Pagi tanggal 15 Juli 2009, Marc Ambinder, editor politik The
Atlantic, mengirimi Philippe Reines, juru bicara Hillary Clinton yang sangat
agresif, sebuah email kosong dengan judul subjek, "Apakah Anda memiliki
salinan pidato HRC (singkatan nama Hillary) untuk dibagikan?"
Konteks pertanyaan dalam email ini menyangkut sebuah pidato yang direncanakan
Clinton untuk disampaikan pada hari itu di depan the Council on Foreign
Relations, sebuah kelompok pemikir masalah kebijakan luar negeri yang
berpengaruh, di Washington. Tiga menit setelah email awal Ambinder, Reines membalas
dengan tiga kata: "Ada dua kondisi." Setelah Ambinder menanggapinya
dengan "oke," Reines mengiriminya daftar kondisi tersebut.
September tahun lalu, JK Troter, dari Gawker.com, mengungkap
serangkaian email yang menunjukkan bagaimana Ambinder mengizinkan Reines untuk mendikte
pilihan kata dan membingkai sebuah cerita tentang sebuah pidato kebijakan Juli
2009 yang disampaikan oleh Hillary Clinton tersebut. Sebagai imbalannya, Reines
memberi Ambinder, sekarang menjadi editor pada The Week, sebagai pihak yang
pertama yang membaca konsep pidato yang disiapkan Hillary Clinton sehingga dia
bisa menulis review lebih awal tentang pidato tersebut, sementara warawan
lainnya harus menunggu usai isi pidato itu disampaikan Hillary Clinton.
Para penggiat jurnalistik menyebut praktik yang dilakukan Ambinder
dan Reines itu sebagai jurnalistik transaksional, sebuah frasa yang mengacu
pada hubungan bersahabat dan saling menguntungkan yang telah dikembangkan
antara reporter dan orang-orang yang mereka laporkan.
Para penggiat mengkritik
praktik tersebut karena pada saat itulah hubungan bisa melintasi garis di luar kewajaran.
Hubungan tersebut bisa negatif karena bisa bersifat transaksi yang tidak transparan
dan – di bawah transkasi rahasia itu -- bisa dimanfaatkan para pelakunya untuk menyerang
baik secara formal maupun implisit, lawan politik atau pesaing bisnisnya
melalui pelaporan berita dengan topic dan cara tertentu.
Wartawan mungkin menawarkan perlakuan yang baik dengan
imbalan mendapatkan "suapan". Mereka mungkin setuju untuk membiarkan
subjek wawancara menentukan hal-hal ketika membahas topik dan waktu penerbitan.
Mereka mungkin berjanji untuk mengajukan beberapa pertanyaan dan menghindari
yang lain. Mereka dapat melakukan hubungan yang nyaman yang memungkinkan
pelaporan mereka dipengaruhi dengan cara yang tidak mereka ungkapkan kepada
publik.
Biasanya wartawan memberikan perlakuan yang paling baik kepada mereka
yang secara ideologis mereka selaras. “Semua ini melintasi garis etis,” kata veteran
wartawan, Sharyl Attkisson, dalam bukunya The
Smear How Shady Political Operatives and Fake News Control What You See, What
You Think, and How You Vote.
Jurnalisme transaksional menghasilkan dinamika yang
menyesatkan. Ini karena pejabat publik bisa memanipulasi pers untuk bersaing mendapatkan
informasi, propaganda atau siaran pers yang akan disampaikan pemerintah baik
yang bersifat promosi agenda atau melumpuhkan lawan. Wartawan yang pertama kali
mempublikasikan handout ini tentu senang dan bangga karena mendapat tepukan
hangat dari belakang rekan-rekannya.
"Bagus sekali!" kata mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar