Banyak kota menjadi mati karena ketidakmampuannya membuat
masyarakatnya sejahtera dan menarik investasi serta ditinggalkan warganya.
Bagaimana agar itu tidak terjadi?
Dalam kurun 25 tahun,
Manila akan menjadi kota mati. Ketika berpidato di sebuah acara festival makanan di
Pampanga, seperti dilansir Dateline Philippines 7 Desember lalu, Presiden
Duterte menekankan pentingnya mengembangkan kota-kota industri. Ini karena dia
melihat bahwa Metro Manila tidak lagi menjadi tujuan investasi yang layak. Bersiaplah
untuk mengembangkan kota-kota lain di luar wilayah ibukota, karena dalam 25
tahun, Manila akan menjadi "kota yang mati."
Mengapa Manila akan
menjadi kota mati? Menurut Duterte, Manila kini tidak berdaya. Karenanya, untuk
mencegah kematian Manila, menurut Duterte, satu-satunya cara adalah dengan memperbaiki
dan merombak total kawasan tersebut. "Manila akan membusuk dan tidak mungkin
kita bisa merehabilitasi tempat itu, "kata Duterte. "Anda harus memecah
kerumunan dan membatasi pabrik. Kira-kira 10 tahun dari sekarang, kita harus
menutup Manila dan mulai mengembangkan [daerah lain]. "
Tapi untuk melakukan
ini, Duterte mencatat bahwa sistem transportasi massal di negara itu
pertama-tama perlu ditingkatkan. "Jadi Manila bukan lagi pilihan industri.
Mereka harus pergi ke provinsi. Tapi yang terpenting adalah harus ada
transportasi, apakah masal atau jika terdapat terlalu banyak mobil, maka Anda
harus melebarkan jalan raya, "kata Duterte.
Di bawah program
"Build, Build, Build" yang ambisius, pemerintah Filipina meluncurkan program
pembangunan jaringan jalan senilai miliaran dolar dan infrastruktur lainnya
untuk meningkatkan mobilitas di berbagai wilayah di negara ini. Beberapa proyek
ini meliputi Mega Manila Subway, Proyek Kereta Api Mindanao, Proyek Kereta Api
Malolos-Clark, Proyek Ekstensi Utara LRT-1, dan perluasan Bandara Internasional
Clark. Senator Grace Poe memperingatkan bahwa Metro Manila "mungkin tidak
memiliki masa depan jika kita tidak bertindak sekarang."
Dalam paradigma ekonomi saat ini -- yang digambarkan sebagai masa transisi dari industri ke ekonomi pengetahuan -- faktor-faktor seperti kedekatan dengan pasar dan pasokan tenaga kerja tidak lagi memainkan peran penting. Kini kota-kota yang dulunya dikenal sebagai kota industri mencoba mengurangi ketergantungan mereka pada manufaktur dan mengembangkan sumber-sumber pendapatan alternatif, seperti industri teknologi tinggi atau rekreasi. Persoalannya, citra yang melekat sebelumnya, yakni sebagai kota industri bisa jadi kendala utama dalam melaksanakan diversifikasi ekonomi.
Selain itu, pergeseran ke arah ekonomi pengetahuan telah
membuat perusahaan dan pasar tenaga kerja makin fleksibel dan cair. Industri
dan para pekerja kini bisa dengan mudah berpindah ke kota-kota yang menyediakan
bisnis dan kesempatan hidup yang lebih. Makin tingginya mobilitas sumber daya keuangan dan manusia
memperburuk kompetisi antara satu kota dengan kota lainnya. Saat ini, kota
semakin harus bisa bersaing menarik investasi, wisatawan dan penduduk baru.
Citra kota memainkan peran penting dalam kepitusan memilih lokasi
yang diambil oleh investor, perusahaan dan individu. Namun, membangun citra yang
menarik kini sudah tidak lagi memadai. Saat ini semakin penting untuk membuat
kota menjadi terkenal baik secara lokal dan internasional. Dalam keadaan ini,
branding kota menjadi alat yang sangat penting untuk membangun citra dan
melakukan komunikasi.
Globalisasi membuat kota harus bersaing dengan kota-kota
lain dari seluruh dunia untuk menarik sumber daya: manusia, keuangan, dan
infrastruktur. Untuk menarik sumber daya itu, image dan reputasi kota merupakan
dua hal yang sangat penting. Karena itu dalam kemitraannya dengan para pemangku
kepentingan sebagian besar pengelola kota mengadopsi strategi pemasaran.
Branding strategi, awalnya dikembangkan untuk usaha. Namun kini branding juga
digunakan untuk menciptakan merek yang kuat dari kota.
Sebuah kota harusnya terus tumbuh dan membuat sejahtera
warganya. Bagaimana tidak dengan tumbuh beratti kota memberikan peluang bagi warganya
agar tidak akan kesulitan mendapatkan pekerjaan atau mendapatkan rejeki lainnya
melalui usaha mereka. Dengan demikian warganya diharapkan bisa sejahtera.
Karena itu, sebuah kota perlu mengembangkan tidak hanya kehidupan sosial yang menarik tetapi juga kehidupan ekonomi yang kuat dan memberikan masa depan yang menjanjikan. Bila tidak, kota itu akan ditinggalkan warga dan industry dan menjadi kota mati.
Karena itu, sebuah kota perlu mengembangkan tidak hanya kehidupan sosial yang menarik tetapi juga kehidupan ekonomi yang kuat dan memberikan masa depan yang menjanjikan. Bila tidak, kota itu akan ditinggalkan warga dan industry dan menjadi kota mati.
Agar tidak mati, sebuah kota harus memenuhi kebutuhan warganya. Beberapa penelitian menunjukkan terdapatnya hubungan antara fungsi kota dan kemampuannya memenuhi tanggung jawabnya untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Dalam kota yang sejahtera, masyarakat berdiri tangguh menghadapi bencana dan benturan nilai antar warga dan kebutuhan mereka. Kota menjadi tempat yang baik untuk hidup dan bekerja dan orangpun ingin pindah ke sana.
Akan tetapi, kesejahteraan tidak akan bisa ada bila
perusahaan-perusahaan di dalamnya tidak tubuh juga. Perusahaan juga perlu untuk
tumbuh dan sejahtera. Dengan demikian diantara keduanya harys ada saling
ketergantungan dan satu sama lain berhubungan dengan erat. Karena itu, hidup
matinya sebuah kota sangat tergantung pada kemampuannya untuk menarik dan
menghidupkan usaha kecil, menegngah, domestik dan asing seperti perusahaan
multinasional dan sebagainya.
Di sisi lainnya, sebuah kota tidak akan bisa menarik dan
menumbuhkan perusahaan bila kondisi warganya tidak mendukung. Disini berarti
semua stakeholder dalam kota tersebut harus terjadi saling interaksi. Jika pertumbuhan PDB kuat, kota menyediakan
lapangan pekerjaan baru dan warganya sejahtera. Jika pertumbuhan PDB rendah,
nol, atau bahkan negatif, sebuah kota tidak akan hidup.
Dalam buku Winning Global Markets, Philip dan Milton Kotler mencontohkan beberapa kota yang gagal tumbuh seperti Detroit dan Flint di Michigan; Cleveland, Dayton, dan Youngstown di Ohio; dan Stockton dan Riverside di California karena kota-kota itu tidak lagi mampu menjadikan dirinya menarik bagi para pengusaha untuk berbisnis.
Dalam buku Winning Global Markets, Philip dan Milton Kotler mencontohkan beberapa kota yang gagal tumbuh seperti Detroit dan Flint di Michigan; Cleveland, Dayton, dan Youngstown di Ohio; dan Stockton dan Riverside di California karena kota-kota itu tidak lagi mampu menjadikan dirinya menarik bagi para pengusaha untuk berbisnis.
Sebuah kota menjadi “mati” tidak hanya karena penduduknya
bergerak menjauhi kota tersebut.
Kematian sebuah kota bisa terjadi karena kota kehilangan industri dan
populasi penting yang dulunya membuat mereka menjadi kota-kota penting.
Perkembangan ekonomi yang terjadi sejak pertengahan abad ke-20 banyak membuat
kota di Amerika Serikat yang dulunya besar dan menggairahkan bersemangat
runtuh. Beberapa diantaranya kehilangan lebih dari setengah dari penduduk
mereka. Lainnya “mati” karena kehilangan
bisnis yang sebelumnya membuat mereka menjadikannya sebagai kota penting pusat
keuangan, manufaktur, dan perdagangan di suatu kawasan.
Pada tahun 1900an, Buffalo merupakan kota terbesar ke delapan
di AS. Kota yang terletak di salah satu bagian tersibuk dari Erie Canal, ujung
dari kanal di Great Lakes menjadikan kota tersebut menjadi pusat kegiatan penggilingan
gandum besar dan salah satu pabrik baja terbesar di negara AS. Seperti
kebanyakan kota-kota lain di kawasan utara, Buffalo merupakan kota yang makmur
selama Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II, industri manufaktur bergairah
memproduksi mobil dan barang-barang industri. Populasinya meningkat menjadi
lebih dari 500.000 jiwa pada pertengahan 1950-an. Sekarang populasi Buffalo
tinggal setengahnya. Buffalo menjadi kota merana yang sulit untuk diperbaiki
karena de-industrialisasi yang terjadi di kawasan itu.
Flint juga senasib. Kota ini pernah menjadi kota industri
utama dan tempat kelahiran General Motors. Pada 1960 penduduknya mencapai 200
ribu jiwa. Namun saat GM masuk ke kurator menuju kebangkrutan pada tahun 2002, kota itu hanya
dihuni oleh 100 ribu orang. Pada tahun 1960, GM mempekerjakan 80.000 orang di
Flint. Namun saat ini GM hanya mempekerjakan kurang dari 8.000. Flint adalah markas divisi Buick GM selama
bertahun-tahun, namun sejak 1998, operasinya dipindahkan ke Detroit.
Dalam tingkatan yang lebih kecil, banyak kawasan yang
tiba-tiba kehilangan warganya karena berpindah ke tempat lain. Misalnya, ketika
IPB memindahkan kampusnya dari Baranangsiang Bogor ke Dramaga. Daerah sekitar
kampus Baranangsiang seperti Babakan Fakultas dulu ramai karena banyaknya
mahasiswa yang kos di daerah itu. Masyarakat sekitarnya juga menikmati
rezekinya. Namun, ketika IPB memindahkan kampusnya ke Dramaga, penduduk di
daerah itu menyusut karena mahasiswanya juga berpindah.
Dalam perjalanan usaha dan kegiatannya, perusahaan atau
organisasi selalu membuat keputusan untuk menentukan dimana mereka berinvestasi,
di mana tempat untuk menghasilkan barang dan jasa mereka, dan di mana tempat untuk
menjualnya. Perusahaan yang tumbuh harus menemukan lokasi baru dan memilih
dengan hati-hati. Perusahaan juga harus secara berkala meninjau kembali lokasi
kegiatan ekonomi mereka karena lokasi bisa mengubah keinginan mereka.
Banyak perusahaan domestik menghadapi pesaing baru yang
datang dengan harga yang lebih rendah, kualitas yang lebih baik, atau keduanya.
Itu semua karena makin terbukanya perdagangan di seluruh dunia dan makin banyak
dan berkualitasnya fasilitasi perdagangan karena kemajuan teknologi sehingga perusahaan di dalam
negeri tidak bisa diam. Mereka harus mempertahankan diri, dan mereka harus
pindah ke yang baru yang lebih menjanjikan dan menawarkan peluang untuk tumbuh.
Banyak perusahaan yang memindahkan manufaktur mereka dari negara maju ke negara berkembang guna mendapatkan biaya yang lebih rendah. Pada era 1980an misalnya, banyak perusahaan Jepang yang merelokasi industrinya ke Korea dan sebagainya. Dalam melakukan hal ini, perusahaan-perusahaan ini harus mengevaluasi kota dan lokasi yang terbaik. Jika produsen mobil Prancis Peugeot misalnya, ingin memperluas di pasar Asia, pertanyaan yang muncul pertama adalah tentang lokasi tempat baru untuk memproduksi dan membangun manajemen.
Semisal sebuah perusahaan yang berpusat di Washington memiliki usaha produksi bersama dengan perusahaan
lain yang berbasis di Jakarta. Untuk memperkuat kehadirannya di Asia, apakah mereka perlu
mendirikan usaha lainnya di China seperti Shanghai, Hangzhou, atau Guangzhou?
Peugeot merakit mobilnya di Bangkok, agar mereka bisa menjual produknya dengan
efisien, mereka memproduksinya di kota Asia lain seperti di Indonesia?
Penentuan lokasi yang optimal merupakan persoalan penting
yang dihadapi oleh manajer. Keputusan ini memiliki dampak yang mendalam pada
daya saing perusahaan. Dalam membuat keputusan ini, faktor-faktor eksternal -- globalisasi
dan persaingan berdasarkan waktu - sering memaksakan manajer menentang pengaruh
perusahaan, dan pengaruh ini tidak nampak saat keputusan lokasi pabrik awal
dilakukan. Misalnya, sebuah perusahaan yang mendirikan pabrik di negara dunia
ketiga untuk mengambil keuntungan dari biaya tenaga kerja lebih rendah mungkin
menemukan kinerja berbasis waktu yang terkikis karena infrastruktur yang buruk
atau ketakketersediaan tenaga terampil.
Tingkat keberhasilan ekonomi yang beragam di berbagai kota dan wilayah merupakan perhatian utama para pemimpin bisnis dan manajer. Mereka harus mengetahui banyaknya produk yang dapat mereka jual kep pasar lokal dan asing, besar dana yang mereka harus investasikan, dan di mana mereka harus berinvestasi untuk mencapai target pertumbuhan perusahaan mereka. Pencapaian ekonomi juga menjadi perhatian utama para politisi. Mereka membutuhkan pertumbuhan bisnis untuk menghasilkan pendapatan kota untuk membayar tagihan yang mereka kenakan dan pekerjaan yang mereka berikan kepada warga mereka.
Pemilik bisnis dan manajer yang sukses harus mengetahui
semua dimensi kehidupan kota ini, mulai dari keberadaan lahan dan biaya perumahan, fasilitas
dan fitur kota, arah perkembangan kota dalam 10 atau 20 tahun ke depan.
Perusahaan juga perlu mengetahui siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan
bagaimana pembeli membeli barang dan jasa. Mereka harus mengetahui hukum dan
kemudahan mendirikan usaha dan perdagangan dan mengekspor barang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar