Selasa (26 Januari 2016) pukul 13.00 saya membaca pesan
What’sApp dari seorang teman bekas wartawan Jawa Pos yang mengabarkan bahwa
Joko Susilo, bekas wartawan Jawa Pos, salah satu pendiri Partai Amanat Nasional
yang kemudian menjadi anggota DPR dan terakhir Dubes Ri di Swiss meninggal
dunia. Setelah mendapat konfirmasi, saya kemudian meneruskan pesan itu ke
teman-teman terutama yang saya anggap mengenal Joko Susilo.
Saya sendiri sejak mengundurkan dari Jawa Pos sekitar tahun
1990, bahkan sejak Joko Susilo menempati posisi sebagai koresponden Jawa Pos di
Washington sekitar tahun 1987an, tidak pernah berkomunikasi langsung dengan
Joko Susilo. Namun sebelumnya, antara Joko Susilo punya ikatakn bahwa kami adalah
karyawan rekrutmen terbuka yang dilakukan Jawa Pos. Dia angkatan pertama,
sedangkan saya setahun kemudian. Sekitar
tahun 1999an, saat Joko sudah menjadi anggota DPR, saya bertiga – Pak Dahlan
Iskan, Joko Susilo dan saya – sempat duduk satu meja. Cuma taka da yang
istimewa dari pertemuan itu, Cuma sarapan bubur diu Hotel Mulia Senayan,
Jakarta.
Namun demikian, ketika saya menjadi semacam Kepala Biro Jawa
Pos di Jakarta, saya sempat mengantar dia ke Kedutaan Besar Iran yang saat itu
di Jl. Rasuna Said dan kebtulan kantor Jawa Pos saat itu di Setiabudhi Building
Jl. Rasuna Said Jakarta. Saat itu kami bertiga, Joko Susilo, saya dan Dr. Amien
Rais yang saat itu belum menjadi politisi.
Jadi hubungan saya dan Joko Susilo tidak terlalu istimewa.
Namun demikian, seperti yang saya utarakan tadi, kami punya sejarah yang sama
dalam berkarir di Jawa Pos. Karena itu, begitu mendengar berita itu, saya
langsung terhenyak. Apalagi beberapa hari sebelumnya di grup WA eks karyawan
Jawa Pos beberapa teman mengabarkan pertemuannya dengan Joko Susilo.
Secara kebetulan, pas mendengar kabar itu saya ada di Bogor,
dan ada yang mengabarkan bahwa jenasah Joko Susilo sebelum dimakamkan di
Boyolali, disemayamkan terlebih dulu di rumah dua di Sentul City, Bogor. Bena,
sekitar pukul 16.00, Hazairin, CEO Radar Bogor, mengabarkan ke saya bahwa
jenazah Joko sudah di rumah duka.
Saat saya datang, jenazah sedang dishalatkan dan dilanjutkan
dengan beberapa sambutan teman-teman Joko yang difasilitasi Happy Bone
Zulkarnaen, bekas anggota DPR dari Golkar. Selama mengikuti prosesi kedatangan
jenazah Joko Susilo di rumah duka di Sentul City, banyak yang membuat saya terkesima. Saya menyaksikan
bagaimana seorang Joko bisa memiliki banyak teman yang luar biasa.
Bayangkan sebelum jenazahnya diberangkatkan ke Boyolali,
kota kelahiran sekaligus tempat peristirahatan terakhirnya, di rumahnya hadir teman-teman
Joko lintas fraksi di DPR dan pemerintahan seperti Mensesneg Pratikno, Deputi
Menpora Gatot Dewabroto, anggota Wantimpres Sudharto (politisi PDIP), Dubes RI
di London Rizal Sukma, ketua DPP PAN Tjatur Edy, bekas Menteri BUMN yang
sekaligus bekas bos Joko di Jawa Pos Dahlan Iskan dan banyak tokoh-tokoh
masyarakat lainnya. Mereka memberikan testimoni tentang Joko yang begitu luar
biasa.
Dari sambutan teman-teman Joko tadi saya kemudian mencoba
menelaah, jadi pelajaran apa yang bisa saya petik dari seorang Joko. Tulisan ini bukan
bermaksud memberi tahu Anda tentang pentingnya membangun relationship dan
mengapa membangun koneksi itu penting. Tulisan ini sekadar menemukan pemahaman
tentang pentingnya relationship dan mengapa orang perlu membangun silaturahmi.
Saya sebelumnya minta maaf bila tulisan ini tidak melihat dari sudut agama,
namun justru saya mencoba bagaimana ajaran agama tentang silaturahmi diterapkan
oleh seorang Joko.
Saya yakin, Anda sudah memiliki beberapa pemahaman betapa
pentingnya membangun relationship. Jadi saya tidak akan mengulangi terlalu
banyak dari apa yang telah banyak dikatakan orang, tapi saya ingin mengeluarkan
beberapa kunci yang menunjukkan dan memberitahu Anda tentang pengalaman atau
pelajaran yang diberikan oleh Joko tentang relationship. Sudah tentu ini adalah
interpretasi saya yang bisa jadi orang lain punya interpetasi yang berbeda
dengan saya.
Dalam kehiduan sehari-hari, seseorang jauh lebih memilih
membangun pertemanan dengan dengan seseorang yang mereka kenal, sukai dan
percayai. Dari mana mereka memulainya, sudah tentu ada seseorang atau pihak
yang memperkenalkan. Artinya, hubungan yang ada, atau rekomendasi dari seorang
teman terpercaya, jauh lebih baik daripada sapaan dingin atau email. Adalah
suatu hal yang mustahil seseorang seperti Joko bisa memasuki pergaulan yang
sedemikian luas bila tidak ada silaturahmi atau perkenalan.
Biasanya itu dimulai dari adanya seseorang atau pihak yang
memperkenalkannya dan orangtersebut tidak mau mengambil risiko memperkenalkan
seseorang yang tidak mereka kenal, sukai atau percayai. Saya mengibaratkan
seorang investor modal ventura akan sangat jarang melakukan bisnis dengan
seorang pengusaha yang tidak diperkenalkan melalui seseorang yang mereka kenal.
Ibaratnya, orang memperkenalkan itu saringan, dia tentu tidak sembarangan
memperkenalkan seseorang kepada orang lain bila tidak mempercayainya.
Lalu bagaimana setelah orang tersebut membangun silaturahmi?
Dalam pertemanan selalu terjadi pertukaran, apakah itu pertukaran informasi
atau yang lainnya. Homans (1958) mendefinisikan pertukaran sosial sebagai
aktivitas, baik berwujud atau tidak berwujud, antara dua orang atau lebih yang
dipersepsikan oleh mereka yang berinteraksi tersebut memberikan keuntungan.
Bila tidak memberikan keuntungan, kuat dugaan pertukaran tersevut tidak akan
berulang kembali karena lawannya sudah tidak percaya lagi misalnya.
Seperti kita ketahui, Joko saat ini tidak menjabat posisi
tertentu di baik di eksekutif maupun legislatif. Dia saat ini hanyalah warga
negara biasa. Namun dia berhasil membangun pertemanan yang begitu luas saat dia
sebagai wartawan, orang partai, akademisi, politikus, atau pejabat negara. Pertanyaannya
adalah kenapa saat Joko meninggal begitu banyak orang yang memberikan testimoni
posisitif yang luar biasa? Disinilah kehebatan Joko. Joko berhasil memberikan
sesuatu yang bermanfaat kepada lingkungannya, termasuk bangsa, teman, kerabat
dan keluarganya. Ini yang membuat orang merasa bahwa berteman dengan Joko
memberikan banyak manfaat.
Bagaimana manfaat itu dibangun Joko. Seperti kita ketahui,
Joko termasuk orang yang lulus sekolah dengan predikat cumlaude. Tak banyak
orang bisa memperoleh predikat tersebut. Karena itu, saya merasakan bahwa
berdiskusi dengan Joko, meski dia juga banyak mendengarkan, namun banyak
masukan yang dirasakan oleh lawan bicaranya.
Dengan kata lain, Joko bisa menjadi sumber yang luar biasa bagi
orang yang berinteraksi dengan dia dalam mendapatkan saran dan informasi. Ini
adalah salah satu manfaat yang paling sering diabaikan ketika seseorang memiliki
jaringan orang-orang pintar di sekitar Anda. Jika Anda sedang mengembangkan
suatu strategi bisnis misalnya, Anda mungkin mencari nasihat dari seseorang di
jaringan Anda yang memiliki pengalaman di bidang bisnis. Dengan pengalamannya
yang luas, Joko mampu memposisikan dan memainkan perannya sebagai sumber
inspirasi bagi teman-temannya. Ini setidaknya terungkap dari testimoni dari
Gatot Dewabroto yang sama-sama duduk di Tim Transisis PSSI. Juga dari Tjatur
Edy yang menyebut dirinya sebagai juniornya Joko, Rizal Sukma, bahkan termasuk
Mensesneg Pratikno.
Jadi pelajaran yang saya dapat dari Joko dalam membangun
pertemanan adalah penting mencari teman baru dan mendapatkan orang yang bisa
merekeomendasikan orang lain untuk berteman dengan kita. Kedua, bagaimana
mengisi pertemanan sehingga orang merasakan bahwa kita bisa menjadi orang yang
bermakna bagi orang lain, dan ketiga, apa saja yang bisa kita berikan sehingga
orang tetap ingin berteman dengan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar