Judul Buku : Trust Me, PR is Dead
Penulis : Robert Phillips
Penerbit : Unbound, 2015
Tebal Buku : 313 halaman belum termasuk cover dan
pengantar
Dalam tiga decade ini
public seakan dibanjiri dengan kematian dari perangkat komunikasi pemasaran
bahkan marketingnya sendiri. Masih ingat dalam pikiran kita, tulisan Bill Lee
yang berujudul Marketing Is Dead yang dimuat di Harvard Business Review pada
2012.
Sepuluh tahun sebelumnya, Al Ries dan Laura Ries meluncurkan buku laris The Fall of Advertising & the Rise of PR. Pertanyaannya lalu apa yang masih hidup? Benarkah mereka sudah mati.
Sepuluh tahun sebelumnya, Al Ries dan Laura Ries meluncurkan buku laris The Fall of Advertising & the Rise of PR. Pertanyaannya lalu apa yang masih hidup? Benarkah mereka sudah mati.
Realtitasnya, yang
dikatakan “mati” itu masih menjadi andalan dalam komunikasipemasaran. Memang
harus diakui bahwa setiap organisasi selalu menghadapi tantangan besar untuk
bisa mengelola perubahan internal dan eksternal secara efektif.
Agar bisa bertahan di tengah arus perubahan lingkungan yang semakin dinamis, perusahaan harus terus-menerus melakukan perubahan strategi, struktur, proses, dan budaya dan melakukan adaptasi secara cepat.
Agar bisa bertahan di tengah arus perubahan lingkungan yang semakin dinamis, perusahaan harus terus-menerus melakukan perubahan strategi, struktur, proses, dan budaya dan melakukan adaptasi secara cepat.
Intinya, pengelola
organisasi saat ini harus siap menghadapi tiga tantangan. Tantangan pertama adalah persaingan yang
semakin meningkat dalam memperebutkan sumber daya organisasi. Kedua, persaingan
tersebut terjadi ditengah-tengah perubahan dunia.
Globalisasi, perubahan teknologi dan peristiwa tak terduga telah memberikan pertanda kepada dunia, bahwa perubahan berlangsung secara tidak terduga. Ketiga, perubahan lingkungan organisasi tidak dapat diprediksi.
Globalisasi, perubahan teknologi dan peristiwa tak terduga telah memberikan pertanda kepada dunia, bahwa perubahan berlangsung secara tidak terduga. Ketiga, perubahan lingkungan organisasi tidak dapat diprediksi.
Perubahan tersebut bisa
antara lain dalam hal persaingan, preferensi pelanggan dan standar masyarakat,
serta diperkenalkannya secara tiba-tiba peraturan baru yang berdampak pada
organisasi. Intinya, satu-satunya kepastian dalam dunia yang berubah adalah
bahwa perusahaan tidak bisa melepaskan diri dari perubahan.
Pada kondisi tersebut,
organisasi harus terus-menerus bersinergi dan menghadaptasikan praktek dan
perilaku internal dengan perubahan eksternal mereka. Untuk itu, organisasi
perlu mengidentifikasi lingkungan mereka secara kritis dan meresponnya. Dalam
kaitan ini, respon yang tepat terhadap perubahan bisa membuat organisasi
memiliki keunggulan kompetitif.
Banyak organisasi gagal
menanggapi perubahan lingkungan tersebut sehingga harus menanggung biaya
kegagalan yang sangat mahal. Pada kebanyakan kasus, kecepatan dan kompleksitas
menanggapi perubahan tersebut merupakan ujian bagi kemampuan bagi manajer dan
karyawan dalam mengelola organisasi.
Ini karena sebagai pengelola, mereka harus mempersiapkan anggotanya untuk siap menghadapi dan beralih dari situasi yang selama ini digelutinya ke situasi yang baru yang mungkin tidak diketahuinya. Kondisi ini seringkali memunculkan ketidakpastian, ketegangan dan kecemasan di kalangan karyawan serta stakeholder lainnya.
Ini karena sebagai pengelola, mereka harus mempersiapkan anggotanya untuk siap menghadapi dan beralih dari situasi yang selama ini digelutinya ke situasi yang baru yang mungkin tidak diketahuinya. Kondisi ini seringkali memunculkan ketidakpastian, ketegangan dan kecemasan di kalangan karyawan serta stakeholder lainnya.
Sudah sejak lama muncul
perdebatan apakah PR perlu di-rebranding, paling tidak untuk menghindarkan diri
dari stereotype bahwa praktisi PR serung melakukan spin dan membuat sesuatu
menjadi cocok sesuai dengan tujuan yang mereka inginkan. Pertanyaannya adalah
apakah di era digital sosial seperti sekarang ini paradigm spin tersebut masih
berlaku?
Pertanyaan tersebut,
menurut Robert Phillips, penulis Trust Me, PR is Dead, muncul mengingat PR
adalah gagasan Edward Bernays yang lahir pada zaman begitu berkuasanya
kelembagaan, intermediasi dan hubungan media. Padahal saat ini, semua
batasan-batasan itu menjadi tidak relevan. Saat ini terjadi pergeseran
paradigma PR dari hubungan publik menjadi keterlibatan publik, sebuah refleksi
dari dinamika realitas pada beberapa pemangku kepentingan (staleholder).
Namun, gagasan Phillips
tidak hanya berhenti hanya sampai pada keterlibatan public. Phillpis
berpendapat bahwa keterlibatan publik juga harus diganti dengan konsep baru
yang disebut dengan kepemimpinan public yang memiliki dimensi aktivis,
co-produced, citizen-centric dan mengutamakan kepentingan sosial. Hal ini mencerminkan kebutuhan warga, bisnis
dan pemerintah secara bersama-sama.
Premis utama dari buku
ini adalah bahwa kini kini terjadi perubahan yang luar biasa di semua bidang kehidupan
modern. Perubahan besar dalam masyarakat tersebut sebagian besar didorong media
sosial. Selanjutnya perubahan tersebut mendorong perubahan dalam nodel
transparansi. Perusahaan atau organisasi sekarang ditantang untuk membuat diri
mereka lebih transparan.
Dalam sepuluh tahun
terakhir, public relations juga mengalami mengalami pergeseran yang sangat
monumental yang menghasilkan era baru komunikasi dan harapan baru di kalangan
konsumen. Dengan makin majunya teknologi dan pergeseran yang konstan dalam
saluran komunikasi, ruang lingkup tradisional telah berubah drastis.
Keterlibatan publik (public engagement) kini menjadi ungkapan yang mencoba
untuk mendefinisikan dan mengeksplorasi lingkungan baru komunikasi tersebut.
Ketika CNN2 (sekarang
dikenal sebagai HLN) diluncurkan pada tahun 1982, lahir siklus berita 24/7.
Ketika kemudian muncul media sosial (Twitter, khususnya) siklus berita dengan
model 24/7 yang sama namun makin tinggi kecepatan bak kecepatan cahaya yang
memaksa praktisi PR untuk meresponnya dengan pesat.
Selain itu, perubahan
media berita tradisional ke dalam mesin berita digital, mengaduk-aduk lebih
banyak konten daripada sebelumnya. Pada saat bersamaan, konten kini lebih
ringkas dan dibuat senyaman mungkin sesuai dengan karakter sosial-media.
Generasi boomer dan Gen X kini harus mengakui bahwa rekan-rekannya generasi
milenium seakan telah menyatu dengan media baru dengan cara yang jauh lebih
otentik. Sebagai contoh, pada awal 2000-an, Facebook hanya sedang digulirkan ke
kampus terpilih. Kini Facebook telah dimanfaatkan secara aktif oleh lebih dari
1,5 miliar pengguna.
Para ahli dan
orang-orang di industry public relations telah mencoba dan mengajukan gagasan
tentang definisi public relations. Disinilah letak kelenturan dari disiplin
public relations. Meski banyak gagasan dimunculkan namun hingga kini pencarian
dan perumusan definisi tersebut tetap cair dan selalu berubah.
Cutlip dan Center mendefinisikan public relations sebagai fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan saling menguntungkan antara organisasi dan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi. Definisi ini mencakup ide umum, akan tetapi tetap masih menyisakan pertanyaan tentang bagaimana mempertahankan hubungan tersebut. Disinilah disiplin public relations menjadi makin berkembang.
Cutlip dan Center mendefinisikan public relations sebagai fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan saling menguntungkan antara organisasi dan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi. Definisi ini mencakup ide umum, akan tetapi tetap masih menyisakan pertanyaan tentang bagaimana mempertahankan hubungan tersebut. Disinilah disiplin public relations menjadi makin berkembang.
Dunia telah berubah. PR
sudah mati, kata Phillips. Kenapa? Sebagian besar model bisnis dalam PR
didominasi oleh bisnis konsultasi yang jaringannya makin lama makin membesar tetapi
memiliki kecenderungan generalis. Akar filsafat yang menganggap bahwa
konsultasi PR adalah menjual barang kepada konsumen, bukan menangani kebutuhan
masyarakat, kini habis. Dunia yang transparan kini mulai memperlihatkan
kelelahan atas kebohongan dalam manajemen pesan.
Sejatinya, PR telah
memiliki tiga kali memimpin sebagai alat komunikasi pemasaran yang bagus dalam
dua dekade terakhir. Setidaknya, PR sudah mengenali dirinya bahwa mereka butuh
masyarakat, pemanfaatan media sosial dan data. Namun industri PR justru gagal
bertransformasi untuk memahami pentingnya desain organisasi, dan merangkul
data.
Ada beberapa hal yang
membuat PR bakal mati. Pertama, dalam praktik PR masa kini, masih banyak
dijumpai perilaku top-down di dunia yang
pada dasarnya sudah semakin datar. Saat berbicara, PR memposisikan dirinya
seakan berada dalam suatu hierarki, padahal dia berada dalam jejaring.
Oleh karena memulai dari posisi yang salah, seringkali PR tidak mengenali domainnya sendiri dan semesta yang lebih luas mulai dari warga, perusahaan dan merek. Intinya adalah bahwa PR tidak bisa lagi mendiktekan dengan istilahnya sendiri. Ini karena pada dasarnya produk PR bukan lagi sekadar penyiaran atau pengeras suara atau mengelola pesan.
Oleh karena memulai dari posisi yang salah, seringkali PR tidak mengenali domainnya sendiri dan semesta yang lebih luas mulai dari warga, perusahaan dan merek. Intinya adalah bahwa PR tidak bisa lagi mendiktekan dengan istilahnya sendiri. Ini karena pada dasarnya produk PR bukan lagi sekadar penyiaran atau pengeras suara atau mengelola pesan.
Masih banyaknya siaran
pers yang tidak relevan menunjukkan adanya kebingungan di kalangan PR sendiri.
Disini, menurut Phillpis, PR perlu membangun advokasi dan aktivisme dari dalam
jaringan. Syaratnya, suara-suara orang-orang biasa perlu didengar. Selain itu,
orang PR terlalu lama mengabaikan pentingnya desain organisasi dan implikasi
dari evolusi. Masalah struktural lebih sering diabaikan yang ditunjukkan oleh
cara mereka berkomunikasi.
Kedua, sisi
akuntabilitas juga kurang diperhatikan. Ini ditunjukkan dengan masih kurangnya
proses pengukuran dalam kebanyakan kegiatan PR. Tanpa pengukuran yang tepat, sudah
tentu tidak ada akuntabilitas. Tanpa akuntabilitas, PR semakin terpinggirkan. Prinsip
Barcelona yang berupa seperangkat pedoman yang ditetapkan oleh industri PR
untuk mengukur keberhasilan suatu kampanye PR, belum diadopsi secara universal.
Padahal, prinsip itu sudah ditetapkan lebih dari lima tahun silam.
Pada akhirnya,
kurangnya para talenta di PR akan membunuhnya. Saat ini, dalam dunia komunikasi
yang progressif diperlukan pemikiran besar. Lord Chadlington, kepala eksekutif urusan
luar kelompok PR global Huntsworth, telah menyuarakan kekhawatirannya bahwa saat
ini PR kekurangan orang yang berbicara atau merancang perubahan.
Bakat-bakat mereka masih terlalu dangkal. Ujung depan industri ini masih kurang tercerahkan, dan para pemain industri besar yang sebagian besar didominasi perusahaan-perusahaan multinasional terjebak oleh model bisnis yang memaksa mereka untuk menjual lengan dan kaki daripada berinvestasi untuk mendapatkan talenta baru.
Bakat-bakat mereka masih terlalu dangkal. Ujung depan industri ini masih kurang tercerahkan, dan para pemain industri besar yang sebagian besar didominasi perusahaan-perusahaan multinasional terjebak oleh model bisnis yang memaksa mereka untuk menjual lengan dan kaki daripada berinvestasi untuk mendapatkan talenta baru.
Ancaman-ancaman itu
diperburuk oleh tren global yang dalam beberapa tahun terakhir ini signifikan.
Kepercayaan publik pada
lembaga-lembaga utama dalam ekonomi Barat - keuangan, bisnis, media dan
pemerintah - telah runtuh.
Paling tidak karena munculnya pemberdayaan individu, yang melihat kekuasaan bergeser dari negara untuk warga negara; majikan kepada karyawan; perusahaan kepada konsumen. Aktivis muncul di mana-mana - termasuk aktivis pemegang saham institusional, yang, menurut laporan Financial Times pada akhir 2013, naik lima persen dalam 12 bulan.
Paling tidak karena munculnya pemberdayaan individu, yang melihat kekuasaan bergeser dari negara untuk warga negara; majikan kepada karyawan; perusahaan kepada konsumen. Aktivis muncul di mana-mana - termasuk aktivis pemegang saham institusional, yang, menurut laporan Financial Times pada akhir 2013, naik lima persen dalam 12 bulan.
Dunia baru ini jauh
dari situasi saat awal berkembangnya profesi PR. Hari-hari optimistisi seperti
di era Bernays, Dan Edelman dan Harold Burson kini surut. Transparansi adalah
suatu keharusan. Spin sudah mati. Etika, nilai-nilai dan perilaku, bukan
pernyataan misi, menyediakan kerangka kerja bagi komunikasi masa depan. Lembaga
kini dituntut untuk menunjukkan kepemimpinan melalui tindakan bukan kata-kata.
Persoalannya adalah PR masih terlalu sibuk berbicara, tidak bertindak, dan
konsultan PR sering memberi saran kepada klien untuk melakukan hal yang sama.
Akibatnya, sering
terdengar beberapa kesalahan dalam kegiatan CSR misalnya dan terus menempatkan
kepatuhan dalam konteks perilaku yang baik yang didorong nilai perusahaan dan
sosial. PR telah disalahgunakan dan merasakan kelelahan yang amat sangat ketika
harus mempertahankan kepercayaan.
Disini Phillpis mengingatkan bahwa pemulihan kepercayaan bukan merupakan fungsi dari PR. Kepercayaan bukan sekadar berupa pesan. Kepercayaan merupakan hasil dari sebuah tindakan, baik percakapan atau perilaku.
Disini Phillpis mengingatkan bahwa pemulihan kepercayaan bukan merupakan fungsi dari PR. Kepercayaan bukan sekadar berupa pesan. Kepercayaan merupakan hasil dari sebuah tindakan, baik percakapan atau perilaku.
Kepercayaan merupakan
sesuatu yang kompleks yang terbangun dari beberapa elemen yang rapuh. Menurut
Phillips tidak ada tindakan tunggal yang bisa membangun dan mempertahankan
kepercayaan. Tak ada peluru perak yang bisa dibidikan untuk mengatasi masalah
defisit kepercayaan. Kepercayaan membutuhkan perjuangan keras, dan susah payah
setiap hari. Bukan dengan kata-kata melainkan dengan tindakan.
Jika kepercayaan adalah
hasil yang diinginkan, maka PR bukanlah solusi yang pas. Beberapa perusahaan
ramai-ramai memamerkan kredensial CSR mereka. Kegiatan itu tidak ada artinya
kalau dalam kesahariannya mereka berlaku tidak adil?
Sudah tentu mereka lebih baik disarankan untuk menangani masalah-masalah substantif: upah yang rendah, kondisi kerja ilegal, dan artifisial dan perdagangan yang tidak adil berupa harga rendah yang ditawarkan kepada pelanggan. Organisasi yang cerdas menjadikan salah satu tersevut untuk segera ditangani dan kemudian memilih untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan stakeholder di sekitar perubahan transformasional secara nyata dan penting.
Sudah tentu mereka lebih baik disarankan untuk menangani masalah-masalah substantif: upah yang rendah, kondisi kerja ilegal, dan artifisial dan perdagangan yang tidak adil berupa harga rendah yang ditawarkan kepada pelanggan. Organisasi yang cerdas menjadikan salah satu tersevut untuk segera ditangani dan kemudian memilih untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan stakeholder di sekitar perubahan transformasional secara nyata dan penting.
Disini Phillpis
mengajukan argument bahwa yang dibutuhkan sekarang adalah kepemimpinan public.
Ini karena kepemimpinan publik membingkai komunikasi ke dalam pemberdayaan
individu sehingga mampu menjadi penggerak tindakan dan menciptakan kepercayaan.
Sebab bagaimanapun perlu disadari bahwa persepsi dengan kepercayaan itu sendiri
telah bergeser makin tinggi.
Dipicu oleh teknologi, kekuasaan kini terus bergeser dari negara ke warga masyarakat, dari majikan kepada karyawan, dari perusahaan kepada konsumen. Aktivis kemasyarakatan hari ini melihat kekuasaan dan pengaruh yang asimetris. Karena itu disinilah perlunya praktisi PR bertemukan dengan aktivisme dan berpartisipasi dalam kegiatan mereka.
Dipicu oleh teknologi, kekuasaan kini terus bergeser dari negara ke warga masyarakat, dari majikan kepada karyawan, dari perusahaan kepada konsumen. Aktivis kemasyarakatan hari ini melihat kekuasaan dan pengaruh yang asimetris. Karena itu disinilah perlunya praktisi PR bertemukan dengan aktivisme dan berpartisipasi dalam kegiatan mereka.
Krisis keuangan global
telah mempertontonkan gambaran perpecahan antara perilaku politik dan ekonomi
di Barat. Masalah itu sebenarnya sudah berlangsung selama satu dekade sebelumnya.
Dorongan terus menerus konsumerisme dalam bisnis dan pemerintah, mempromosikan
ambisi egois yang bisa mengancam kesejahteraan manusia dan planet ini.
Kepemimpinan publik
menghormati dunia seperti itu, bukan dunia sebagaimana yang sudah berlalu. Ini
merupakan ciri dari kepemiminan yang berjiwa sosial karena itu gagasannya
selalu muncul dari dan di antara orang-orang lainnya. Kepemimpinan itu juga
demokratis karena memberikan suara untuk semuanya. Juga bersifat progresif
karena transformatif atau meratakan hierarki dan merangkul jaringan. Ini adalah
dalam suatu jaringan bahwa perubahan besar selalu bisa terjadi.
Membaca buku ini,
muncul dalam pikiran saya bahwa kematian PR digunakan Phillpis disini melambangkan
kematian yang tidak bisa dielakkan karena masih dominannya praktik-praktik
tradisional, makin banyaknya gangguan yang harus dihadapi industri dan pelaku
PR, disiplin dan sebagai. Kematian karena masih diterapkannya cara-cara
tradisional tersebut juga diakibatkan karena terjadi pergeseran semisal dalam
menyelesaikan sesuatu orang kini cenderung menggunakan diplomasi ketimbang
hukum.
Perkembangan teknologi
telah menggeser banyak hal. Kekuasaan kini bergeser dari negara ke kota,
majikan bergeser ke karyawan, dan bila dulu perusahaan yang bisa menentukan
selera konsumen kini konsumen yang menentukan kebijakan perusahaan. Ini
merupakan ciri-ciri makin berdayanya konsumen. Akibatnya, hubungan antara
kekuasaan dan pengaruh menjadi asimetris dan kepercayaan menjadi rapuh sehingga
banyak upaya untuk mengendalikannya menjadi sia-sia.
Dalam situasi seperti
itu, public relations seakan tidur tapi berjalan di tepi jurang sehingga bila
salah dalam melangkah bisa terjerumus. Tidak hanya public relations, industry
lainnya juga dalam situasi yang sama. Intinya adalah bahwa semuanya akan mati
kecuali yang mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Disinilah peran
public relations. Ia harus mendorong mereka yang kurang memiliki kecepatan dan
ketepatan dalam melakukan perubahan sehingga mampu mengimbangi daya adaptasi
terhadap perubahan seperti yang dilakukan orang lain.
Industri public
relations telah banyak disalahtafsirkan dan kepercayaan menjadi semacam
penyakit yang melelahkan bagi para pelakunya. Namun orang masih mengharapkan
public relations sebagai cawan suci bagi merek dan organisasi. Meski harus
diakui bahwa kepercayaan bukanlah fungsi PR. Ini adalah hasil, dan bukan sebuah
pesan. Kepercayaan diwujudkan dalam perilaku yang mendalam, kompleks, rapuh dan
harus diperjuangkan setiap hari dengan susah payah dengan tindakan, bukan dengan
kata-kata.
Perubahan waktu tidak
akan pernah membuat orang bisa kembali ke kepercayaan lama. Karena itu diperlukan
strategi baru yang berbicara kepada dunia besok, bukan dunia kemarin. Ini
berarti orang harus lebih memperhatikan dan menyampaikan pesan komunikasi masa
depan.
Trust Me, PR is Dead
adalah bagian-analisis dan bagian polemic tentang masa depan. Ini mencakup
hampir 200 anekdot dan cerita dari praktisi garis depan serta wawancara dengan
tokoh-tokoh bisnis utama, politisi dan komentator - dan banyak rincian, studi
kasus perusahaan dan gerakan yang sangat beragam mulai dari Unilever, Novo
Nordisk, John Lewis Partnership, Handelsbanken , Patagonia, Mondragon, 38
Degrees hingga Porto Alegre. Buku ini juga memaparkan praktek yang baik dan
buruk dengan contoh-contoh perusahaan global.
Dalam Trust Me,
Phillips – bekas CEO EMEA of Edelman -- salah perusahaan PR terbesar di dunia -
menyebut akhir dari industri PR dan mendukung model kepemimpinan dan
nilai-nilai public baru. Di buku ini, Phillips menceritakan pengalaman para
frontliner dan dua puluh lima tahun pengalamannya di puncak perusahaan PR,
mulai dari kampanye 'Hello Boys' Wonderbra hingga berbagi panggung dengan para
CEO dan perdana menteri, serta pengalamannya dalam menghadapi berbagai usaha
untuk mengakhiri monarki Inggris.
Pada bagian ini (halaman
141-145) Phillpis menceritakan pengalamannya tentang upaya mengakhiri
pemerintahan monarkhi di Innggris. Bagi Phillips system monarki Inggris
merupakan jangkar bagi para elit tua dan tradisional. Mengutip pendapat Hillary
Mantel, monarki Inggris merupakan lembaga yang sudah tidak relevan lagi dengan
kemauan bangsa yang ingin tumbuh dan maju. Namun demikian, sistem ini masih
terus berlangsung setidaknya telah dijadikan bahan cerita meski public
mengetahui bahwa biaya untuk mencipatakan itu sangat mahal.
Pandangan ini yang
mempengaruhi pemikiran Phillpis tentang karyawan aktivis. Baginya, perusahaan
bukan hanya sekadar memproduk barang atau jasa. Namun perusahaan harus memberi
manfaat atau nilai pada public. Dalam konteks ini, menurut Phillpips,
perusahaan sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar. Menurut Phillpis,
perusahaan memiliki karyawan. Karyawan memiliki opini dan jejaring sosial baik
yang memiliki kesamaan hobi seperti sport, pornografi dan sebagainya. Mereka
juga ingin mengekpresikan pendapatnya.
Karyawan juga ingin
membangun dan bisa membangun koalisi dengan karyawan lainnya. Di sisi lain
harapan karyawan juga berubah dari waktu ke waktu. Meningkatnya rasa ketidakamanan
dalam pekerjaannya, melebarnya jurang pemisah antara pension dan upah yang
diterima menurunkan loyalitas terhadap perusahaan. Ini tentu menjadi tantangan
bagi perusahaan. Serikat pekerja harus mencermati fenomena ini. Karena itu
mereka harus membangun hubungan dengan para aktivis.
Di sisi lainnya,
karyawan juga mengharapkan perusahaan untuk bisa memberikan kontribsui secara
sosial. Para karyawan – terutama kaeyawan dari generasi millineal yang
terkoneksi dengan lingkungannya, dan berpikir sebagai aktivis -- menuntut
perusahaa untuk lebih beisa berperan secara sosial. Karena itulah perusahaan
hatrus memikirkan bagaimana caranya mereka mengorganisasikan mereka untuk
menunjukkan public value ke luar perusahaan.
Buku Trust Me, PR is
Dead meski secara eksplisit tidak terlalu banyak membahas masalah PR, namun
semua ilustrasi yang ditampilkan mendukung hipotesis dia tentang matinya PR
bila tidak melakukan perubahan. Bahasan mulai dari soal politik hingga ekonomi
saya kira masih releb]van dengan tesis dia tentang kematian PR, meksi harus
diakui terkadang lepas dari konteks PR.
Menariknya, buku ini menawarkan model baru kepemimpinan public dan metrik akuntabilitas berdasarkan public value. Menurut buku ini, kepemimpinan publik ditandai oleh aktivis, co-produced, berpusat pada warga dan menomorsatukan masyarakat.
Menariknya, buku ini menawarkan model baru kepemimpinan public dan metrik akuntabilitas berdasarkan public value. Menurut buku ini, kepemimpinan publik ditandai oleh aktivis, co-produced, berpusat pada warga dan menomorsatukan masyarakat.
Yang juga menarik, buku
ini menawarkan perlunya demokrasi sosial yang baru, di luar dari sekadar dalam
bentuk bentuk kebebasan seperti yang terjadi di media sosial, setidaknya itu
berlaku di tempat kerja. Konstruk itu terkesan politis namuan menjadi relevan
manakala melihat fenomena sekaran yang dihgerakkan oleh perkembangan media
sosial yang mengarahkan bahwa hierarki komunikasi kini makin luntur dan menjadi
datar.
Demokrasi sosial diperlukan karena kekuasaan sebenarnya berasal dan diantara orang-orang yang ada secara nyata, dan demokratis karena memberikan suara untuk semua bukan untuk seseorang. Dalam konteks ini, kepemimpinan publik seyogyanya dikembalikan pada tujuan semula dengan inti bahasan dan bisnis yang mengedepankan faktor kepercayaan.
Demokrasi sosial diperlukan karena kekuasaan sebenarnya berasal dan diantara orang-orang yang ada secara nyata, dan demokratis karena memberikan suara untuk semua bukan untuk seseorang. Dalam konteks ini, kepemimpinan publik seyogyanya dikembalikan pada tujuan semula dengan inti bahasan dan bisnis yang mengedepankan faktor kepercayaan.
Kepemimpinan publik
merupakan kepemimpinan yang mencerahkan untuk mempromosikan partisipasi dan
kebebasan diatas kontrol dan mendorong orang untuk berpikir serta berperilaku sebagai
layaknya para aktivis sosial itu sendiri. Pemimpin publik memfasilitasi aktivitas
orang lain, yang secara efektif co-producing kepemimpinan.
Perusahaan masa depan secara de facto adalah sebuah gerakan sosial sehingga fungsi komunikasinya adalah membangun jaringan komunitas yang sangat terhubung, yang masing-masing pelakunya terdiri atas orang-orang yang memiliki keahlian khusus. Bila konsep ini maka Corporate Social Responsibility konvensional tidak dibutuhkan lagi.
Perusahaan masa depan secara de facto adalah sebuah gerakan sosial sehingga fungsi komunikasinya adalah membangun jaringan komunitas yang sangat terhubung, yang masing-masing pelakunya terdiri atas orang-orang yang memiliki keahlian khusus. Bila konsep ini maka Corporate Social Responsibility konvensional tidak dibutuhkan lagi.
Model baru dari Public
Leadership diukur melalui Nilai Publik. Gagasan ini mengingatkan orang pada
gagasan Aristoteles tentang Common Good dan pengembangan dari gagasan professor
dari Harvard, Michael Porter tentang Shared
Value. Intinya, menurut Phillips, setiap organisasi memiliki versi yang unik -
dan manifesto sendiri. Ini karena Nilai Public itu dihasilkan bersama dari
rembugan para para karyawan, pelanggan dan stakeholder lainnya.
Ini bisa menjadi
jangkar akuntabilitas kepada orang banyak orang. Sebuah bank yang berpikir
dalam konteks memghasilkan nilai public (public value) misalnya, sudah tentu
akan dengan cepat membahas tantangan kalau-kalau mereka menjadi sebuah
institutsi yang "tidak berguna secara sosial." Pada sisi lainnya, pemikiran
public value juga menjadi penentu kerangka kerja yang lebih baik untuk
pengambilan keputusan secara etis dan terpercaya.
Buku Trust Me, PR is
Dead menangkap kisah-kisah dari berbagai industri yang tampaknya tidak
menyadari bahwa dirinya sekarat menghadapi kematiannya. Selain PR, dalam buku
ini, Phillpis juga menyoroti kematian
yang tak terelakkan dari banyak industri tradisional yang dikumpulkannya dari
media untuk penerbitan dan partai-partai politik, diplomasi untuk komunikasi
internal dan, yang paling penting, kepemimpinan itu sendiri.
Pada era pemberdayaan
individu seperti sekarang ini, kekuatan bergeser dari negara ke kota; majikan
kepada karyawan; korporasi ke konsumen. Kekuasaan dan pengaruh telah menjadi
asimetris. Kepercayaan menjadi begitu rapuh dan upaya mengontrolnya menjadi
pekerjaan yang sia-sia.
Seirama dengan berjalannya waktu, PR dan banyak industri lama segera berakhir. Namun, Phillpis optimistis bahwa ada upaya untuk menjawab pertanyaan, “Jika semuanya sudah mati, lalu apa yang datang berikutnya?" Disinilah aktivis, kejujuran secara radikal dan transparansi harus menjadi jantung bisnis dan politik saat ini.
Seirama dengan berjalannya waktu, PR dan banyak industri lama segera berakhir. Namun, Phillpis optimistis bahwa ada upaya untuk menjawab pertanyaan, “Jika semuanya sudah mati, lalu apa yang datang berikutnya?" Disinilah aktivis, kejujuran secara radikal dan transparansi harus menjadi jantung bisnis dan politik saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar