Suatu ketika saya mendapat telepon dari customer service
satu penyedia jasa internet dan TV kabel. Mereka menawarkan penambahan
kecepatan akses internet dari 10 mb ke 20 mb dengan tambahan biaya langgganan sekitar
Rp 50 ribu per bulan dan modemnya akan diganti.
Pertama menghubungi saya tolak karena problem utama yang saya hadapi gukan saluran internetnya, melainkan fitur saluran hiburan dan TV yang berkurang dibandingkan saat awal berlangganan.
Pertama menghubungi saya tolak karena problem utama yang saya hadapi gukan saluran internetnya, melainkan fitur saluran hiburan dan TV yang berkurang dibandingkan saat awal berlangganan.
Belakangan saya mengalami penurunan kualitas akses internet
di tumah. Rasa-rasanya semakin lambat. Selang beberapa minggu, pas saya
merasakan itu, seorang customer service dari penyedia jasa internet itu
menelpon. Kali ini menawarkan hal yang sama, cuma tanpa penggantian modem. Saya
kembali mengemukakan problem saya tadi plus akses internet yang semakin lambat
tadi.
Kali ini mereka janji akan memperbaiki setelah melakukan
pengecekan ulang. Saya setuju, dan mendapat penjelasan bahwa percakapan itu
secara otomatis direkam. Saya lihat aplikasi pemberitauan kecepatan akses
internet di HP saya memang kecepatannya bertambah, namun tetap terasa lambat di
laptop saya. Saya bersabar menunggu. Toh sampai sekarang keluhan saya soal
berkurangnya saluran hiburan dan statsiun TV itu belum berubah.
Saya pun bertanya-tanya, apakah saya waktu itu berdialog
dengan robot? Sebab seperti yang digambarkan dalam tulisan di situs The Boston Consulting Group (BCG) bertajuk, Tapping
into the Transformative Power of Service 4.0 saat ini berkembang layanan
yang dilakukan melalui robot terlatih yang bisa melayani pelanggan seakan-akan
mereka itu petugas customerservice pada umumnya.
Dalam tulisan itu dilustrasikan seorang Paul yang baru saja pindah
ke apartemen baru. Untuk mendapatkan kembali layanan telepon dan internetnya, dia
menghubungkan router ke stopkontak di dinding apartemennya. Lima menit
kemudian, dia menerima telepon dari penyedia layanannya. Anna, agen dari
layanan yang digunakan, meminta Paul untuk mengonfirmasi bahwa dia telah
pindah. Dia membacakan alamat baru dan Paul tinggal membenarkan bahwa
informasinya benar.
Anna memberi tahu Paul bahwa dia telah memperbarui informasi
akunnya dan mengatur pengiriman router baru yang telah dikonfigurasi di hari
yang sama. Jadi Paul bisa memanfaatkan layanan yang diperbarui berkecepatan
lebih tinggi yang tersedia di alamat barunya. Anna juga menawarkan, dengan
sedikit biaya tambahan, untuk memperbarui alamat Paul di catatan akun banknya.
Paul setuju dengan tawaran untuk menghindari kerumitan memperbarui informasi
itu sendiri.
Anna pun tak melepaskan kesempatan dengan merekomendasikan
agar Paul meningkatkan ke paket data yang lebih sesuai dengan pola
penggunaannya. Merasa bahwa Paulus enggan, dia menawarkan percobaan gratis,
yang dia terima. Sepanjang percakapan singkat, Anna berbicara kepada Paul dalam
bahasa Inggris, karena dia tahu itu adalah bahasa yang disukai.
Namun, Anna bukanlah orang, melainkan program komputer yang
bertindak sebagai agen pusat panggilan virtual. Program ini mampu memahami
bahasa alami dan makna yang ingin disampaikan pelanggan, dan dapat merasakan
serta bereaksi terhadap emosi pelanggan. Ia mampu merespons dengan lancar dalam
lebih dari 30 bahasa. Seperti pekerja manusia, Anna belajar memecahkan masalah
dan menerapkan wawasan yang diperolehnya untuk menentukan tindakan terbaik.
Saya sampai sekarang belum mengetahui apakah perusahaan
penyedia jasa yang saya gunakan sudah seperti itu, walau saya sering mendengar
mereka sudah meneriakkan tentang itu. Sebab bagaimana pun, saat ini, teknologi
yang diperlukan untuk mengubah layanan yang selama ini hanya visi menjadi
kenyataan sudah ada. Beberapa perusahaan industri jasa telah mencapai tingkat kecanggihan
seperti yang diilustrasikan di atas, disebut sebagai Service 4.0.
Service 4.0 memungkinkan
penyedia layanan untuk menanggapi tantangan peningkatan tekanan biaya, perilaku
pelanggan yang terus berkembang, dan lingkungan persaingan yang tidak stabil.
Ini merupakan perubahan kinerja signifikan yang mempengaruhi bagaimana
perusahaan menawarkan dan memberikan layanan.
Kemajuan teknologi memungkinkan perusahaan untuk menawarkan layanan yang proaktif yang disesuaikan dan mengirimkannya melalui berbagai saluran dan berbagi infrastruktur secara lebih terbuka.
Kemajuan teknologi memungkinkan perusahaan untuk menawarkan layanan yang proaktif yang disesuaikan dan mengirimkannya melalui berbagai saluran dan berbagi infrastruktur secara lebih terbuka.
Ini sangat relevan dengan perkembangan dari sisi sisi
konsumen yang terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, tuntutan pelanggan
terhadap interaksi layanan menjadi sederhana, intuitif, proaktif, dan
dipersonalisasi. Mereka juga ingin akses realtime
dan tidak ingin ditunda ke penyedia layanan dan interaksi tanpa batas melalui
beberapa saluran.
Akses pelanggan sudah disediakan melalui sosial media dan aplikasi lainnya. Namun demikian tanggapannya masih belum seperti yang diharapkan. Apalagi bila keluhan terjadi pada akhir pekan – dan justru pada akhir pecan keluhan naik. Respon tindakan terpaksa ditunda dengan alasan hari libur.
Akses pelanggan sudah disediakan melalui sosial media dan aplikasi lainnya. Namun demikian tanggapannya masih belum seperti yang diharapkan. Apalagi bila keluhan terjadi pada akhir pekan – dan justru pada akhir pecan keluhan naik. Respon tindakan terpaksa ditunda dengan alasan hari libur.
Dengan kata lain, penyedia layanan tradisional sering gagal
memenuhi harapan pelanggan akan respon cepat dan ketepatan serta keterbukaan. Kompleksitas
tingkat layanan dan tagihan bulanan misalnya, membuat banyak pelanggan merasa
tidak yakin tentang layanan yang mereka terima dan apakah mereka mendapatkan
nilai yang baik dibandingkan dengan uang yang mereka bayarkan.
Banyak pelanggan yang frustrasi ketika mereka berinteraksi
dengan penyedia layanan. Misalnya, pelanggan sering memerlukan waktu tunggu
yang lama bila ingin berinteraksi; diskontinuitas di antara saluran di dalam
toko, telepon, dan digital; dan pendekatan yang lebih cenderung reaktif dari
pada proaktif untuk menghadapi atau mengatasi masalah layanan yang dihadapi
pelanggan.
Dengan menggunakan kemajuan teknologi untuk meningkatkan
penawaran sehari-hari mereka, para pemain digital terkemuka memenuhi, dan
sering kali melebihi, harapan pelanggan. Perusahaan-perusahaan ini
mengintegrasikan data eksternal (yang dikumpulkan dari situs media sosial,
misalnya) dan data internal (seperti riwayat pembelian pelanggan) untuk membuat
profil pelanggan secara menyeluruh dan membuat penawaran yang dipersonalisasi
dan real-time.
Mereka juga merespon dengan cepat keluhan dan menyediakan
pelanggan dengan alat sederhana, interaktif yang membuat saran terlihat dan
mudah diakses. Netflix, misalnya, merevolusi konsumsi media dengan memberikan
rekomendasi yang sangat akurat kepada pelanggannya berdasarkan analisis yang
sedang berlangsung tentang preferensi dan perilaku pengguna.
Amazon memberikan contoh lain: perusahaan mengintegrasikan
dukungan langsung ke tablet Kindle-nya, sehingga menghilangkan penghalang
tradisional antara penyedia layanan dan pengguna. Dengan hanya mengetuk tombol
Mayday di menu tablet, pengguna terhubung dengan petugas atau representative
perusahaan yang memberikan dukungan atau response dalam 15 detik — kapan
pun sepanjang hari, 365 hari setahun.
Setelah terhubung, pengguna dapat melihat representif pendukung di jendela
kecil pada layar tablet, dan perwakilan dapat melihat aplikasi terbuka atau
layar awal di tablet pengguna.
Beberapa penyedia layanan sudah menggunakan teknologi
Service 4.0 untuk secara aktif memantau status perangkat. Kami berharap bahwa,
sebagai langkah berikutnya, penyedia akan menerapkan informasi untuk secara
proaktif menawarkan bantuan kepada pelanggan sebelum menerima permintaan
layanan, atau bahkan menyelesaikan kesalahan dari jauh tanpa melibatkan
pelanggan.
TAHAPAN REVOLUSI LAYANAN
BCG telah mengklasifikasikan evolusi penyediaan layanan ke
dalam empat tahap:
(1) Layanan 1.0. Model ini muncul pada abad ke-19. Pada
tahap ini tingkat penyediaan layanan dasar ini memerlukan layanan manual dan
non-standar. Contohnya, secara tradisional pembukuan dilakukan oleh juru tulis
yang secara manual mencatat transaksi keuangan sehari-hari.
(2) Layanan 2.0. Selama paruh pertama abad ke-20, meluasnya
penggunaan layanan pos dan telepon, serta adopsi manajemen ilmiah, memungkinkan
penyediaan layanan menjadi standar, industri, terpencil, dan padat karya. Makin
banyak dan tumbuhnya call center pada 1950-an menunjukkan bagaimana
perkembangan ini mengubah penyediaan layanan.
(3) Layanan 3.0. Pada akhir abad ke-20, adopsi komputer dan
internet, yang didukung oleh standar terbuka, memungkinkan perusahaan untuk
mengotomatisasi penyediaan layanan sampai batas tertentu, untuk
mengintegrasikan rantai nilainya, dan untuk menyediakan generasi pertama opsi
layanan mandiri khusus saluran.
Terminal swalayan yang sekarang ada di mana-mana seperti di bank dan stasiun transportasi -- menunjukkan bagaimana teknologi mengurangi intensitas tenaga kerja layanan sekaligus meningkatkan pengalaman pelanggan.
Terminal swalayan yang sekarang ada di mana-mana seperti di bank dan stasiun transportasi -- menunjukkan bagaimana teknologi mengurangi intensitas tenaga kerja layanan sekaligus meningkatkan pengalaman pelanggan.
(4) Layanan 4.0. Saat ini, kemajuan dalam perangkat lunak
dan perangkat keras memungkinkan layanan proaktif dan disesuaikan melalui
berbagai saluran. Dengan menganalisis kumpulan data tentang preferensi
pelanggan atau dengan mengumpulkan wawasan dari sensor yang disebarkan di
seluruh jaringan mereka, misalnya, penyedia layanan dapat mengantisipasi kebutuhan
pelanggan dan merespons secara proaktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar