Zappos.com adalah toko sepatu dan pakaian online yang
berbasis di Henderson, Nevada. Perusahaan yang didirikan oleh Nick Swinmurn
pada tahun 1999 ini sangat inovatif. Mereka menikmati pertumbuhan yang stabil, setelah
Sembilan tahun berdiri, penjualan rata-ratanya mencapai lebih dari US $ 1
miliar per tahun.
Pada 2009, Amazon membeli 10 juta saham Zappos.com senilai
hampir US $ 928 juta. Keberhasilannya didasarkan pada budaya perusahaan yang
unik. "Secara pribadi saya merasa
ngeri dengan kata 'pemimpin',” kata Tony Hsieh, CEO Zappos.com. Ini lebih
tentang membuat orang melakukan apa yang mereka sukai dan menempatkan mereka
dalam konteks atau pengaturan yang tepat. Merekalah yang melakukan kerja keras.
Beberapa praktik manajemen yang diterapkan di Zappos.com
meliputi struktur organisasinya yang datar, tidak hierarkis, keputusan secara
terdesentralisasi, orang berinteraksi satu sama lain di semua tingkatan,
mengembangkan persahabatan, dan manajer menghabiskan sekitar 20 persen waktu
mereka untuk bersosialisasi dengan orang yang mereka kelola.
Pelanggan senang adalah pusat dari budaya dan perhatian perusahaan.
Mereka menawarkan kebijakan pengembalian 365 hari dengan pengiriman gratis,
saluran telepon pelanggan selama 24 jam sehari dan tujuh har seminggu, bantuan
online yang interaktif, dan publikasi peringkat produk yang dijual agar diketahui pelanggannya. Fokus budaya perusahaan
adalah kebahagiaan karyawan dan pelanggan, dan menciptakan tempat kerja yang
menyenangkan.
Premis utamanya adalah karyawan akan mencapai kesuksesan bila
diberi kebebasan dan fokus pada budaya dan kebahagiaan daripada target
penjualan dan tujuan keuangan. Zappos.com memberhentikan pada hari pertama karyawan
baru yang tidak cocok atau tidak memiliki passion dengan budaya peusahaan
dengan pesangon $ 2.000.
Semua karyawan Zappos.com diminta untuk rendah hati,
inovatif, belajar dan tumbuh terus menerus, memiliki komunikasi yang terbuka, jujur
dan bersemangat dengan pekerjaan mereka. Proses wawancara menemukan karyawan
seperti ini panjang dan kadang-kadang dilakukan oleh sang CEO untuk memastikan
budaya yang cocok dari seorang karyawan baru.
Dalam manajemen bisnis – seperti dtulis Vlatka Hlupic dalam The Management Shift: How to Harness the
Power of People and Transform Your Organization for Sustainable Success (Palgrave
Macmillan UK, 2014) -- selalu ada masalah dan ada juga peluang.
Masalahnya adalah pendekatan hierarkis konvensional dengan
manajemen "komando dan kendali" operasi senior, tidak lagi menjadi
opsi yang kredibel untuk lingkungan bisnis global yang berubah dengan cepat,
tidak terduga, dan tidak dapat diprediksi. Di sisi lain, peluang seringkali
datang dari kekayaan bukti dan pemikiran di balik alternatif yang tercerahkan.
Manajemen adalah tentang mengatasi kompleksitas. Manajemen
yang baik menghasilan ketertiban dan konsistensi pada dimensi utama seperti
kualitas dan profitabilitas produk. Manajemen merupakan sistem yang membuat
orang-orang dan teknologi di dalamnya berfungsi dengan baik.
Di dalam manajemen ada leadership (kepemimpinan) yang selalu
berbicara tentang menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan. Lebih banyak perubahan yang terjadi bisa dipastikan
menuntut lebih banyak perubahan dalam cara pandang kepemimpinan. Intinya bila
manajemen adalah sistmenya, kepemimpinan
yang menciptakan sistem dan mengubahnya dengan cara memanfaatkan peluang dan
menghindari bahaya.
Banyak pemikir manajemen terkemuka seperti Peter Drucker, Charles Handy, Henry
Mintzberg dan Gary Hamel mengakui perlunya pergeseran ini. Sebuah sintesis dari
sejumlah besar literatur tentang pekerja pengetahuan terkemuka mengungkapkan
bahwa untuk mendorong inovasi dalam organisasi berbasis pengetahuan, diperlukan
gaya kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan baru itu mendasarkan pada
kepemimpinan horisontal dan bukan vertikal, di mana kekuasaan dan otoritas
didistribusikan berdasarkan pengetahuan.
Secara konseptual, kuasa -- seperti yang dikatakan oleh
filsuf Bertrand Russell -- adalah kemampuan untuk menghasilkan efek yang
diinginkan. Kemampuan itu sekarang dimiliki atau ada di tangan semua orang.
Hari ini, semua orang memiliki kapasitas untuk membuat film,
membangun pertemanan, atau mendapatkan uang; menyebarkan harapan atau
menyebarkan ide-idenya; membangun komunitas atau membangun gerakan. Semua orang
kini juga memiliki kemampuan untuk menyebarkan informasi yang salah atau
menyebarkan kebencian bahkan kekerasan.
Yang berbeda dengan sebelumnya, kemampuan itu kini berada dalam
skala yang jauh lebih besar. Dampak potensialnya juga lebih besar daripada yang orang lakukan beberapa
tahun yang lalu. Logikanya, manajemen yang pada dasarnya selalu berbicara
tentang bagaimana mengatasi kompleksitas setidaknya berubah atau megalami
pergeseran.
Jeremy Heimans dan Henry Timms (2018) menyebut itu sebagai kuasa
baru. Berbeda dengan kuasa lama, kuasa baru ini bekerja seperti arus, dibuat oleh
banyak orang, terbuka, partisipatif, dan digerakkan oleh mitra atau rekan
kerja.
Seseorang mengunggah dan mendistribusikan sesuatu, mitra itu
yang mendorongnya untuk menjadi semakin luas. Seperti air atau listrik, ia
paling kuat ketika melonjak. Tujuan kuasa baru bukan menimbunnya tetapi untuk
menyalurkannya.
Di pihak berbeda, kuasa lama bekerja seperti mata uang yang
hanya dipegang oleh beberapa orang. Setelah diperoleh, uang dijaga, dan yang
kuat memiliki simpanan yang besar untuk dibelanjakan. Itu menunjukkan bahwa
kekuatan lama tertutup, tidak dapat diakses, dan hanya bisa digerakkan oleh
pemimpin. Mereka mengunduh dan pula yang menangkapnya.
Itu sebabnya, manajemen kuasa dan kepemimpinan baru selalu
bicara soal keterbukaan, komunitas, meritokrasi , aktivisme, kolaborasi, makna,
otonomi, serendipity, desentralisasi, eksperimen, kecepatan dan kepercayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar