Kata ini sering dimunculkan dalam kaitannya dengan
pembelian suatu merek atau produk dari perusahaan tertentu. Dalam kajian
komunikasi, sasaran boikot kampanye boikot bisa mentarget merek, perusahaan atau negara tertentu (Abosag,
2010). Orang memboikot ketika mereka menganggap suatu perusahaan (boikot mikro)
atau boikot makro ketika suatu negara melakukan tindakan yang mereka nilai keji
(Friedman, 1999; Klein et al, 2004.).
Jadi target boikot bisa sesuatu yang berhubungan langsung
maupun tidak langsung dengan pihak yang tersinggung (Smith dan Cooper-Martin,
1997). Dalam kasus boikot mikro, konsumen mendapati pengalaman misalnya
kebijakan dari suatu perusahaan tertentu yang tidak mereka toleransi. Karena
itu mereka memutuskan untuk berhenti atau tidak mengonsumsi produk-produknya.
Dalam boikot makro perusahaan menjadi target boikot sebagai
pengganti (tumbal?) karena tindakan atau kebijakan suatu pihak – bisa jadi
suatu negara -- yang tidak pantas (Shebil et al., 2011). Dalam hal ini,
perusahaan dari suatu negara harus membayar sesuatu yang mungkin pengelola
perusahaan anggap bukan seharusnya mereka yang bertanggung jawab, cuma
kebetulan saja perusahaan tersebut berasal dari negara yang dinilai bertindak
tidak pantas itu.
Akhir September 2005
– awal 2006, gelombang aksi boikot terhadap produk Denmark muncul dari
kalangan muslim sebagai protes atas publikasi kartun yang menggambarkan
Rasulullah Muhammad SAW oleh Jyllands-Posten, surat kabar independen di
Denmark. Sementara itu surat kabar itu menolak
meminta maaf, perusahaan raksasa penghasil susu Denmark, Arla Foods,
yang paling terpengaruh oleh publikasi ini memilih mengutuk gambar itu melalui
iklan satu halaman penuhnya di 25 surat kabar Arab di Timur Tengah. Perusahaan
juga mensponsori sejumlah kemanusiaan di wilayah tersebut untuk mengurangi
permusuhan konsumen (Knight et al., 2009).
Akhir November lalu, Kellogg Co menjadi sorotan publik
Amerika ketika mereka memutuskan untuk menarik semua iklan dari situs Breitbart.
Kellogg membela kebijakannya itu dengan mengatakan bahwa sikap politik Breitbart tidak sejalan dengan
nilai-nilai perusahaan (Kellogg). Situs yang dikenal pendukung berat Donald
Trump itu kemudian membalas tindakan itu dengan menyerukan boikot atas produk
Kellogg.
Tidak ada yang tidak normal bila perusahaan berpolitik. Di
masa lalu, banyak perusahaan dalam daftar Fortune 500, termasuk Paypal, Dow
Chemical, dan Google membuat pernyataan yang ditujukan ke sebuah perusahaan, HB2
di North Carolina, yang menghilangkan individu transgender sebagai kelompok
yang harus dilindungi dari tindakan diskriminasi.
Microsoft, Walmart, Coca-Cola dan Alcoa secara terbuka mendukung kebijakan Presiden
Obama tentang perubahan iklim dengan menginvestasi jutaan dolar sebagai upaya
mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan mereka.
Kalangan konservatif juga antusias “melawan” perusahaan yang
mempolitisasi isu sosial. Kelompok pembela hak asasi manusia Hobby Lobby membela
hak untuk menolak asuransi bagi karyawan yang ber-KB, advokasi atau penolakan hak-hak
perusahaan yang mengekspresikan sikap politiknya melalui belanja pemilu yang
tak terbatas, dan penentangan atau dukungan pengungkapan belanja politik
perusahaan untuk, seolah-olah, melindungi perusahaan dari tindakan pembalasan.
Yang tidak normal dari pertempuran Kellogg dan Breitbart
adalah bahwa sebuah berita dan opini dalam website dikaitkan dengan
pemerintahan atau seseorang untuk tujuan pembalasan terhadap tindakan perusahaan atau orang tersebut yang tidak setuju
dengan agenda pemerintah. Dalam kasus Kellogg, perusahaan itu berusaha menjauhkan
diri dari nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai perusahaannya,
misalnya Breitbart sering menurunkan berita yang cenderung sexist, dan Breitbart
membalasnya dengan memberi label Kellogg sebagai perusahaan "kiri"
yang menentang kalangan konservatif.
Steve Bannon, mantan kepala Breitbart, dan bos barunya,
Presiden terpilih Trump, jelas masih memiliki pengaruh ddalam pengambilan
keputusan di Breitbart. Sebagian besar pembaca Breitbart yang lebih dari 19
juta, adalah pendukung Trump. Trump sendiri pernah mengalami penentangan dari
beberapa perusahaan setelah dia secara terbuka menyerukan boikot terhadap Macy
setelah perusahaan itu mendrop pakaiannya setelah pernyataan kontroversial
Trump tentang imigran Meksiko. Starbucks
menghentikan penggunaan cangkir bertema Natal, dan Apple menentang
perintah pengadilan karena menganggapnya sebagai ancaman terhadap privasi
pelanggan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar