Apa yang dilakukan
perguruan tinggi ketika menjadi tidak relevan? Bagaimana mereka menghidupkan kembali dan memposisikan mereka dengan cara
yang segar dan mengasyikkan?
Anda sudah membranding perguruan tinggi Anda. Tapi apa jadinya bila pesaing Anda juga melakukan branding, menawarkan keunikannya, dan sebagainya? Bisa dipastikan, bila tidak diper”barui”, merek perguruan tinggi Anda bisa-bisa tenggelam.
Perguruan tinggi Anda kini beriklan. Padahal dulu jarang
atau bahkan tidak pernah. Tapi, jangan bangga dulu. Coba iseng-iseng Anda
bertanya, perguruan tinggi mana yang sekarang tidak melakukan branding?
Bahkan perguruan tinggi yang masuk favoritpun kini beriklan. Anda ingat beberapa waktu lalu Univesitas Gajah Mada memasang iklan setengah halaman di harian terkemukan di Indonesia? Itu mengindikasi bahwa perguruan tinggi sekarang sadar pemasaran dan branding.
Bahkan perguruan tinggi yang masuk favoritpun kini beriklan. Anda ingat beberapa waktu lalu Univesitas Gajah Mada memasang iklan setengah halaman di harian terkemukan di Indonesia? Itu mengindikasi bahwa perguruan tinggi sekarang sadar pemasaran dan branding.
Bahkan dalam hal pemasaran, kini banyak perguruan tinggi
yang lebih maju. Anda beriklan, pertanyaannya adalah apa yang Anda dapatkan
dengan beriklan? Apa yang terjadi bila seentara Anda sibuk beriklan, perguruan
tinggi lainnya sibuk masuk ke sekolah menengah mencari calon mahasiswa.
Perguruan tinggi lain melakukan program insentif bagi mahasiswanya yang merekomendasi dan mendapatkan calon mahasiswa. Intinya, banyak perguruan tinggi yang kini tak lagi mengadlakn satu tool komunikasi pemasaran. Mereka berusaha sebisa mungkin memanfaatkan semua tool keomunikasi pemasaran dan mengintegrasikannya untuk mencapai satu tujuan, mendapatkan mahasiswa baru sebanyak-banyak.
Para pengekola perguruan tinggi makin menyadari bahwa untuk bisa bersaing, mereka harus membedakan dirinya dengan pesaingnya dengan branding. Karena itu merek berrusaha sebanyak mungkin melakukan aktivitas branding. Ini karena mereka merasa perlu bahwa perguruan tinggi yang dikelolanya harus bisa dibedakan dengan pesaing sehingga menjadi unik dan mudah dikenali.
Implikasinya bisa jadi muncul pergeseran perguruan tinggi yang dulu favorit, mulai ditinggalkan.
Perguruan tinggi lain melakukan program insentif bagi mahasiswanya yang merekomendasi dan mendapatkan calon mahasiswa. Intinya, banyak perguruan tinggi yang kini tak lagi mengadlakn satu tool komunikasi pemasaran. Mereka berusaha sebisa mungkin memanfaatkan semua tool keomunikasi pemasaran dan mengintegrasikannya untuk mencapai satu tujuan, mendapatkan mahasiswa baru sebanyak-banyak.
Para pengekola perguruan tinggi makin menyadari bahwa untuk bisa bersaing, mereka harus membedakan dirinya dengan pesaingnya dengan branding. Karena itu merek berrusaha sebanyak mungkin melakukan aktivitas branding. Ini karena mereka merasa perlu bahwa perguruan tinggi yang dikelolanya harus bisa dibedakan dengan pesaing sehingga menjadi unik dan mudah dikenali.
Implikasinya bisa jadi muncul pergeseran perguruan tinggi yang dulu favorit, mulai ditinggalkan.
Suatu perguruan tinggi dulu mempunyai keunggulan kompetitif
karena keunikannya. Sebagai perguruan tinggi berkelas dunia misalnya. Kini bisa
dipastikan, makin banyak perguruan tinggi yang mengklaim sebagai perguruan
tinggi berkelas dunia, sejalan dengan makin banyaknya perguruan tinggi nasional
yang masuk dalam peringkat perguruan tinggi dunia.
Pada dasarnya perguruan tinggi sebagai brand dibangun dari
identitas yang ditampilkannya. Bila perguruan tinggi Anda ingin dikenal sebagai
perguruan tinggi kelas dunia misalnya, maka identitas yang harus Anda tampilkan
adalah identitas keinternasionalan, mulai dari komposisi mahasiswa, logo,
bahasa pengantar, dosen, kegiatan dan prestasi social serta lainnya.
Idetitas memunculkan persepsi-persepsi yang dalam kaitannya dengan merek disebut citra merek dalam benak audiensenya. Idealnya,antara identitas dan citra merek haruslah selaras. Bila tidak terjadi keselarasan maka disini diperlukan re-branding.
Idetitas memunculkan persepsi-persepsi yang dalam kaitannya dengan merek disebut citra merek dalam benak audiensenya. Idealnya,antara identitas dan citra merek haruslah selaras. Bila tidak terjadi keselarasan maka disini diperlukan re-branding.
Pada awalnya, merek-merek melakukan rebranding untuk
mengatasi masalah persaingan. Ketika banyak perguruan tinggi seperti UI dan
UGM, Institut Teknologi Bandung (ITB) membuka program magister manajemen,
Institut Pertanian Bogor (IPB) mendirikan program serupa. Namun berbeda dengan
perguruan tinggi lainnya, sesuai dengan kompetensinya, IPB mem-branding
programnya sebagai MMA (Magister Manajemen Agribisnis).
Dalam perkembangannya, strategi re-branding diterapkan untuk
beradaptasi dengan perubahan. Sebab hampir dipastikan dalam situasi lingkungan
yang berubah, suatu strategi positioning yang memadai pada kurun tertentu,
menjadi tidak relevan karena perubahan oleh waktu, umur pasar target, dan
melemahnya asosiasi-asosiasi yang semula kuat.
Ambil contoh, dulu di beberapa perguruan tinggi yang
memiliki fakultas atau jurusan admisnistrasi, dengan bangga memiliki program
studi administrasi niaga. Namun, sejalan dengan makin berkembangnya bisnis,
pasar menuntut perubahan nama administrasi niaga menjadi administrasi bisnis.
Dulu di hampir setiap fakultas di Institut Pertanian Bogor memiliki jurusan
sosial ekonomi. Di dalam jurusan tersebut terdapat banyak major. Namun dalam
perjalanannya beberapa major dipilah dan
dilebur ke dalam Fakultas Ekologi Manusia.
Berdasarkan pengalaman ujian tulis SNMPTN 2010, Ketua
Panitia Pusat SNMPTN 2011, Herry Suhardiyanto menuturkan lima prodi populer
atau favorit dan empat prodi kurang populer. Prodi populer yaitu, Prodi
Pendidikan Dokter (Fakultas Kedokteran), Prodi Sistem Informasi (Fakultas Ilmu
Komputer), Prodi Teknik Tambang (Fakultas Teknik), serta Prodi Akuntansi dan
Prodi Manajemen (Fakultas Ekonomi). Sedangkan prodi tidak populer atau kurang
diminati adalah, Prodi Peternakan dan Prodi Pertanian (Fakultas Pertanian dan
Peternakan), Prodi Sastra Daerah dan Prodi Sastra Indonesia (Fakultas Sastra).
(Padang Ekspres, 29/06/2011).
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa suatu strategi
positioning bisa juga mengalami kondisi sangat lelah. Segmen target menjadi
jenuh yang ditunjukkan oleh makin kurangnya minat masyarakat untuk memilih
fakultas tersebut. Situasi ini benar-benar paradox mengingat Indonesia sering
disebut sebagai Negara agraris, namun di sisi lain, fakultas yang sejatinya
berfokus pada bidang tersebut mulai ditinggalkan.
Disinilah perlunya menciptakan asosisasi-asosiasi dan segmen
baru yang diperlukan untuk menggairahkan kembali pertumbuhan pasarnya. Dalam branding produk, suatu produk yang
matang kadang-kadang menjadi komoditas. Tekanan harga membuat perusahaan tidak
mendapatkan laba. Salah satu pendekatan untuk memulihkannya adalah memposisikan
ulang komoditas tersebut sebagai produk bermerek yang mengalami perubahan.
Dalam konteks branding, perguruan tinggi saat ini dituntut
untuk melakukan reposisitioning karena mereka mengalami situasi – yang disebut Jack Trout – sebagai krisis
mikro. Saat ini hampir semua perguruan tinggi harus menyesuaikan rencana mereka
dengan lingkungan mereka yang berubah. Ini karena beberapa perubahan lingkungan
yang kemudian menciptakan krisis internal.
Lingkungan perguruan tinggi kini berubah total. Salah
satunya dapat dilihat dari beberapa tren yang belakangan berkembang. Tren yang
paling penting dalam branding pendidikan tinggi dan pemasaran adalah lembaga
pendidikan tinggi kini makin memperhatikan fungsi pemasaran dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perguruan tinggi
yang mempekerjakan profesional pemasaran dari dunia usaha, termasuk CMO, dan
telah menginvestasikan waktu dan uang untuk menciptakan merek kelembagaan yang
kuat.
Universitas Pelita Harapan misalnya, sejak 2014 mengangkat
Budi Legowo sebagai Wakil Presiden Pemasaran untuk Hubungan Eksternal dan
Pengembangan Usaha. Sebelum bergabung ke Pelita Harapan, Budi memiliki eksposur
yang luas untuk bisnis di Asia Tenggara; serta pengalaman di bidang strategis
dan manajemen di berbagai industri seperti manufaktur, farmasi, konsultasi manajemen
dan consumer banking. Dia juga memiliki pengalaman bekerja dengan startups di
Thailand dan Indonesia.
Fenomena ini dapat diinterpretasikan bahwa perguruan tinggi
bukan sekadar lembaga pendidikan namun diposisikan sebagai sebagai perusahaan
yang berusaha untuk merekrut peserta didik sebanyak mungkin sesuai dengan
tujuannya. Pengelolanya dibebani tanggung mengembangkan lembaganya dengan
memikirkan dan menemukan pasar baru, atau bahkan mengintensifkan pasarnya.
Makin terbukanya ekonomi Indonesia, memberi peluang bagi
perguruan tinggi untuk memperluas pasarnya dengan membidik siswa internasional
dan peserta didik non-tradisional dan dewasa sebagai target. Globalisasi
membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk berhubungan, saling tergantung
dengan lembaga pendidikan, riset, dana dan sebagainya dengan dunia
internasional.
Perkembangan tersebut mengimplikasikan perguruan tinggi
nasional harus bersaing dengan dengan perguruan tinggi dunia berebut calon
mahasiswa baik lokal maupun internasional. Saat ini banyak mahasiswa Indonesia
yang studi di luar negeri. Di Malaysia misalnya, ada sekitar 100 ribu mahasiswa
asing di Malaysia dengan dominasi pelajar dari China dan Indonesia. Padahal,
dari sisi mutu, pendidikan tinggi di Indonesia jauh lebih baik daripada Malaysia.
Namun di sisi lain, kondisi ini bisa dianggap sebagai
peluang. Beberapa perguruan tinggi nasional berhasil merekrut mahasiswa asing.
Banyak kampus di tanah air menunjukkan kualitas sebagai perguruan tinggi
berkelas dunia.
Sayang, hal ini belum cukup untuk menjadi tujuan utama para mahasiswa mancanegara menempuh studi di Indonesia. Salah satu penyebabnya, menurut mantan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmaloka, adalah berbelit-belitnya prosedur mendapatkan visa pendidikan.
Sayang, hal ini belum cukup untuk menjadi tujuan utama para mahasiswa mancanegara menempuh studi di Indonesia. Salah satu penyebabnya, menurut mantan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmaloka, adalah berbelit-belitnya prosedur mendapatkan visa pendidikan.
Perkembangan daerah juga ikut memberikan kontribusi dalam
pergeseran strategi pemasaran perguruan tinggi. Saat ini beberapa perguruan
tinggi mulai membidik pasar di daerah. Beberapa perguruan tinggi kini merekrut
calon mahasiswa dari luar basisi lokasi pendididikannya. Beberapa perguruan
tinggi di Jakarta misalnya, bahkan membidik calon mahasiswa di luar Pulau Jawa
untuk kuliah di Jakarta.
Dari tahun ke tahun, jumlah mahasiswa luar Jakarta yang
kuliah di Binus Jakarta misalnya terus meningkat. Demikian pula dengan LSPR. Belajar
dari fenomena tersebut, beberapa perguruan tinggi mulai membuka “cabang”nya di
daerah. Universitas Bina Nusantara memiliki beberapa kampus di luar Jakarta,
sementara itu LSPR tahun ini mulai membuka afisiliasi di Bali.
Tahun lalu, Universitas Airlangga (Unair), Surabaya,
mendirikan kampus di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Ketua Badan Perencanaan
dan Pengembangan Universitas Airlangga Tjitjik Srie Tjahjandari mengatakan
Unair membuka empat program studi sekaligus pada tahun ajaran 2014/2015.
Empat program studi itu Budi Daya Perairan, Kedokteran Hewan, Kesehatan Masyarakat, dan Akutansi. Kuota setiap prodi sebanyak 50 mahasiswa sehingga kapasitas total seluruh prodi mencapai 200 mahasiswa. "Pemilihan prodi sesuai potensi di Banyuwangi," kata Tjitjik di Banyuwangi (28/04/2014).
Empat program studi itu Budi Daya Perairan, Kedokteran Hewan, Kesehatan Masyarakat, dan Akutansi. Kuota setiap prodi sebanyak 50 mahasiswa sehingga kapasitas total seluruh prodi mencapai 200 mahasiswa. "Pemilihan prodi sesuai potensi di Banyuwangi," kata Tjitjik di Banyuwangi (28/04/2014).
Untuk memperluas pasar beberapa perguruan tinggi juga
memanfaatkan model belajar karak jauh. Dalam beberapa tahun terakhir,
popularitas pendidikan online meningkat. Beberapa perguruan tinggi STIKOM LSPR
Jakarta dan Universitas Bina Nusantara menawarkan pendidikan gelar dengan
sistem online.
Lalu bagaimana dengan pasar yang sudah ada? Seperti
diketahui untuk meningkatkan pendapatannya, perusahaan atau merek bisa
mempperluas pasar atau membidik pasar yang ada baik dengan produk alma atau
produk baru. Dalam konteks pendidikan, beberapa perguruan tinggi menawarkan
value baru bagi mahasiswa lama, yakni melanjutkan jenjang pendidikan lebih
tinggi, dalam hal ini paska sarjana.
Lalu value barunya dimana? Di LSPR misalnya ada penawaran kelas akselarasi untuk mehasiswa semester akhir yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi. Dengan mengikuti program ini, mahasiswa btuh wakt yang lebih pendek untuk menyelesaikan pendidikan S2-nya.
Lalu value barunya dimana? Di LSPR misalnya ada penawaran kelas akselarasi untuk mehasiswa semester akhir yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi. Dengan mengikuti program ini, mahasiswa btuh wakt yang lebih pendek untuk menyelesaikan pendidikan S2-nya.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perguruan tinggi yang
berinovasi dalam branding dan perekrutan mahasiswa baru, termasuk diantaranya
di bidang online dan digital. Meskipun masih ada beberapa keraguan bahwa
lembaga yang menggunakan teknologi secara maksimal, terutama dengan media
sosial dan platform baru lainnya, bisa dipastikan ahwa saat ini hampir semua
perguruan tinggi saat ini menggunakan beberapa bentuk media sosial sebagai
bagian dari kegiatan pemasaran dan operasi secara keseluruhan.
Di antara alat yang paling penting untuk pemasaran sosial
dan online adalah website yang efektif dan intuitif. Ini harus dianggap sebagai
"pernyataan merek utama" untuk sebuah institusi. Website sering
menampilkan elemen dan layout sehingga dapat merampingkan dan menyorot konten,
termasuk bar navigasi, terlibat visual seperti slide, dan menonjol "ajakan
untuk bertindak" tombol yang mendorong siswa untuk menerapkan, misalnya.
Meskipun peningkatan aktivitas digital, pengamatan yang
dilakukan Majalah Mix menemukan bahwa strategi pemasaran yang paling efektif
untuk perguruan tinggi tetap berbasis pada acara dan melibatkan interaksi
langsung dengan potensi siswa.
Iklan radio, meminta mahasiswa atau alumninya untuk mereferensi pemohon dan merekoemndasikan, dan pameran, serta kuliah online dianggap paling efektif. Sedangkan metode yang paling efektif adalah menjangkau rumah-rumah secara terbuka dan kunjungan kampus untuk siswa SMA.
Iklan radio, meminta mahasiswa atau alumninya untuk mereferensi pemohon dan merekoemndasikan, dan pameran, serta kuliah online dianggap paling efektif. Sedangkan metode yang paling efektif adalah menjangkau rumah-rumah secara terbuka dan kunjungan kampus untuk siswa SMA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar