Go-Jek, Ovo dan pemain
bisnis pembayaran non tunai lainnya yang bukan bank, bisa jadi salah satu “ancaman” bagi industri
perbankan Indonesia. Survei yang dilakukan oleh PwC Indonesia menunjukkan,
sekitar 72% responden yang terdiri para bankir senior, menganggap Go-Jek
sebagai pesaing baru dengan fasilitas Go-Pay dan lainnya.
Dalam beberapa tahun ke depan, industri perbankan digital
Indonesia yang sebagian besar berada di segmen pasar retail hanya tumbuh bila
mampu bersaing vendor pembayaran seperti
GoJek. Saat ini, terdapat lebih dari 100 aplikasi seperti GoJek di
pasar. Namun bukan berarti tertutup peluang bagi perbankan untuk menggarap
mereka.
Sebab bagaimanapun harus diakui bahwa rata-rata konsumen tidak
dapat mengingat lebih dari dua aplikasi spesifik. Dengan begitu sedikit merek
yang menonjol di pasar uang elektronik Indonesia yang siap untuk diambil.
Kajian yang dilakukan Tim Mckinsey menunjukkan bahwa satu
dari tiga orang di pasar negara maju sekarang membawa smartphone. Tak banyak
yang meragukan bahwa bank semakin bergantung pada saluran digital untuk
melayani konsumen yang jumlahnya tumbuh pesat dan mengandalkan perangkat teknologi
komunikasi untuk melakukan bisnis online harian.
Di Amerika Serikat akun
ponsel cerdas mencapai lebih dari setengah langganan seluler. Sepertiga konsumen menggunakan ponsel mereka
untuk melakukan pembayaran. Fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia. Sayangnya, banyak pembayaran yang ditransaksikan melalui
aplikasi seluler ini dikontrol oleh para perusahaan spesialis di pembayaran
online dan pedagang digital.
Pembayaran merupakan landasan bagi seluruh hubungan
perbankan. Kini bidang bisnis perbankan itu dikepung dan diserang oleh pemain
bukan perbankan. Bisa jadi fenomena ini
karena perbankan juga kurang serius menggarap segmen yang seharusnya mereka
masuki dengan menawarkan alat-alat pembayaran yang lebih mudah dan sederhana.
Data McKinsey menunjukkan hanya 49 persen orang Indonesia
memiliki akses ke layanan keuangan, jauh di bawah Negara-negara seperti Malaysia
(85 persen) dan Thailand (82 persen). Segmen yang belum dimasukin oleh erbankan
inilah yang kemudian digarap oleh pebinis fintech non-perbankan.
Karena itu, agar bisa bertahan dari serangan itu, perbankan
harus menawarkan model pembayaran yang kuat sebagai bagian dari strategi
komprehensif untuk perbankan digital. Sebab bagaimanapun, bisnis pembayaran merupakan
keharusan bagi bank.
Tetapi untuk bersaing dalam arena yang baru ini, bank harus
memenuhi harapan penduduk asli digital, memberikan beragam alat untuk membantu
pelanggan membuat keputusan cerdas di berbagai layanan keuangan. Mereka harus
mulai dengan menangkap transaksi paling sering pelanggan mereka dengan saluran
seluler baru dan kemudian melanjutkan menuju hubungan digital sepenuhnya.
Penantang non-bank secara operasional dibangun untuk inovasi
berkelanjutan, dan sering meningkatkan “persenjataan” mereka. Mereka
memanfaatkan infrastruktur perbankan dan pembayaran yang ada dan dapat
mempertahankan fokus sempit pada penawaran nilai tambah mereka. Dasarnya adalah
peran marjinal yang mereka mainkan dalam infrastruktur ini.
Dengan demikian mereka sering lebih gesit dan efisien,
meluncurkan pembaruan dengan kecepatan luar biasa. Adyen, misalnya, merilis
perangkat lunak pembayaran yang diperbarui setiap dua hingga tiga minggu.
Penantang nonbank juga melayani pelanggan mereka lebih cepat; misalnya, Square
dan PayPal memungkinkan pedagang untuk menerima pembayaran dalam satu hari,
hampir satu minggu lebih cepat daripada kebanyakan bank.
Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir, tingkat adopsi
adopsi layanan pembayaran mobile berbasis aplikasi melampaui layanan pembayaran
mobile tradisional. GoPay dari GoJek, misalnya, baru diluncurkan pada tahun
2016.
Akan tetapi, posisinya sekarang mengarah pada Volume
Transaksi Bruto (GTV) bila dibandingkan dengan layanan sejenis yang lahir
sebelumnya, seperti Telkomsel T-Cash dan Mandiri e-Cash. Bundling antara
layanan pembayaran seluler GoJek dan layanan go-ride (bersama dengan layanan
gaya hidup lainnya) telah menjadi kombinasi yang kuat dan menawarkan kasus
penggunaan harian yang relevan.
Dengan kata lain, strategi mereka untuk meningkatkan
penggunaan aplikasi adalah dengan cara memberi peluang kepada konsumen untuk memanfaatkan
aplikasinya untuk memuaskan kebutuhan mereka sehari-hari. Sebuah studi menunjukkan tiga aplikasi —
GoPay, TokoCash, dan GrabPay — lebih dari 40% fitur ditawarkan untuk digunakan
setiap hari.
Fitur tersebut didukung melalui berbagai kemitraan pemasaran
offline dan online, berbagai produk dan layanan
seperti pengantaran (ojek), pengiriman makanan dari restoran ke rumah,
atau pengisian pulsa instan untuk tagihan dan utilitas, dan kemampuan untuk
mentransfer uang secara elektronik ke pengguna lain.
Mereka juga fokus dan terus meningkatkan kesadaran dan
mempromosikan manfaat utama platform kepada audiens targetnya. Berbagai
kemitraan dengan pedagang online dan offline membantu mereka mendorong
penggunaan uang elektronik untuk pembelian rutin kebutuhan harian. Itu terjadi
karena wanita Indonesia memiliki kesempatan untuk menggunakan e-uang untuk
berbelanja di toko, termasuk untuk hal-hal seperti hijab fashion atau
kecantikan dan kosmetik.
Dari fenomena itu, sebagian besar layanan pembayaran seluler
tradisional telah berubah menjadi layanan pembayaran seluler berbasis aplikasi.
Akan tetapi sangat sedikit yang berhasil dalam membangun platform yang relevan
untuk penggunaan sehari-hari dan sampai saat ini masih tetap lengket.
Layanan pembayaran seluler yang berbeda berhasil membangun
skala dan kepemimpinan dalam mengatasi
masalah pembayaran di segmen pembayaran tertentu. Jejak reseller prabayar
nasional memungkinkan layanan pembayaran seluler telcos untuk mendapatkan skala
dari penyediaan layanan pembayaran tagihan telekomunikasi dan utilitas,
terutama di daerah pinggiran kota di mana opsi pembayaran untuk pembayaran
tagihan utilitas agak terbatas dan rumit.
Dalam konteks tersebut, GoPay berhasil memberikan
alternative pembayaran di layanan pengiriman transportasi dan pengiriman
makanan dengan menggunakan pengendara GoJek sebagai agen ‘cash-out’-nya. Bahkan
GoJek kini memperluas penerimaan solusi pembayarannya di antara mitra F & B
dan pedagang gaya hidup.
Akuisisi Midtrans dan Mapan baru-baru ini oleh GoJek
berpotensi memperbesar dan menjadikan GoPay sebagai platform e-commerce dan
platform keuangan mikro terbesar di Indonesia. Ovo yang muncul belakangan memanfaatkan jejak
ritel nasional sponsornya untuk mendorong F & B dan layanan pembayaran
seluler dan juga berfokus pada gaya hidup.
Meskipun saat ini telah banyak bermunculan platform
e-commerce dan pembayaran masih banyak segmen pembayaran yang belum digarap
oleh oemain yang ada. Segmen yang belum tersentuh ini termasuk makanan &
ritel seperti pembayaran pajak pribadi, transportasi umum (bus / kereta api),
jalan tol, stasiun pengisian bahan bakar, dan sebagainya.
Selain itu, menambahkan simpanan pribadi dan fitur investasi
ke layanan pembayaran seluler yang ada (tergantung pada persetujuan peraturan) dapat
membantu mendorong lompatan adopsi, terutama di daerah yang memiliki akses ke
layanan keuangan formal terbatas.
Perkembangan teknologi keuangan yang terjadi akhir-akhirnya
idealnya memiliki dampak yang sangat positif terhadap perekonomian Indonesia, seperti
mendorong pemerataan distribusi kesejahteraan penduduk; membantu kebutuhan
pembiayaan domestik; mendorong distribusi pembiayaan nasional; meningkatkan
inklusi keuangan nasional; dan mendorong kemampuan UMKM yang masih dianggap
rendah. Namun demikian, agenda yang tetap harus dikerjakan adalah bagaimana
menyiapkan UMKM untuk masuk ke perkembangan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar