Dalam konteks
komunikasi merek, public relations dibagi menjadi dua bidang kegiatan yang
luas. Yang pertama, sebagian besar ditentukan oleh tujuan pemasaran perusahaan,
berusaha untuk mempublikasikan perusahaan, produk atau layanannya. Yang kedua
cenderung sebagai pemadam pkebakaran. Tapi apakah yang kedua itu tidak penting?
Dua puluh empat jam menjelang penjualan resmi perdana Apple
iPhone XS - Dentsu X dan Huawei memanfaatkannya dengan membagikan power bank Huawei
kepada penggemar iPhone yang sedang
antri secara gratis. Pesan resmi yang disampaikan, Huawei ingin
memastikan baterai smartphone penggemar Apple masih aktif sepanjang malam.
Aksi itu dilakukan di 11 SGT pada 20 September 2018. Tidak
kurang dari 200 power bank Huawei dibagikan kepada pengantri dan ludes dalam
waktu 15 menit. Namun demikian, bukan pemasar kalau kurang akal. Dalam power
bank yang dibagikan itu diselipkan pesan, “Here’s a power bank. You’ll need it.
Courtesy of Huawei.”
Anggota masyarakat, orang-orang yang berada dalam antrean
dan blogger dari seluruh wilayah menangkap aksi itu dan mengunggahnya ke media
sosial. Kampanye itu menjadi viral dengan lebih dari 299 artikel di 41 negara,
menghasilkan 10,56 juta view, 336.000 shares di media sosial dan PR Value yang
mencapai US $ 343,6 juta.
Dampak aktivasi ini tidak hanya mendorong media
menempatkannya sebagai berita utama, tetapi yang lebih penting adalah
mengangkat merek Huawei ke tingkat yang memungkinkan merek tersebut terhubung dengan target marketnya.
“Satu pesan humor dalam dosis tertentu dan perhatian dalam
branding seringkali tidak berjalan seiring. Tapi kali ini, kami telah
menambahkan elemen kejutan dan kegembiraan dengan membagi-bagikan Huawei
SuperCharge power bank kami kepada mereka yang telah menghabiskan waktu
berjam-jam dan upaya menunggu dalam antrean,” kata Jonathan Ye, Kepala Digital
APAC dan Direktur Pemasaran Huawei Consumer Business Group.
Persaingan Nike dan Adidas benar-benar transparan selama
Piala Dunia 1998 di Prancis. Dari sudut pandang public relations, event sepak
bola memberikan keuntungan yang luar biasa melalui kemampuannya dalam menarik pemirsa TV di
seluruh dunia. Karena itu, bagi kedua merek global seperti Nike dan Adidas,
daya tariknya sangat jelas.
Kedua merek sepatu itu sama-sama ingin menjadi sponsor
utama. Persoalannya, penyelenggara Piala Dunia, FIFA, hanya mengizinkan satu
sponsor utama untuk setiap kategori bisnis, sehingga Nike dan Adidas tidak
dapat mensponsori acara tersebut secara bersama. Adidas "memenangkan
undian" dan menjadi sponsor resmi. Anggaran untuk menjadi sponsor resmi
itu mencapai £ 20 juta. Tapi ini seakan memberikan keuntungan besar bagi Adidas
karena Adidas mensponsori banyak Tim Piala Dunia, meski beberapa tim yang
berlomba di Piala Dunia itu disponsori oleh Nike.
Nike melihat itu sebagai tantangan dan peluang bukan ancaman
agar mereknya tetap dianggap sebagai bagian dari Piala Dunia. Karena bukan
sponsor resmi, identitas merek Nike
tidak diizinkan muncul di arena atau kegiatan Piala Dunia lainnya. Namun, Nike
tidak kehilangan akal. Nike mendirikan "desa sepakbola" di antara
gedung-gedung dengan desain yang menarik dan sensasional di La Défense, di
ujung utara Paris.
Untuk masuk ke “desa” itu, Nike tidak memungut bayaran.
Bahkan Nike menyediakan sejumlah acara "menyenangkan" yang ditujukan
untuk penggemar sepak bola muda. Nike tidak diizinkan menggunakan logo Piala
Dunia, atau bahkan merujuk langsung ke acara tersebut. Akan tetapi kebanyakan
orang yang mengunjungi desa Nike tidak menyadari hal ini.
Nike bahkan menyelenggarakan "road show" tur
Perancis, memberikan kesempatan kepada anak-anak sekolah untuk bermain melawan
tim nasional Nigeria di bawah 17 tahun. Pengeluaran Nike di desa itu hanya £
4,2 juta, jauh lebih sedikit daripada investasi Adidas, namun hasilnya tidak
berbeda jauh dengan sponsor resmi.
Di banyak organisasi, pemasaran dan komunikasi dipandang
sebagai alat untuk meningkatkan reputasi perusahaan atau merek. Komunikasi
dilihat sebagai strategi oleh praktisi public relations dengan tujuan mengikat kembali kegiatan-kegiatan ke konteks
reputasi merek. Harus diakui bahwa hal itu bukanlah pekerjaan yang ringan dan
cenderung membuat frustrasi serta memakan waktu karena biasanya pekerjaan itu
hanya bisa dilakukan oleh sebagian besar organisasi besar dengan anggaran
penelitian besar dan kuat pula.
Dalam konteks komunikasi merek, strategi pemasaran PR dibagi
menjadi dua bidang kegiatan yang luas. Yang pertama, sebagian besar ditentukan
oleh tujuan pemasaran perusahaan, berusaha untuk mempublikasikan perusahaan,
produk atau layanannya. Pilihan ini mencerminkan tujuan penjualan perusahaan,
pilihan pasar, dan positioning, dan lebih bersifat ofensif daripada defensif,
pencarian peluang daripada pemecahan masalah, dan "proaktif" daripada
"reaktif."
Meskipun berhubungan dengan perubahan saat ini dan jangka
pendek, harus diakui bahwa PR proaktif tetap dipandu oleh kebijakan pemasaran
jangka panjang. Hal ini sebagian dikarenakan adanya perubahan yang berhubungan
yang mencerminkan pengaruh internal yaitu keputusan perusahaan, rencana, dan
program. Oleh karena itu, mereka dapat diramalkan, jika tidak sepenuhnya dapat
dikontrol.
Selain itu, perubahan tersebut dilihat sebagai sesuatu yang
positif. Artinya, mereka tidak melihatnya sebagai suatu masalah; sebaliknya,
perubahan itu dilihatnya sebagai sesuatu yang menawarkan peluang. Oleh karena
itu, kebijakan perusahaan seyognya bertujuan untuk mengatur agar PR bisa
dijalankan relatif mudah dan sederhana.
Pertanyaannya bukan apa yang harus dilakukan,
tetapi bagaimana melakukannya. Jika berita itu bagus, misalnya, itu harus
dipublikasikan. Satu-satunya masalah adalah: Media atau acara apa yang harus
digunakan untuk mempublikasikannya?
Area kedua hubungan masyarakat yang berorientasi pemasaran
ditentukan oleh pengaruh luar biasanya perubahan di pasar. Tantangannya adalah,
sebagian besar perubahan seperti kebijakan pemerintah, sikap konsumen, atau
tindakan kompetitif tidak dipicu perusahaan, mereka tidak dapat direncanakan.
Mereka biasanya tidak diatur oleh kebijakan pemasaran.
Oleh karena itu, mereka harus ditangani secara ad hoc.
Mereka membutuhkan keputusan tentang apa yang harus dilakukan, serta bagaimana
melakukannya. Lebih jauh lagi, perubahan yang berhubungan dengan reaktif PR
biasanya negatif. Mereka adalah masalah yang harus dipecahkan, bukan kesempatan
yang harus diambil, dan mereka membutuhkan tindakan defensif, bukannya ofensif.
Bentuk kedua dari praktek PR adalah reaktif. Tidak seperti
PR proaktif, yang mencoba meningkatkan citra perusahaan dan meningkatkan
pendapatannya, PR reaktif mencoba mengembalikan perusahaan ke status quo dengan
memperbaiki reputasinya, mencegah erosi pasar, dan mendapatkan kembali
penjualan yang hilang.
Yang sangat penting adalah bentuk hubungan masyarakat yang reaktif
ini (dan sering kali diabaikan sebagai alat pemasaran) yang mungkin bermanfaat
untuk memberinya nama sendiri. Karena PR proaktif berhubungan dengan kekuatan
perusahaan dan hubungan PR yang reaktif dengan kelemahan perusahaan, orang
menyebutnya sebagai "relasi kerentanan" atau "VR" untuk
membedakannya dari jargon lainnya yang lebih tua dan lebih mapan.
Bentuk proaktif PR secara tradisional digunakan dalam
berurusan dengan tujuan dan pencapaian perusahaan: Mendapatkan eksposur produk;
mengumumkan perubahan perusahaan, perusahaan, dan personil; mengungkapkan
berita yang terkait dengan keuangan dan kesejahteraan perusahaan; dan
mempublikasikan perkembangan rekayasa state-of-the-art.
Bahkan beberapa fungsi reaktif ini lebih dari banyak
dipraktekkan perusahaan sebagai ruang lingkup PR. Di perusahaan-perusahaan
canggih lainnya, PR sering kali terdegradasi pada rilis berita yang jarang
mengangkat produk atau personel. Dalam banyak contoh, ada sedikit pemahaman
tentang nuansa siaran pers sehingga sering dianggap sebagai mempertontonkan
praktek PR yang kurang strategis. Sebagai contoh, dampak psikologis antara
sebuah artikel yang ditentukan oleh seorang eksekutif perusahaan dan yang
ditulis oleh staf publikasi sering berbeda, tapi di sisi lain, diloloskan bahkan
oleh pemasar yang berpengalaman sekalipun.
Diakui atau tidak, praktek PR reaktif telah menjadi topik
yang diabaikan dalam hubungan masyarakat karena nilai strategisnya dalam
pemasaran tidak dipahami dengan baik, dan sebagian karena kurang direncanakan
dengan mudah daripada PR proaktif. Tidak hanya kesempatan yang dibutuhkan yang
sering muncul secara tidak terduga, tetapi strategi yang dibutuhkan juga
seringkali bervariasi.
Situasi PR reaktif yang khas sering menuntut respons
yang jauh lebih kompleks daripada PR proaktif.
Pertama, jika masalah PR didasarkan pada kelemahan atau
kekurangan yang sebenarnya, maka upaya awal harus ditujukan secara internal
pada manajemen perusahaan, mendesaknya untuk menyelesaikan masalah. Dalam
konteks ini strategi PR harus ditargetkan pada publik eksternal perusahaan,
memberi tahu mereka bahwa masalah telah atau sedang dipecahkan.
Yang membuat respons PR menjadi lebih kompleks adalah
kebutuhan untuk menghindari penolakan langsung bahwa masalah itu ada. Karena
tidak ada perusahaan yang ingin memperhatikan masalah-masalahnya, itu harus
ditangani secara tidak langsung. Oleh karena itu, PR yang reaktif harus
berurusan dengan publik publik eksternal dan kadang-kadang dengan media yang
mengaku untuk mengatakan atau melakukan satu hal ketika benar-benar mengatakan
atau melakukan yang lain.
Publisitas negatif tentang suatu perusahaan atau produknya
dapat muncul secara tidak disengaja atau secara kebetulan, atau mungkin hasil
dari tindakan yang disengaja oleh pesaing di mana kasus PR harus diarahkan pada
perusahaan lain, serta publik eksternal. Publisitas negatif ini mungkin
didasarkan pada kelemahan atau kekurangan yang dituduhkan tetapi tidak aktual.
Ketika itu adalah kasus (dan itu sering), maka program PR tidak hanya harus
mencari sumber dari tuduhan dan menghentikannya, tetapi juga meyakinkan publik
eksternal bahwa tuduhan itu salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar