Selama bertahun-tahun, di bisnis retail – juga resto dan
bisnis lainnya -- melekat anggapan bahwa lokasi toko merupakan satu factor
paling penting. Namun sekarang, ketika teknologi mobile jauh berkembang paradigma
itu mulai diragukan. Saat ini, dengan teknologi mobile dan internet, orang bisa
bertransaksi dimana saja tanpa ada batasan wilayah. Lokasi kini bukan lagi
menjadi suatu kewajiban bagi pembeli untuk mendapatkan kebutuhannya.
Pergeseran di teknologi digital inimemang mempengaruhi
setiap industry. Namun sampai beberapa waktu lalu, pergeseran ini masih belum
dirasakan benar dampaknya oleh industry rtel. Orang masih beli atau mendapatkan
kebutuhannya di toko fisik. Namun belakangan inovasi dan ekspansi Google,
Facebook, Amazon dan Alibaba dirasakan telah memberikan kesejahteraan bagi
setiap konsumen di setiap bagian dari rantai pasokan ritel. Hasilnya: Tidak ada
perusahaan yang tidak ditinggalkan tanpa cedera - termasuk Wal-Mart sekalipun.
Februari 2016, CEO Sears Edward Lampert bersurat kepada
pemegang saham. Ini suratnya memaparkan terjadinya gelombang perubahan dalam
lingkungan bisnis eceran yang kini makin kompetitif. "Tahun 2015 terbukti menjadi tahun perubahan
sebagai dampak [digital]... Dampaknya telah menyebar lebih luas ke pengecer
yang sebelumnya terbukti relatif kebal terhadap pergeseran tersebut, "
tulis Lampert yang juga CEO Sears dan Kmart itu. "Walmart, Nordstrom,
Macy, Staples, Whole Foods dan banyak lainnya telah merasakan dampak dari
perubahan kompetisi dengan masuknya pemain disruptive baru baik secara online dengan
model bisnis baru."
Menurut The Wall Street Journal, pada musim liburan akhir
tahun lalu, penjualan pengecer turun drastic dibandingkan dengan liburan yang
sama pada tahun sebeleumnya. Penjualan Sears dan Gap turun 7%, dan Macy’s turun
4,3%. Sementara itu, toko-toko Wal-Mart di AS hanya menikmati kenaikan
penjualan sebesar 0,6% yang berarti bisa disebur stagnan bila dibandingkan
tahun sebelumnya. Sementara Kohl hanya naik sebesar 0,4%. Selama semester
pertama tahunini, penjualan terus stagnan. Pada Juli lalu, penjualan ritel AS,
menurut Departemen Perdagangan AS, mendatar. Hanya penjualan mobil dan
e-commerce yang naik masing-masing 1,1% dan 1,3%. Lainnya naik paling tinggi 0,3%
atau negatif.
Lampert mengakui bahwa sejauh ini, tanggapan terhadap
pesaing digital ini bervariasi. Namun demikian, menurut Lampert, polanya bisa
dideteksi dengan makin maraknya merger (Office Depot - Office Max - Staples, Walgreens - Rite Aid), usaha patungan
(CVS- Pharmacy), keluar dari pasar atau tutup (Target Kanada, dan Tesco’s Fresh
and Easy), divestasi perusahaan (Safeway , Saks), kebangkrutan (RadioShack, Wet
Seal, American Apparel, Sports Authority), pengaturan sewa beli yang unik
(Finish Line-Macy, Best Buy-Macy, Sephora-JC Penney) dan spin-off aset (Toko
Sears).
Masing-masing strategi tersebut seakan mengumumkan kepada
public bahwa mereka kini telah berupaya keras mengurangi dampak dari gelombang
pasang platform digital dan jaringan virtual yang terjadi belakangan ini. Bisa
jadi strategi tersebut berjalan, namun yang pasti sampai sekarag masih belum
menunjukkan hasilnya. Ini karena pada dasarnya tsunami digital tidak akan bisa diatasi
dengan taktik 'fisik saja'. Strategi fisik dan keuangan hanya sekadar kegiatan 'menempel
dan merajut' sekaligus mencerminkan semangat tradisional (non-e-commerce) untuk
memacu pertumbuhan penjualan di bisnis eceran.
Dalam suratnya, Lampert juga mengakui sulitnya bersaing
dengan perusahaan digital disruptive itu. Perusahaan ini, menurut Lampert, menciptakan
model bisnis baru atau beradaptasi dengan yang lama untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan mendasar dalam teknologi, lanskap kompetitif, kebijakan
pemerintah dan peraturan, atau tren makro yang berfokus pada layanan pelanggan
mereka dengan cara baru. Beberapa orang mungkin telah mendengar tentang Uber
lima tahun yang lalu dan memandangnya dengan sebelah mata. Sekarang Uber sekan
telah masuk ke dalam dan seakan menjadi bagian dari setiap rumah tangga.
Seperti yang telah dilaporkan, perusahaan inibaru saja
menaikkan modalnya menjadi $ 10 miliar
karena mulai beroperasi pada valuasi yang semakin tinggi, yang dalam beberapa
kasus itu bisa bernilai lebih dari $ 50 miliar. Dalam sebuah lingkungan di mana perusahaan baru
seperti Uber dapat meningkatkan modal yang hampir tak terbatas, implikasinya
bagi perusahaan yang lebih tua harus ditangani dengan standar yang sangat
berbeda manakala masuknya bisnis baru itu mengganggu profitabilitas perusahaan dan
regulasi.
Lampert juga mengatakan bahwa alokasi modal yang
mengutamakan aset fisik seperti toko kini berpotensi menjadi sebuah halangan
utama bagi pertumbuhan dan nilai bisnia. Dalam kasus Sears, modal telah difokuskan untuk pembanguan toko
fisik. Kini langkah tersebut diakuinya sebagai kesalahan karena dengan
membangun toko fisik, Sears justru kehilangan proposisi, menjadi sumber keterbatasan
dan menghambat perekrutan tim terbaik
dengan keterampilan digital yang saat ini justru sangat dibutuhkan. Sebaliknya,
Amazon dan bisnis versi web lainnyanya tumbuh lebih cepat, dengan aset fisik
jauh lebih sedikit, karena pelanggan kini lebih senang berbelanja melalui website,
smartphone dan tablet.
Wal-Mart, jaringan retail terbesar dan salah satu jaringan ritel
paling sukses, mulai mengurangi toko fisiknya di seluruh dunia sebagai upaya menyeimbangkan
investasi dari fisik ke arah digital. Pembelian terbaru perusahaan Jet.com senilai
lebih dari $ 3 miliar merupakan bukti adanya keinginan untuk menyeimbangkan
pengeluaran untuk memastikan keberhasilan jangka panjang mereka. Semua itu
merupakan isyarat jelas bahwa Wal-Mart sekarang mengakui kebutuhan dari bantuan
dari luar untuk menjamin poros model bisnis, setting panggung (kolaborasi) yang
memberi kesempatan bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Sekadar
informasi, tahun lalu, Walmart hanya 3% penjualannya yang dari e-commerce ($ 14
miliar dari $ 482 miliar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar