Akun palsu menimbulkan ancaman bagi organisasi. Karena itu penting
bagi perusahaan memiliki rencana untuk menangani risiko ini. Ada contoh di masa
lalu akun yang tampaknya resmi, tapi tetap saja palsu. Akun dibentuk untuk melakukan
komunikasi seolah-olah mereka berbicara atas nama perusahaan. Account ini dapat
menarik banyak pengikut, perhatian media, dan mempermalukan perusahaan.
Pada tahun 2010 sebuah rig minyak meledak dan kemudian
tenggelam di Teluk Meksiko. Musibah tersebut menyebabkan tumpahan minyak di
laut yang dianggap sebagai terbesar dalam sejarah industri perminyakan. Rig ini
dioperasikan oleh British Petroleum (BP). Tak lama setelah kejadian, pemberitaan
oleh media membuat BP harus menghadapi rentetan keluhan dan kecaman dari
orang-orang yang sock dan prihatin dari seluruh
penjuru dunia.
Apa yang terjadi berikutnya adalah membanjirnya komentar di
Twitter. Bahkan banyak bemunculan akun
Twitter palsu dan satir yang dibuat, termasuk yang menggunakan akun
@BPGlobalPR. Pukul 3:07, 19 Mei 2010 atau 29 hari terjadinya tumpahan minyak,
BPGlobalPR mengirim tweet pertamanya: " We regretfully admit that
something has happened off of the Gulf Coast. More to come” (Dengan sangat
menyesal kami mengakui bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi Gulf Coast. (dan)
Itu akan datang lebih banyak lagi."
Dalam bio akun Twitter tersebut dikatakan bahwa:
"Halaman ini ada untuk mendapatkan pesan dan pernyataan misi BP yang
keluar ke Twitterverse!" Akun ini tanpa ampun memposting tweet dengan
humor yang mengejek BP, seperti “Kabar baiknya: Mermaids itu nyata. Kabar
buruknya: mereka sekarang punah. #bpcares '.”
Dalam waktu beberapa bulan jumlah pengguna twitter yang
mengikuti akun twitter palsu itu makin besar sehingga melampaui mereka yang
mengikuti akun Twitter resmi BP. Mereka mendapatkan lebih dari 150.000
pengikut. Padahal follower resmi BP per minggu ketiga Mei 2010 Cuma 7 ribu.
Tiga kata terakhir di tweet pertama yang diikuti 465 tweet
lainnya seakan membuat @BPGlobalPR menjadi sensasi di Twitter. Bagaimana tidak,
tweet itu menghasilkan liputan media di The Wall Street Journal, The New York
Times, ABC News dan tak terhitung blog yang menulisnya, serta menjadi bahan
pembicaraan para penulis.
Meskipun pada awalnya, orang mengira bahwa @BPGlobalPR itu
akun resmi BP, dan menumpahkan kekesalan mereka di @PGlobalPR. Namun
@BPGlobalPR kemudian berubah menjadi semacam wake-up call bagi semua
komunikator.Tanggapan BP untuk insiden Twitter lambat. Mungkin Anda berpendapat
bahwa hal itu bisa dimengerti mengingat bahwa perhatian mereka saat itu
terfokus pada upaya memperbaiki tumpahan minyak. Tetapi, kejadian ini tidak
menunjukkan betapa sulitnya bagi beberapa perusahaan untuk menjaga kontrol atas
reputasi mereka secara online.
Shel Holtz, pemilik perusahaan konsultan komunikasi, Holtz
Communications + Teknologi di Concord,
California., mengatakan bahwa BP banyak disalahkan karena keberadaan
@BPGlobalPR. "Dia tidak menyerang yang BP lakukan untuk menutupi kebocoran
minyak. Dia menyerang cara BP berkomunikasi," kata Holtz. "Apakah ini
awal BP melakukan tindakan hubungan masyarakat yang baik? Mereka telah membuat
banyak kesalahan, dan yang menciptakan lingkungan yang hanya subur untuk
sesuatu seperti yang @BPGlobalPR lakukan untuk mendapatkan perhatian orang.
"
“Kurangnya kehadiran media sosial sebelum krisis juga
menghambat kemampuan BP untuk menanggapi @BPGlobalPR,” kata Kevin Dugan, April,
direktur pemasaran sosial Empower MediaMarketing di Cincinnati. "BP
menunggu sampai krisis menghantam untuk terlibat dalam media sosial,"
katanya. "Sementara mereka mengubah situs web mereka menjadi sumber daya
dalam informasi, orang tetap tidak peduli. Ini karena percakapan sudah terjadi
di Twitter, Facebook dan situs sosial lainnya. "
Neil Chapman, head of refining and marketing communications
BP, sepakat bahwa waktu telah memberikan pelajaran tentang perlunya menggunakan
media sosial sebelum serangan krisis. Dalam sebuah wawancara dengan Neville
Hobson, yang menjadi co-host podcast For Immediate Release with Holtz (17 Mei),
Chapman mengatakan, "[media sosial] telah telah digunakan oleh sebagian
besar perusahaan untuk menjadi saluran alternative dalam mengirimkan pesan
keluar, (sayangnya) itu tidak dikuti dengan keterlibatan dalam percakapan ...
Kami mencoba untuk bergerak sangat cepat ke daerah yang kita tidak familiar
itu."
BP masuk ke dalam mode krisis. Lalu bagaimana seharusnya
perusahaan mengelola dampak media sosial BPGlobalPR? BP juru bicara telah
mengakui keberadaan akun @BPGlobalPR dan tampaknya menghubungi Twitter untuk
memperjelas bahwa BPGlobalPR sebagai parodi. Penyelidikan ini menyebabkan
@BPGlobalPR meggubah bionya, "Kami tidak terkait dengan Beyond Petroleum,
perusahaan yang telah menghancurkan Teluk Meksiko selama 50 hari"
Pelajaran dari BP
Pertama, komunikasi memang tidak peduli terhadap tindakan Anda,
tapi untuk berkomunikasi harus melakukan tindakan. Pejabat BP selama itu telah
mengabaikan @BPGlobalPR, padahal semunya bisa dilakukan oleh BP. Namun, sejalan dengan karakter media sosial,
Holtz menguslkan agar BP menjadi lebih baik dengan memanfaatkan ide-ide yang
muncul melalui crowdsourcing untuk menghasilkan solusi potensi bencana.
Misalnya, BP bisa mengikuti jejak Dell Idea Storm, perusahaan yang diluncurkan
pada Februari 2007 yang betujuan menyediakan pelanggan brainstorming suara atau
pernyataan secara online.
"Dengan tumpahan minyak, Anda memiliki tantangan
rekayasa yang belum pernah Anda tangani sebelumnya. Teknologi tidak eksis,
"kata Holtz. "Pada saat yang sama, Anda memiliki insinyur lulusan
universitas, insinyur di industri lain, hacker yang mungkin tahu sesuatu
tentang hal ini. Jika Anda meminta mereka untuk membantu memecahkan masalah dan
menawarkan hadiah, apakah Anda harus merasa kehilangan sesuatu? "
Dalam konteks ini menjadi relevan pernyataan bahwa public
relations memang tidak sekadar berkomunikasi. Namun demikian, harus ada sesuatu
yang dilakukan perusahaan untuk tindakan kuratif dan preventifnya. Disinilah
peran para insinyur tadi, yakni memperbaiki infrastrukturnya yang rusak. BP
tidak akan dapat memperbaiki reputasinya sampai mereka memperbaiki kebocoran
yang terjadi. Bahkan, upaya komunikasi terbaik pun tidak akan dapat mengatasi
krisis selama perusahaan tidak melakukan langkah perbaikan. Antara tindakan dan
komunikasi harus seimbang karena internet kini terbukti efektif dalam mengekspos
kesenjangan antara apa yang perusahaan katakan dan apa yang sebenarnya mereka
lakukan.
Kedua, bagaimana cara Anda berkomunikasi sehingga itu
menjadi penting. Intinya perusahaan yang memiliki rencana komunikasi krisis
setidaknya tidak akan terlambat dalam merespon. Holtz mereferensikan sebuah
ringkasan penelitian yang dilakukan Tim dari Oxford Executive Research Briefing
tahun 1995 berjudul "The Impact of Catastrophes on Shareholder
Value." Briefing menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki rencana krisis
yang efektif terlihat menghasilkan keuntungan 5 persen bagi pemegang saham
setelah 50 hari, sementara perusahaan tanpa rencana kehilangan 15 persen sampai
satu tahun setelah krisis. Jika Anda membandingkan tumpahan minyak ini dengan tumpahan
Exxon Valdez pada Maret 1989, BP telah kehilangan setengah dari harga sahamnya
sementara saham Exxon berakhir tahun 7 persen di atas di nilai saham sebelum
kecelakaan.
Belajar dan masuk terlibat dalam media sosial sebelum krisis
terjadi. Media sosial dan komunikasi krisis memerlukan pendekatan yang unik. Akan
tapi mereka tidak saling eksklusif satu sama lain. Dari perusahaan-perusahaan yang
memiliki rencana krisis, berapa banyak dari mereka yang telah diperbarui untuk
mencerminkannya sebagai media sosial? Karena sebagian besar perusahaan tidak
memiliki kebijakan media sosial, maka sebagian besar perusahaan tidak siap
untuk mengakomodasikan aspek sosial dari komunikasi krisis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar