari proses pembangunan. (UNDP, 2010).
Dengan kata lain, pengingkaran terhadap hak asasi akan
menjadi kendala bagi pembangunan manusia. Di sisi lain, jaminan akan hak asasi
manusia dapat mengurangi risiko bencana sosial ekonomi. Dalam konteks human
capital, idealnya bila manusia mampu mengoptimalkan potensinya, akan maksimal
pula kontribusinya untuk kesejahteraan bersama. Artinya, kesejahteraan suatu
bangsa semestinya dapat dicapai dengan kekuatan rakyat yang berdaya dan
menghidupinya. Akses anggota masyarakat untuk memanfaatkan segala potensinya
dan menentukan pilihan untuk mengembangkan hidupnya sejatinya tidak terbatas
dan tidak dibatasi.
Gagasan yang mengkaitkan pembangunan dengan HAM sebelumnya
dikemukakan oleh pemenang Nobel di bidang ekonomi atas karyanya dalam ekonomi
kesejahteraan tahun 1998, Amartya Kumar Sen. Menurut Sen (1999: 15), langgengnya
kemiskinan, ketidakberdayaan, maupun keterbelakangan lebih disebabkan oleh persoalan
aksesibilitas terhadap kebebasan politik (menyalurkan aspirasi dan pendapat), kesempatan
ekonomi, kesempatan sosial (pendidikan dan kesehatan, kebebasan mendapatkan
informasi dan kesempatan memperoleh pengamanan sosial). Dibatasinya akses
tersebut membuat seseorang hanya menjalankan apa yang terpaksa dapat dilakukan,
bukan apa yang seharusnya bisa dilakukan, baik untuk kepentingan pengembangan
kesejahteraan dirinya maupun pengembangan kesejahteraan bersama.
Konsekuensinya, ketidakbebasan dapat disebabkan oleh kedua
proses yang tidak berjalan semestinya (misalnya terjadi pelanggaran hak-hak politik
atau sipil) atau melalui peluang yang kurang memadai bagi beberapa orang yang
sebenarnya memiliki kemampuan untuk mendapatkan apa yang mereka ingin capai
(misalnya, kemampuan untuk melarikan diri kelaparan paksa atau morbiditas dicegah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar