Pertengahan Maret 2015
lalu, P&G meluncurkan produk terbaru Pampers Baby Dry Pants. Mengusung tema
“Senyum Pagi Bayi No.1 di Indonesia,” peluncuran popok bayi sekali pakai itu
dilakukan lewat kegiatan Marketing yang terintegrasi dengan public relations
(PR) event, dan social media engagement.
Pada event launching 12
Maret 2015 itu, selain mengundang media, P&G juga menghadirkan blogger
ibu-ibu untuk memperkenalkan sekaligus mengedukasi audiens terkait produk
terbarunya tersebut. Pada event tersebut, venue didekorasi bak ruang tidur bayi
yang penuh gambar produk Pampers, seakan ingin menunjukkan bahwa produk itu
didesain agar bayi dapat tidur nyenyak.
Event peluncuran
diiringi dengan kampanye digital dalam kontes foto bertajuk “Senyum Pagi Bayi
No.1 di Indonesia” pada 15 Maret-25 April 2015. Pada kontes tersebut, P&G
mengajak para ibu Indonesia untuk mengirimkan foto senyum ceria bayi mereka
melalui microsite www.everydayme.co.id/Pampers/SenyumPagiBayiNo1. Kontes ini
mendapat sambutan positif, sekitar 2.745 ibu meng-upload foto bayi mereka, dan
sekitar 100 foto terbaik ditampilkan di billboard raksasa Mal Taman Anggrek
pada event Pampers pada 18 Mei 2015.
Selama rangkaian
kampanye Pampers Baby Dry Pants Maret-Mei 2015, P&G juga aktif memanfaatkan
social media untuk meningkatkan social engagement antara brand dengan user atau
konsumen. P&G menggunakan hashtag #PampersMorningSmile untuk highlight
kampanye tersebut.
Dalam beberapa tahun
telahir, alat pemasaran tradisional makin turun efektivitasnya. Ini karena
pelanggan kini merasa jenuh karena setiap hari dibombardir dengan ribuan pesan
pemasaran. Mereka secara aktif mencari
cara untuk menghindari pesan-pesan tersebut. Karena itu, pemasaran tradisional
makin sulit menjangkau konsumen.
Kini terjadi perubahan
dramatis dalam cara pelanggan berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Budaya pemasaran pun bergerak menuju dialog
yang lebih interaktif di mana baik perusahaan maupun pelanggan terlibat secara
aktif dalam pertukaran informasi. Dengan kata lain, pendekatan komunikasi dua
arah -- kedua entitas berada dalam kontak satu sama lain secara teratur.
Transformasi dari
pemasaran tradisional ke pemasaran yang berfokus pada upaya membangun dan
meningkatkan hubungan berkualitas tinggi ini terbukti memberikan sejumlah hasil
pemasaran yang diinginkan (Clark dan Melancon, 2013).
Hari-hari ini industri
Experiential Marketing menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Dalam tiga
tahun terakhir, event-event merek dan pertumbuhan anggaran untuk experiential
menunjukkan peningkatan peningkatan. Pada 2011 misalnya, anggaran untuk event
perusahaan-perusahaan di Aemrika Serikat tumbuh 3,6%, 5,0% pada tahun 2012 dan meningkat 8% pada
tahun 2013 (Sumber: Event Marketing Institute 2013).
Experiential marketing
adalah bentuk pemasaran yang menciptakan hubungan emosional dengan konsumen
yang secara pribadi relevan dan dengan cara yang mudah diingat. Itu dilakukan
dengan memanfaatkan satu atau lebih indera seperti sentuhan, rasa, bau,
penglihatan, dan pendengaran, sebagai titik sentuh (contact point) atau koneksi
dengan konsumen dalam bentuk pengalaman pribadi, menciptakan kenangan, dan
interaktif.
Experiential bisa diciptakan
dengan cara yang sederhana seperti pembagian sampel gratis di sebuah acara atau
sesuatu yang kompleks seperti pada suatu acara yang direncanakan di mana merek
sebagai pusat acara. Istilah experiential relatif baru, tapi konsep dasar di
balik itu tidak baru. Sudah sejak lama merek melakukan pembagian sampel produk,
promosi produk khusus, PR, seeding produk, dan acara khusus. Yang baru adalah konsep keterlibatan konsumen
dengan merek (consuer engagement). Untuk melibatkan konsumen, sebuah evet
misalnya harus dirancang secara teliti. Tantangannya adalah bagaimana mengintegrasikan
dan menciptakan touch point experiential melalui berbagai bentuk komunikasi
pemasaran.
Sebuah studi baru-baru
ini menunjukkan bahwa lebih dari 1.600
perusahaan besar dan organisasi yang disurvei, 84% percaya bahwa bagi
perusahaan mereka, event dan experiential marketing sangat penting, dan kritis.
Tujuan utama dan strategi di balik menjangkau konsumen melalui event dan
experiential ini adalah untuk menciptakan atau meningkatkan brand awareness,
meningkatkan penjualan dan meningkatkan pengetahuan produk melalui interaksi
langsung merek dan target marketnya.
Banyak yang memperkirakan
bahwa tahun ini merek akan meningkatkan pengeluaran pemasaran pengalaman
mereka, didukung dan diperkuat oleh PR dan digital. Ini adalah cara yang ideal
untuk membuat cerita engagement mereka sendiri. Layanan ini bukan hanya seorang ahli yang ahli dalam menghubungkan
satu sama lain, tetapi keduanya bersahabat dalam perdagangan. Agency PR &
experiential marketing menciptakan kemitraan strategis, saling menguntungkan.
Namun demikian harus
diakui bahwa jangkauan event terbatas. Itu sebabnya, experiential
marketing membutuhkan integrasi dengan
PR dan ide-ide pemasaran lainnya. Siapapun yang ditaregt, PR perlu mengidentifikasi target media yang mereka
inginkan untuk mengcover "aksi" mereka dan menjangkau para wartawan
yang sesuai dengan acara tersebut.
Pemasar dapat
memanfaatkan data mereka untuk menentukan siapa yang ditaget kampanye tersebut,
dan bagaimana mencapai target audiens yang terbaik. Kedua departemen kemudian
dapat menggunakan kontak mereka dan keterampilan promosi untuk menyebarkan berita
tentang acara tersebut.
Experiential marketing
memungkinkan konsumen untuk benar-benar terlibat dengan merek. Pengalaman
terlibat tersebut diingat diingat oleh target audience dan mereka akan
meneruskan pengalamannya itu ke orang (word-of-mouth).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar